Tujuh; Garis Singgung

Start from the beginning
                                    

"Nggak lihat gue nggak peduli lo lagi ngapain?" balas Zion menirukan cara bicara Valeria.

Demi seluruh malaikat maut dan antek-anteknya yang buruk rupa, Valeria ingin sekali mendorong tubuh jangkung Zion sekuat tenaga hingga terguling-guling di aspal. Sayangnya, ia tidak memiliki kekuatan sebesar itu untuk menumbangkan Zion. Bisa-bisa, sebelum menjalankan rencana, malah dirinya yang terjerembab ke aspal karena kalah tenaga.

"Eh, kalau nggak niat nebengin, tuh, bilang!" sinis Valeria. "Lagian dari awal bukan gue yang minta—"

"Tiga."

"Harusnya tadi lo tolak—"

"Dua."

Valeria menggeram marah. "Bisa nggak lo dengerin gue—"

"Sa..."

"IYA-IYA SABAR!" Valeria buru-buru menyambar helm putih yang menggantung di kaca spion. "Lo pasti sengaja, kan?"

Sebelah alis Zion terangkat naik. "Apa?"

"Sengaja nggak bilang kalau kita tetangga. Padahal, kata nyokap gue, lo pindah ke sini udah hampir seminggu yang lalu sebelum masuk sekolah."

"Oh," Zion mengedikkan bahu cuek. "Gue udah pernah bilang."

"Kapan?" Valeria mengerutkan kening. "Kok, gue nggak inget?"

"Tempat percetakan," ujar Zion memberi clue.

Mulanya, Valeria tidak memahami maksud Zion. Namun, sekelebat ingatan tiba-tiba terputar di kepalanya. Zion memang pernah menanyakan soal tempat percetakan di dekat rumahnya. Tapi, saat itu, Valeria tidak benar-benar memedulikan maksud pertanyaan Zion.

"Ya, lo juga aneh banget, sih, nggak ada angin nggak ada hujan tanya tempat percetakan. Di deket rumah gue pula."

"Lebih aneh cowok yang tiba-tiba pinjemin lo payung."

Valeria tertegun. "Maksud lo Kak Doni?"

"Memang ada cowok aneh lain yang pinjemin lo payung selain dia?" balas Zion.

"Cowok baik," koreksi Valeria. "Kalau nggak baik, mana mungkin dia rela hujan-hujanan demi pinjemin payungnya ke gue."

"Itu namanya modus bukan baik," Zion mendorong pelan helm Valeria. "Gue tahu lo bego. Tapi nggak nyangka ternyata sebego ini."

"Eh, maksud lo apa ngata-ngatain gue kayak gitu?" Valeria berkacak pinggang. "Ngajak berantem?"

Zion tidak menggubris ucapan Valeria. Laki-laki itu bergegas menyalakan mesin motor, dan langsung melajukannya sesaat setelah Valeria menjatuhkan pantatnya di kursi belakang. Takut terjatuh, Valeria terpaksa memeluk erat ransel Zion. Sekejap melupakan pertengkaran yang sempat terjadi di antara mereka.


***


Valeria menyesal telah membiarkan dirinya duduk di boncengan motor Zion. Beberapa kali jantungnya nyaris keluar dari rongga tatkala Zion melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Tidak terhitung pula berapa kali Valeria menjerit tertahan melihat motor Zion terjebak di antara sebuah truk dan bus kota.

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Where stories live. Discover now