Halaman 2

38 10 7
                                    

Juli, 1999

Hari Kedua

Wulan tengah menyapu halaman rumahnya. Gadis berkepang dua dengan seragam putih abunya itu bersenandung ria ditemani dengan suara burung di pohon jambu yang berkicauan. Matahari belum nampak saat ini, embun pagi masih menyatu di rerumputan. Ditambah aroma kopi yang tercium dari dapurnya. Semerbak mewangi buatan sang Ibu.

"Hai."

'Astaga, ini masih pukul 6 pagi. EH SEBENTAR.' — Wulan

Wulan menghentikan aktivitas menyapunya. "Shankara, dari siapa kamu mengetahui rumahku?" Tanyanya.

"Kebetulan saja aku lewat sini dan melihatmu." Ucap Wira sembari tersenyum puas.

Wulan memicingkan matanya, "Pembohong."

"Wulandari, kemarin kamu mengataiku bajingan lalu menamparku. Dan sekarang kamu mengataiku pembohong. Terbuat dari apa mulutmu? Sungguh, hati mungilku terkoyak dengan perkataan tajammu."

"Terima kasih. Kamu sungguh puitis wahai Shankara."

"Terima kasih Wulandari, izinkan aku bertemu dengan orang tuamu. Aku ingin mengantarmu ke sekolah." Tawar Wira dengan senyuman yang menampakkan giginya.

"Tidak perlu."

"Sekali saja, Wulandari."

"Tidak. Aku akan dijemput kekasihku."

"Arata Kazuhiko? Aku lebih dermawan dibanding dirinya."

"Aku tidak peduli. Menyingkirlah, aku masih menyapu."

"Nala! Nduk kesini sebentar!" Teriak sang Ibu dari dalam rumah.

"Iya Ibu! Tunggu disini, jangan ikut ke dalam." Peringat Wulan yang hanya dibalas cengiran oleh Wira. Kemudian ia berlari kecil menuju ke dalam rumah.

Wira mengedarkan pandangannya ke sana ke mari. Dari halaman rumah, lalu ke rumah bercat putih tulang dengan banyak pot tanaman di depannya. Halaman rumah yang dipenuhi rerumputan juga pohon jambu dan pohon mangga. Terlihat cukup asri dan rindang. Menyenangkan.

"Aku sedikit penasaran dengan keluarga Wulandari."

Wira melangkahkan kakinya menuju rumah tersebut. Sampailah ia di depan pintu yang terbuka lebar, kakinya melangkah dan menampakkan Wulan juga orang tuanya yang tengah berbincang sembari meminum teh dan kopi. Mengucap salam, tidak lupa dengan senyum dan sapaannya.

"Permisi, selamat pagi Om dan Tante. Maaf mengganggu waktunya, saya Wira Shankara. Teman sekolah Wulandari." Melihat Wira yang masuk ke rumahnya tanpa izin, gadis itu memeloti Wira dengan tatapan geram. Namun Wira hanya terkekeh.

Kedua orang tua Wulan terdiam sekejap, kemudian mengizinkan Wira untuk duduk.

"Ada apa dengan kedatangan anak Wahyudi Shankara ke rumah kami?" Tanya ayah Wulan.

"Om tahu Papa saya?"

"Tentu, Wahyudi teman saya."

"Ayah? Yang benar saja?" Wulan tercengang tidak percaya.

"Ya benar toh, Nak."

"Nak Wira mau dibuatkan teh atau kopi?"

"Kalau diizinkan, saya pilih teh saja, Bu."

"Baiklah."

"Bagaimana kabar Wahyudi?"

"Kami sekeluarga baik, Om. Saya baru pertama kali bertemu dengan teman Papa." Jujurnya.

JAY : MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang