11. sederhana

1.5K 167 14
                                    


"Papa. . . hiks. . ."

"Iya sayang, papa disini" damian dengan setia memeluk dan mengusap sayang rambut si mungil. Membiarkan air mata kesayangannya membasahi baju yang ia pakai.

"Papa. . ." renja kembali memanggil, ia terus merancaukan papa saat damian mulai memeluk dan menenangkannya.

"Papa tidak pergi kemanapun, papa disini untuk sayangnya papa" damian sedikitnya paham perasaan anaknya ini, ia pasti dilanda kebingungan berat.

Setelah tadi damian membawa jovan ke rumah sakit, walau harus dipaksa karna memang lukanya cukup lebar dan harus di jahit. Ia kembali kerumah saat widia menghubungi nya dan mengatakan renja masih tak mau diam. Widia tak kuat untuk menenangkan renja yang terus memberontak. Sehingga damian yang cepat-cepat pulang dan mendekap dengan erat tubuh anaknya hingga renja tenang.

Walaupun begitu, si manis masih tetap merancau sesekali. Kondisinya benar-benar Tidak stabil.

"Adek. . . beritahu papa ya kalau ada yang sakit? Kalau adek tidak ingin bicara, papa tidak tau harus bagaimana. Adek tidak kasihan dengan mama yang terus menangis?" bukan damian ingin menekan renja, namun ia memang dianjurkan segala cara oleh dokter pribadi renja agar si manis setidaknya berbicara dan menyampaikan apa yang ia rasa. Karna, bahkan dokter pribadinya tak tau dengan tepat apa yang renja rasakan dan pikirkan.

"Papa. . ."

"Iya, sayang" damian dengan setia mengelus surai renja, menunggu renja mau mengucap kata yang lain.

"Mas. . . kenapa ngelakuin itu, m-mas udah ga sayang sama adek. . . itu—sakit" renja menjelaskan dengan rancu, namun damian bisa paham maksud si manis. Ia tak membalas, menunggu anaknya kembali melanjutkan ucapannya.

"Adek gak suka, adek udah mimta berhenti pa. . . tapi mas ga peduli"  renja kembali menangis terisak-isak, dan itu cukup untuk kembali mengiris hati damian. Ternyata pikiran renja masih tidak jauh dari kejadian malam itu, ingatannya hanya dipenuhi rasa sesak yang ia rasakan malam itu.

"Mas masih sayang sama adek, sangat. Adek sayang tidak sama mas?" damian berusaha memancing, seperti yang sudah ia bahas dengan dokter pribadi renja juga widia. Cara renja sembuh adalah melupakan dan berdamai dengan kejadian itu. Caranya, renja harus percaya, bahwa itu kesalahan yang tak disengajai oleh jovan.

"Malam itu, mas bersalah. Dan mas udah papa hukum, papa mukulin mas sampe dia berdarah dan Tidak bisa berdiri. Papa pukul mas berkali-kali karna mas udah jahat sama—"

"Jangan. . ." renjun menggeleng, air matanya bertambah deras saat mendengar tuturan papanya. Ia tidak ingin jovan kesakitan.

"Jangan? Tapi mas udah jahat sama adek.
Terus adek juga marah kan sama mas? Mau papa hukum lagi mas jovannya?"

"Jangan pukul mas hiks. . . nanti sakit"

Damian tersenyum tipis, bahkan disaat seperti ini renja tetap takut jovan kesakitan. Seberapa erat kedua anaknya ini sudah terikat satu sama lain?

"Papa Tidak akan memukulnya lagi jika adek mau sembuh. Kalau adek mau makan sedikit saja, mau keluar kamar dan mau berbicara dengan mama juga papa jika adek merasa sakit, papa tidak akan memukul mas lagi. Tapi kalau adek masih seperti ini, papa akan menghukum mas jovan karna membuat adek sakit, Tidak apa papa begitu kan? Adek juga pasti sangat benci dan marah sama mas makanya adek seperti ini, papa benar?"

Jika widia melihat bagaimana cara damian saat menghadapi renja yang terpuruk, mungkin panci di dapur sang istri akan melayang ke-kepalanya. Namun apa boleh buat, damian merasa ini cara terbaik. Biar dia dikatai terlalu keras kalau dengan cara ini dapat membuat renja bisa sembuh lebih cepat.

"Tidak, adek gak benci mas—t-tapi sayang. . . jangan dipukul lagi"

"Benar sayang? Adek sudah tidak marah?"

"Tidak marah, tapi takut. . . adek takut mas seperti itu, gamau" ini yang damian perlu sedari tadi, ia hanya ingin renja mengungkapkan apa yang ia rasa. Walau damian tau bahwa si mungil juga bingung akan perasaan yang dirasanya. Tapi sangat buruk jika membiarkan renja tetap dalam pikirannya tentang malam itu saja.

"Tapi adek maukan memaafkan mas? Mas salah malam itu. Mas udah dihukum. Anak papa tau tidak? Kalau mas sampai tidak makan dan minum, hanya bekerja menjauh  dari adek karna menyesal sudah berbuat salah kepada adek seperti ini. Menurut adek, mas bisa tidak dimaafkan? Tidak sekarang. . . nanti-nanti jika adek sudah mau memaafkan" damian berusaha berbicara dengan kata yang semudah mungkin bisa Dipahami maksud nya oleh renja.

"Kenapa mas tidak makan? Nanti sakit"

"Karna sudah menyakiti adek, makanya mas seperti itu. Karna mas pikir adek Gamau maafin mas selamanya, makanya mas jovan marah sama diri nya sendiri" jawab damian pelan.

"Kalau adek maafin, mas tidak akan seperti itu lagi?" renja bertanya lirih, takut jika bayang-bayang saat itu kembali memasuki pikirannya.

"Tidak akan, papa akan mengirim mas lagi ke singapure, dan membuat nya tak bisa menemui anak manis papa jika jahat lagi" damian tersenyum saat merasa renja mengangguk kecil di dalam dekapannya.

"Papa, adek mau lupain yang itu. Karna kata papa mas tidak sengaja kan? Benar? Kalau adek ingat terus, adek takut sama mas, tapi adek masih mau ketemu mas jovan. Adek Ga mau papa suruh mas jovan ke singapure lagi."

"Benar, sayang. Mas jovan melakukan kesalahan. Mas jovan hanya jahat sekali kepada adek, setelah itu tidak akan lagi. Mas tidak sadar melakukan itu kepada adek. Jadi yang harus adik ingat adalah mas selalu sayang sama adek, selama ini begitu kan?"

"Hu'um"

"Pintar anak papa"

Semua nya memang masalah waktu, namun salah jika mereka membiarkan renja sembuh dengan sendiri nya tanpa diyakinkan.

Jalan pikiran renja itu sederhana, tidak seperti anak seumurannya. Dia takut dan gelisah, hanya karna terus memikirkan kejadian itu dan bertanya-tanya kenapa jovan melakukan itu. Renja akan terus pada pertanyaan nya dan terpuruk jika tidak menemukan jawabannya.

Pada dasarnya, saat terpurukpun ia masih sangat menginginkan jovan untuk menenangkannya, Walau ia takut. Jadi, saat renja menemukan alasan dari perlakuan jovan malam itu, ia mempunyai pegangan untuk melupakan dan memaafkan.

Pikiran sederhana renja, akan percaya bahwa jovan hanya jahat, nakal, dan tidak sengaja menyakiti nya seperti kata sang papa. Ia akan percaya bahwa itu hanya kesalahan, seperti saat ia memakan makanan tak sehat saat jovan melarangnya. Renja akan menganggap begitu, dan dengan itu ia bisa mengalihkan pikiran nya dari kejadian malam itu karna pertanyaan nya terjawab.

Kenapa jovan melakukan itu? Karna jovan tidak sengaja. Cukup disitu, dan renja akan mulai bisa bangkit pelan-pelan.

Juga, semua kasih sayang yang jovan limpahkan selama ia hidup kepada renja, mungkin pelan-pelan dapat mengikis memori buruk itu.
















Aku bakal update teratur tiap minggu hari sabtu yaa.

See yuu guyssss jangan lupa vote dan KOMEN Biar aku semangattt

Mas ||Noren [ON GOING]Where stories live. Discover now