BAB II

561 59 3
                                    

Nabila tersenyum dengan mata berbinar saat seorang pramusaji di kedai yang menjual berbagai macam dessert menghampiri tempat duduknya dan Rony.

Tangannya sibuk membolak-balik buku menu sambil menyebutkan beberapa pesanannya yang langsung dicatat oleh pramusaji wanita itu.

"Abang mau pesan apa?"

"Kaya biasa aja," Rony menjawab sembari melihat ponselnya yang berdering. "Abang angkat telepon dulu ya. Kamu pesan aja apa yang kamu mau."

Tentu saja Nabila mengangguk senang. Itu artinya Rony sudah membebaskannya untuk memesan apapun dan sebanyak apapun keinginannya. Biar saja, Abang nya itu 'kan banyak uang, batinnya mendukung.

Pramusaji itu melenggang pergi setelah memastikan kembali pesanan Nabila. Sembari menunggu Rony yang masih menerima telepon entah dari siapa, Nabila mulai berselancar di akun media sosial Instagram miliknya.

Sebenarnya ia bukan termasuk orang yang famous di sekolah, namun karena ia seringkali meng-upload video cover menyanyi, pengikutnya di Instagram cukup banyak.

Senyumnya memudar saat tidak sengaja matanya menangkap salah satu komentar yang cukup menyakitkan.

"Udah pesan?"

Nabila mendongak melihat Rony yang sudah kembali, "udah."

Rony memicingkan matanya, merasa aneh dengan respon Nabila yang tidak seceria tadi. Bahkan sekarang Nabila kembali sibuk dengan ponselnya, tidak seperti biasanya kalau mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Biasanya Nabila akan dengan sukarela bercerita apapun pada Rony tanpa ditanya apalagi diminta.

Berusaha mengintip apa yang sedang dilakukan adiknya, Rony langsung mengerti saat layar hp Nabila menampilkan komentar-komentar dari postingan video cover lagu di akun Instagram Nabila sendiri.

"Ngapain sih dibacain komentar mereka yang julid, mereka tuh iri sama kamu."

"Apa sih bang,"

"Udah sini hp nya," Rony mengambil ponsel Nabila cepat. "Gak usah main hp, biasanya juga kamu cerita nggak selesai-selesai sama Abang."

Nabila melotot kesal, tidak terima ponselnya diambil begitu saja. "Balikin hp aku!"

"Abang balikin hp kamu, tapi pesanan yang tadi kamu yang bayar."

Lagi-lagi Nabila membulatkan matanya, kaget dan tidak terima. Tentu saja ia tidak mau membayar karena jumlah makanan yang ia pesan banyak sekali. Tidak mungkin ia menggunakan uang jajannya. Bisa-bisa Nabila tidak jajan seminggu di sekolah.

"Gimana?"

"Ya nggak bisa gitu dong, kan Abang udah janji kemarin mau traktir. Masa seka---"

"Makanya nurut, nggak usah protes."

Nabila berdecak kesal, masih tidak terima. "Abang nggak asik!"

"Soalnya Abang bukan Ayu Ting Ting, dek."

"Itu mah lagunya, Sik Asik, abaanggg.."

---o0o---

Paul menoleh saat tiba-tiba kunci pintu apartemen miliknya terbuka, menampilkan seorang pria paruh baya yang tentu saja sangat ia kenal.

"Papa ngapain ke sini?"

Lelaki tinggi dengan tubuh berisi tersebut mengedarkan pandangannya pada apartemen yang didominasi warna abu-abu.

Papa Rami duduk di sofa, diikuti oleh Paul. Tidak biasanya papa nya ini datang, apalagi tanpa berkabar terlebih dahulu.

"Kapan kamu pulang ke rumah?" Bukannya menjawab pertanyaan anaknya, Papa Rami justru bertanya balik.

SEMESTAWhere stories live. Discover now