12. masih sayang

1.5K 173 13
                                    

Widia tak tau bagaimana cara damian menenangkan anak nya, sampai-sampai saat ia membawa makan malah si manis menghadiahi senyum teduh yang begitu ia rindukan dari sang anak.

"Mama. . ." panggilan yang sangat ia rindukan pula.

"Iya sayangnya Mama" widia mendekat, mencium bertubi-tubi wajah yang kehilangan binarnya akhir-akhir ini.

"Mama masak apa?" saat mendapat pertanyaan itu, widia begitu antusias mengambil sepiring makan makan yang ia bawa.

"Sop ayam, juga ayam kecap kesukaan anak Mama. Mau kan Di makan?"

Betapa bahagianya widia, kalau renja dengan semangat mengangguk. Widia mulai menyuapi Renja yang makan lumayan lahap.

Ia ingin menangis, namun menahan agar tak tumpah karna tidak ingin mengganggu Renja yang mau makan setelah sekian lama hanya makan sedikit.

Hari demi hari berlalu, keadaan renja benar-benar membaik. Ia mau berbicara, mau keluar dan berjalan-jalan, ia juga makan dengan teratur. Widia dan damian bersyukur, tapi sebulan sudah berlalu, mereka tidak membiarkan jovan menemui si manis atas anjuran dokter milan. Dan jovan pun dengan berat hati menurutinya, ia seolah dihukum bertubi-tubi atas kejahatan yang ia perbuat.

Tidak bohong, ini yang paling menyiksa jovan. Disaat ia ingin berjuang memperbaiki, ia malah dipukul menjauh. Namun jovan juga tak memiliki hak untuk mengeluh, Ia hanya akan menghubungi damian sesekali untuk menanyakan kabar renja, tidak ingin terlalu sering karna ia takut kedua orang tuanya risih mengingat apa yang sudah ia perbuat. Jovan tentu tau, dan paham betul wajar bila kedua orang itu menjauhinya sekali pun. Masih baik pula damian dan widia tidak benar-benar mendepaknya dari keluarga pramana.

Tapi setidaknya jovan bisa bernafas lega saat mengetahui bahwa keadaan si manis membaik. Setidaknya ia bisa melahap sesendok makanan jika renja pun sudah bisa ikut makan.





"Ma kenapa mas tidak pulang? Mama dan papa masih marah?"

Widia tak dapat menyembunyikan ekspresi terkejut nya. Mereka sedang makan malam, namun tiba-tiba renja membicarakan jovan yang memang sudah tak nampak batang hidung nya setelah sebulan lama nya.

Mereka memang  menjauhi jovan dari renja, atas anjuran dokter milan juga memang itu yang terbaik untuk penyembuhan renja. Si manis yang membaik tak bisa langsung dibiarkan bertemu dengan jovan karna itu memang prosedur untuknya sembuh. Jovan adalah biang utama dari trauma yang renja miliki. Oleh karna itu memang Jovan tidak boleh terlebih dahulu menemui renja.

Namun jika renja yang mengungkit nya sendiri, bukankah si manis  sedikitnya  sudah bisa mengalihkan ingat nanya tentang hal itu.
Dan lagi, apakah selama ini Renja tak mengungkit Jovan karna berpikir damian dan widia yang marah?

"Adek mau bertemu dengan mas?" damian bertanya pelan, membuat renja yang tadi nya melanjutkan makan kini berhenti.

Damian juga widia memperhatikan bagaimana renja begitu lama berpikir hanya Dengan sebuah pertanyaan. Itu membuktikan bahwa renja memang masih bingung dengan perasaan nya. Ia masih takut, namun juga merindukan jovan.

"Tidak"  jawabnya singkat dan kembali melanjutkan makan nya.

"Tidak merindukan mas? Adek masih marah?" widia ikut bertanya, Walau tau perasaan renja tak Si sederhana kata marah namun hanya itu yang bisa widia tanyakan. ia tak bisa terlalu mengungkit perasaan anak nya karna mungkin itu kembali membawa renja ke dalam ingat an buruknya.

"Adek tidak marah tapi—— mama dan papa tidak boleh marah, mas hanya jahat sama adek, bukan mama dan papa"

Renja tetap tidak bisa menjabarkan perasaan nya. Perasaan tak nyaman saat memikirkan jovan karna ia takut kembali Di bawa kepada  ingat dan itu.

Mas ||Noren [ON GOING]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ