11. Nama Lain di Lauhul Mahfudz-Nya

9.6K 719 47
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤHilmi kembali membaca pesan itu sekali lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hilmi kembali membaca pesan itu sekali lagi. Menggenggam ponselnya erat dan tanpa sadar mengumpat. Hilmi dengan cepat menyalakan mesin motornya dan pergi begitu saja. Tujuannya saat ini adalah bandara. Dia harus sampai di Malang secepatnya.

Penerbangan ke Malang paling cepat akan terbang dua jam lagi. Hilmi mengembuskan napas kasar sambil terus mencoba menghubungi Laila. Hilmi tidak mengerti apa yang Laila maksud. Dijodohkan? Bagaimana bisa? Hilmi kembali mengumpat saat ingat mungkin ini juga salanya karena terlalu lama untuk melamar Laila. Tapi.. bukankah Laila sendiri yang terus menolak ajakan untuk menikah? Lalu kenapa sekarang dia pasrah untuk dijodohkan?

Hilmi mengusap wajahnya kasar, beristighfar berkali-kali lalu beranjak untuk sholat maghrib saat mendengar adzan berkumandang. Dia harus tenang, setidaknya untuk beberapa saat kedepan.

Setelah sholat, tidak ada yang bisa Hilmi lakukan kecuali menunggu. Dia tiba-tiba teringat pesan Hakim untuk pulang cepat. Hilmi tidak mungkin pulang cepat hari ini. Dia mengambil ponselnya dan menelepon orang tuanya.

"Assalamualaikum Bunda."
"Waalaikumsalam, Abang. Udah jalan pulang?"
"Bun, aku lagi di bandara mau ke Malang, ada urusan mendadak. Mungkin pulang besok pagi, terus langsung ke kampus lagi, jadi paling aku pulang ke rumah besok malam ya."
"Loh ngapain ke Malang? Urusan apa Bang?"
"Urusan penting, Bun."
"Apa?"
"Nanti aku cerita. Tapi nanti ya."
"Ya udah hati-hati. Nginap beberapa hari juga ga masalah, Bang. Libur dulu kuliahnya sekalian istirahat."

Hilmi tidak menjawab, entah kenapa rasanya ingin menangis sekarang juga.

"Abang?"
"Bun, doakan aku ya."
"Hm? Bunda selalu doakan Abang dan adik. Abang kenapa? Ada masalah apa?"
"Nanti aja aku cerita."
"Ya udah, nanti Bunda kasih tau pakde ya, biar di jemput di bandara."
"Ga usah Bun. Takut terlalu malam, nanti aku ke ndalem sendiri aja. Aku matikan ya Bun, mau ke toilet dulu."
"Iya, hati-hati Abang, terus kabarin Bunda kalo ada apa-apa."
"Iya Bunda, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Hilmi menghela napas, mengusap wajahnya lalu berjalan ke toilet. Dia kembali mencuci wajahnya lalu bercermin. Banyak sekali yang sedang Hilmi pikirkan, banyak pertanyaan yang juga ingin Hilmi tanyakan. Semoga ini hanya kesalah pahaman atau Laila yang hanya sedang mengerjainya.

Setelah hampir dua jam, akhirnya Hilmi bisa masuk pesawat dan duduk di kursinya. Memandang keluar jendela dan melihat beberapa orang berlalu-lalang di sekitar pesawat. Hilmi memejamkan matanya, mencoba meredakan emosinya juga mencoba merangkai kata dan kalimat apa yang akan dia ucapkan nanti.

Pesawat akhirnya lepas landas. Hilmi membuka matanya, hatinya terus berdzikir juga berdoa, memohon kepada Allah agar menghilangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi.

HiLalWhere stories live. Discover now