Halaman 3

55 9 13
                                    

Juli, 1999
Hari Ketiga

"Maria! Bagaimana kamu ini?"

"Mohon maaf kak, saya tidak sengaja. Mohon maaf."

"Aku tidak terima! Cepat bersihkan sepatuku! Ini sepatu mahal, Maria!"

"Hei, Jenar. Suaramu layaknya toa, sangat bising. Bisakah kamu pelankan?" Cibir Eric.

"Wira! Lihatlah sepatuku dirusak olehnya." Adunya pada Wira yang tidak tertarik dengan urusannya. Pemuda itu menghampiri Jenar karena Eric menariknya.

"Sial. Aku tidak peduli." Ketus Wira.

"Kamu menggores luka padaku, Wira." Sedihnya.

Lantas gadis itu melanjutkan kalimatnya. "Apakah kamu sudah mau pulang? Aku akan memberimu tumpangan." Kali ini Jenar bergeloyotan di lengan Wira.

"Semiskin apa diriku?"

"Aku tidak mengatakan kamu miskin, Wira. Aku hanya—"

"Enyahlah."

Sedangkan Eric menatap lelaki itu dengan tatapan mengejek. Pasalnya mereka anti-Jenar. Sekali menjadi target gadis itu, akan dibuat menempel bak lem gajah.

"Hei, Nala!" Teriak Wira ketika melihat gadis berwajah bulat berseri itu. Kemudian ia melepas paksa tangan Jenar yang bergeleyot sebelumnya dan berlari kecil menghampiri Wulan.

Melihat paras Wulan membuat kedua sudut bibirnya terangkat lebar hingga menampakkan giginya. Lega dirasa. "Aku akan mengantarmu, Nala."

"Tidak perlu. Arata pasti sudah menungguku."

"Benarkah?"

Wulan mengangguk hingga poninya ikut bergerak selaras.

"Tidak ada Arata, tuh? Apa kamu yakin dia menjemputmu?" Tanyanya setelah menatap tempat yang biasa terparkir mobil Arata tidak nampak kehadirannya.

"Aku akan menunggunya."

"Kalau begitu aku akan menemanimu menunggunya."

"Tidak perlu. Hari sudah mulai gelap."

"Maka dari itu aku akan menemanimu, Nona."

"Sudah kukatakan untuk tidak bermain-main denganku, Tuan."

"Oh ayolah, siapa yang bermain-main denganmu? Aku hanya ingin menemanimu, Nala."

Kemudian ia mendudukkan bokongnya di paving tanpa alas. Melipat kaki, mengeluarkan putung rokok dari saku, dan menyalakannya. Angin sepoi saat langit mengabu amat sejuk hingga anak rambut laki-laki itu tertiup. Kepalanya mendongak, membiarkan angin itu meniup kencang anak rambutnya.

"Ini sangat sejuk, Nala. Duduklah."

Wulan duduk di samping Wira. Melipat kakinya lalu menutupi roknya dengan tas ransel. "Kamu merokok." Katanya kala melihat kepulan asap rokok di hadapannya.

"Seperti yang kamu lihat." Jawabnya jujur.

"Kamu bisa melakukannya nanti. Tidak di sini."

"Baiklah." Wira menghunuskan putung rokoknya di paving hingga tak tersisa api di ujungnya.

Mereka terdiam. Hanya suara angin, sepeda motor, dan kendaraan lainnya yang berlalu-lalang menjadi latar belakangnya.

"Bagaimana Arata?"

"Apanya yang bagaimana, Shankara?"

"Dirinya. Bagaimana? Bagaimana dia membuatmu menjadi miliknya?" Tanya Wira. Ia menekuk lututnya, meluruskan kedua tangan di atas lutut. Lalu meletakkan kepalanya seraya menatap wajah bulat itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JAY : MissionWhere stories live. Discover now