Baik Gavin maupun Ayumi terdiam mendengar suara barang pecah dari dalam. Sadar hanya ada Vanya dan Elen di dalam, Ayumi bergegas masuk meninggalkan Gavin sendiri di luar.

"Sebentar ya Mas!" Pekiknya sambil masuk ke dalam.

Otak Gavin mendadak kaku. Dia tidak bisa berpikir apa-apa. Merasa kepo dengan yang di dalam, dia pun lancang memasuki rumah tersebut.

"Astaga! Vanya, lepasin Elen!" Tarikan Ayumi berhasil membawa Elen ke dalam dekapannya. "Kamu kenapa sih??"

Samar-samar Gavin mendengar ucapan Ayumi. Dia juga sempat melihat bagaimana cara Ayumi melindungi seorang anak kecil dari amukan Vanya.

Merasa Vanya agak mendingan, Gavin memberanikan diri untuk masuk ke rumah itu lebih dalam. Padahal tanpa mereka sadari, kedatangan Gavin lah yang semakin memperburuk suasana.

"AAAA!!" Jerit Vanya sambil menutup kedua telinga dan berjongkok ditempat. Ayumi dan Elen semakin dibuat bingung.

"Vanya! Astaga, nak?" Ayumi yang panik langsung berjalan mendekati Vanya. Berjongkok di hadapan putrinya, lalu memeluk gadis itu agar tenang.

"Ibu hiks, ke-kenapa ada dia?" Vanya tak berani mendongakkan kepala. Dia hanya menunjuk sosok yang berada tak jauh dari ambang pintu.

Elen menoleh, mengikuti arah tunjuk Mamanya. Pandang mata Elen dan Gavin beradu. Entah menyiratkan apa, tapi rasanya Gavin ingin menangis menatap mata sekaligus wajah kecil itu.

Beberapa kata dari Elen ketika menatap mata Gavin, peluk, kehangatan, kasih sayang, dan seorang ayah. Elen merasa Gavin bukan orang asing. Walaupun hatinya sedikit ragu.

"Dia siapa sih Van?" Ayumi masih membelakangi Elen dan Gavin. Dia memeluk Vanya semakin erat.

"Hiks, suruh dia pergi Bu, suruh dia pergi!! Aku takut, aku takut, aku takut."

Merasa tidak beres dengan Vanya, Ayumi melepas pelukannya. Dia berdiri lalu berbalik badan. Betapa terkejutnya dia melihat betapa lancangnya laki-laki itu masuk ke dalam rumah.

"Kamu??" Ucap Ayumi membuat Gavin memutuskan kontak matanya dengan Elen.

Sekarang, Ayumi rasa dia tahu siapa laki-laki ini. Tak mau membuat Vanya semakin meraung, Ayumi menarik tangan laki-laki itu agar keluar dari sana.

Elen sendiri kebingungan. Mamanya terus-terusan menangis sambil menutup kedua telinga. Lalu Ayumi membawa laki-laki itu pergi keluar. Elen harus apa?

PLAK!

Di luar rumah, Ayumi menampar keras salah satu pipi Gavin. Raut wajahnya memerah pertanda dia kecewa dengan laki-laki dihadapannya saat ini.

"JADI KAMU YANG UDAH BUAT VANYA KAYAK GINI?!" Bentak Ayumi, jiwa keibuannya keluar.

"KAMU INI YA, KURANG AJAR!!" Telinga Gavin panas sebab ditarik kuat oleh Ayumi.

"Maaf," Satu kata yang keluar dari mulut Gavin.

"MAAF?? KAMU GAK LIHAT KONDISI VANYA SEKARANG KAYAK APA?!"

"Memang saya yang salah. Semua bermula dari saya. Maka saya datang kemari untuk memperbaiki hubungan saya dengan Vanya. Tolong dengarkan penjelasan dari saya dulu, Bu," Pinta Gavin memohon berharap Ayumi memperbolehkannya bertemu dengan Vanya setelah kejadian ini.

"Memperbaiki hubungan?" Nafas Ayumi memburu.

"SELAMA INI KAMU KEMANA? VANYA SUSAH KAMU KEMANA? ANAK KAMU ITU!" Ayumi menunjuk ke arah pintu masuk rumahnya. "DIA BUTUH KASIH SAYANG  AYAHNYA. KAMU KEMANA HAH? KEMANA?"

"D-dia, anak saya?" Cicit Gavin. "Anak yang di dalam tadi?"

Ayumi tak menjawab pertanyaan Gavin. Ia tatap laki-laki itu dari bawah sampai ke atas.

"Hidup Vanya hancur gara-gara kamu. Ditambah, kelahiran Elen yang cacat membuat mental Vanya berantakan," Terang Ayumi benar-benar meluapkan segalanya kepada orang ini.

"Gak cuma disitu. Vanya rela mulung dari pagi sampai malem biar bisa beliin anak kamu susu formula karena asi-nya sempat gak keluar." Ayumi menyeka air mata.

"Dia kerja disaat masa nifasnya belum selesai. Kamu dimana selama ini, nak? Dimana saat warga-warga disini selalu mengejek Vanya? Orang-orang diluar sana tega membuang Vanya?"

Demi tuhan bukan hanya Ayumi yang mengeluarkan air mata saat ini. Air mata Gavin juga menetes dan semakin deras tetesannya. Dia tak menyangka hidup Vanya menyakitkan seperti ini.

Gavin kira setelah Vanya keluar dari SMA beberapa tahun lalu hidupnya semakin membaik karena jauh dari dirinya dan semua teman-temannya. Namun nyatanya semua itu tidaklah benar.

"Tau rahasia terbesar yang pernah Vanya sembunyikan diam-diam seorang diri?" Tanya Ayumi yang mustahil dijawab oleh Gavin. Jangankan menjawab, menggelengkan kepala saja pun tidak Gavin lakukan.

Gavin benar-benar sedang meratapi seluruh kesalahannya. Saking merasa berdosa, terik matahari yang menembus kulit tidak Gavin rasakan.

"Dia pernah punya niat buang Elen ketika dia masih bayi. Bahkan usianya belum ada seminggu di dunia."

Dalam, sangat dalam menusuk dada Gavin. Selain perusak gadis, Gavin juga perusak jiwa seorang wanita. Sebenarnya yang benar-benar sakit disini adalah Gavin.

"Anak kecil yang kamu lihat di dalam tadi. Dia anak kamu. Anak yang berhasil Vanya lahir kan, Vanya rawat, Vanya didik, dan Vanya kasihi tanpa seorang suami. Dia juga anak yang mau Vanya buang karena warga disini mengecapnya sebagai anak haram."

Tanpa mereka sadari, sedari tadi Elen terdiam di belakang pintu yang terbuka. Memori anak itu merekam seluruh ucapan-ucapan dari keduanya.

Elen itu anak pintar sekaligus cerdas. Dia tahu apa yang sedang dua orang itu bicarakan. Awalnya dia senang mengetahui fakta kalau laki-laki itu adalah Papanya. Tapi semakin kesini, fakta lain membuat Elen menangis dalam diam.

Tubuhnya merosot dibelakang pintu. Ternyata, dia adalah anak yang tidak diinginkan oleh Vanya, Mamanya sendiri. Ternyata, dia adalah anak yang pernah ingin dibuang oleh Mamanya sendiri. Belum 17 tahun kenapa dunia tega banget?

Sesakit-sakitnya Vanya, masih ada Elen yang merasakan sakitnya Vanya berkali-kali lipat. Tidak ada anak yang ingin dilahirkan. Juga tidak ada anak yang ingin kelahirannya tak diinginkan.

"K-ke-napa ma-mama eng-nggak bu-bunuh aku a-aja wak-tu di-pe-perut? hiks" Ingin rasanya Elen menangis sambil meraung. Tapi dia merasa dirinya tidak pantas untuk menangis apalagi sampai meraung.

"Saya memang pengecut. Saya hanya anak manja yang tidak pernah mempedulikan gadis yang pernah saya rusak. Saya mengakui kesalahan saya. Tolong maafkan saya, maafkan kesalahan-kesalahan saya selama ini. Izinkan saya untuk menebus dosa yang telah saya lakukan selama ini."

Ucap Gavin luruh dihadapan Ayumi. Tak peduli celananya kotor. Yang Gavin inginkan saat ini adalah menebus semuanya. Berharap Vanya mau memaafkannya.

•••••

"Jadi, Gavin ayahnya anak cacat itu, Lov?" Lirih Key menatap Ayumi dan Gavin dari kejauhan, sebuah pohon menutupi tubuh mereka.

"Aku juga kaget. Emang bener ya? Nggak kali?"

"Itu semua bener, Lov. Sekarang, ngapain dia kesini kalau bukan buat Vanya?" Ucap Key lalu terkekeh pelan.

Lova menoleh ke belakang, "Jangan gila, Key. Aku gak mau dimarahin pak Rama lagi."

"Kamu lupa? Apapun yang aku mau bakal aku ambil gimanapun caranya."

"Gavin gak bakal mau sama kamu kalau kamu apa-apa nekat."

"Emangnya dia mau sama Vanya yang odgj itu?"








Bersambung.

Paling ga bisa soal anak kecil yang masih butuh kasih sayang orang tuanya😔🖐🏻

MAU VOTE YANG BANYAK!!

3 12 23

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now