Haidar Jauhari, siswa berprestasi yang tidak tahu alasan mengapa ia tiba-tiba dimasukkan kedalam kelas berisi manusia-manusia amburadul disekolah ini.
Dia, menjadi satu-satunya orang yang dipilih untuk masuk ke kelas IPS, dimana semua temannya dimasukkan kedalam kelas IPA. Padahal jelas sekali, waktu itu ia memilih untuk masuk ke kelas sebelas IPA berharap agar semakin fokus untuk meraih prestasi yang ia inginkan. Apalagi, ini kelas sebelas IPS satu, yang tadi ia ingat sekali berisi manusia-manusia badung dan nakal dari angkatannya. Ia jelas tidak mau, bergabung dengan mereka didalam satu kelas yang sama; takut fokusnya terganggu.
Saat ia membaca daftar siswa dari papan pengumuman mading tadi, ia hanya melihat dua orang yang ia kenal; itu pun tidak terlalu akrab, dikarenakan dua orang tersebut cukup pendiam dan tidak peduli dengan dunia luar. Membuatnya semakin frustasi saja.
Kenapa tidak protes? Tentu saja dia sangat ingin protes, mengapa ia dimasukkan kedalam kelas yang berisi siswa bengal begini. Namun, ia terlalu malas meributkan hal yang pasti akan berkepanjangan; jika diributkan.
Haidar hanya pasrah dan berusaha untuk menerima segala hal yang menimpanya saat ini. Ia tahu, ia bisa melakukannya sampai ia naik kekelas dua belas nanti.
Masih dengan gerutuannya, ia memilih untuk menelungsupkan wajahnya pada lipatan lengannya dimeja yang sudah ia duduki. Untungnya, disini masih sepi— jelas saja, karna tidak mungkin penghuni kelas ini akan datang tepat waktu, apalagi sekarang masih hari bebas.
Namun, belum sempat ia menghela nafas lega, sudah ada keributan datang dari luar; jelas sekali bahwa itu salah satu manusia amburadul yang akan menjadi teman sekelasnya.
"Lah, masih sepi aja?" Suara perempuan itu mengalun halus.
"He, ada satu orang tuh. Buta lo?" Tegur perempuan lain disebelahnya.
Kedua orang tersebut berjalan mendekati Haidar dengan langkah yakin; lalu berhenti setelah berada didepan meja Haidar. Sementara Haidar, masih bersikap tidak peduli terhadap dua perempuan yang ia tau sedang berada didepannya saat ini.
"He, nama lo siapa? Gue duduk disini ya," Sapanya sembari menunjuk kursi sebelah kiri Haidar.
Dikelas ini, kursi tiap siswa ditata sedemikian rupa agar duduk per-individu saja. Hal ini dikarenakan memang sekolah menerapkan agar setiap satu meja, satu siswa saja. Agar setiap siswa dapat fokus dengan pribadi mereka masing-masing saat pelajaran dimulai; serta menghindari kegiatan contek-mencontek.
Belum sempat Haidar menjawab sapaan itu, dua perempuan tadi sudah duduk di kursi yang ada disebelah Haidar, berjejer sembari melanjutkan sesi mengobrol mereka. Sedangkan Haidar, mengangkat kepalanya perlahan sembari memandang dua perempuan itu dengan wajah datarnya.
"Eh—ehh, tuh bocahnya bangun." Salah satu dari kedua perempuan itu menyadarinya, kemudian keduanya menengok kearah Haidar sembari memandangi Haidar yang masih memandang mereka dengan datar.
Kedua perempuan itu tersenyum lebar.
"Kenalin, gue Yasmin. Lu dari kelas sepuluh berapa dah? Kok ga pernah liat," cerocos perempuan dengan rambut yang terurai panjang, matanya menyipit bak elang, namun memiliki wajah yang kecil nan imut. Tersenyum lebar berusaha bersikap ramah dengan calon teman barunya.
"Kalau gue Riani, salam kenal ya!" Satu perempuan lain memperkenalkan diri. Wajahnya yang manis dengan garis wajah tegas, membuatnya tampak berkharisma sebagai seorang perempuan. Rambutnya lebih pendek jika dibandingkan dengan Yasmin.
YOU ARE READING
The Clown Class
Teen FictionHaidar tidak mengerti, mengapa ia harus dimasukkan kedalam kelas amburadul ini. Apalagi diberi beban menjadi ketua kelas yang berisi manusia-manusia badung dan tidak jelas, tentu saja membuat Haidar frustasi. Namun, perlahan ia berusaha menerima- ke...
