7. Sakit

1.2K 132 40
                                    

Oh ya ampun! Suara Mamih Fiony menyambut kedatangan Aran, tepat setelah pintu otomatis.

Sore, Tan!Pria muda itu memamerkan senyum sembari menyodorkan sebuket bunga yang ada di tangannya.

Ah, ini favoritku,komentar Nyonya Tantri, sebelum mengendus kecil bunga tulip yang Aran berikan. Sekejap wanita itu kembali meluruskan kepalanya menghadap si calon mantu. Akhirnya, senang ketemu kamu lagi, Nak!

Pupil mata Aran sedikit melebar mendengarnya. Lelaki itu mengeluarkan tawa gugup yang rendah, sebagai respon lantas berjalan memasuki kediaman orang tua Fiony.

"Oh... Jadi ini dia bintang tamu special kita!" Kali ini, suara bariton lebih menarik perhatian Aran. Beliau ayah Fiony. "Selamat datang, Nak!" Pria paruh baya dengan surai putih itu menepuk punggung Aran ketika keduanya bersalaman.

"Seneng ketemu, Om, lagi " sapa Aran lagi dengan senyum jutaan dolarnya.

"Sayang!" Akhirnya, lelaki itu menemukan kekasihnya.

Fiony memacu langkah, menuruni undakan tangga dan mendekati kekasihnya. Perempuan itu mengambil tempat di samping kiri sang pujaan hati dan mengunci tangan kanan di lengan kiri Aran, sebelum berjinjit untuk mengecup pipinya.

"Kamu makin tampan, Nak!" Nyonya Tantri menarik sudut bibirnya membuat lelaki muda itu mengangguk pelan, cara lain mengucapkan terima kasih.

"Ayo kita ke meja makan, tidak baik membuat makanan dingin!" Wanita modis itu memimpin langkah menuju ruang makan.

"Mamih bener kamu handsome banget, Sheng apalagi dengan setelan jas," bisik Fiony setelah Aran menarik kursi di kursi sebelahnya.

Pria itu menyeringai kecil, ia mendekatkan wajahnya ke arah sang pacar hanya untuk berbisik. "Kamu juga, so gorgeous," Aran menarik kepalanya menjauh, namun senyuman nakalnya tak juga hilang.

Fiony berdeham kecil menyadari wajahnya memanas. Perempuan itu berkedip kemudian mengalihkan matanya dari Aran yang kini terlihat terlalu terhibur oleh ekspresinya.

"Jadi, Nak Aran..." suara Tuan David membuka pembicaraan formal di ruangan itu. "Sayang sekali kita gak ketemu lebih awal. Aku menyayangkan keputusanmu gak bisa hadir hari itu."

"Saya... juga nyesel, Om," jawab Aran setenang mungkin.

"Tapi ndak apa-apa, kami mengerti. Fiony bilang kamu sangat sibuk dmsama urusan kantor. Itu yang bagus," respon pria paruh baya itu dengan senyuman kaku.

"Aku juga tidak meragukan untuk menyerahkan putri kami nantinya kepada lelaki pekerja keras sepertimu," tambahnya, membuat Aran kehilangan akal untuk merespon. Sejujurnya, ia tak begitu nyaman dengan perbincangan soal pernikahan ini.

Percakapan ringan terus mengisi suasana ruang makan keluarga Fiony saat itu. Hingga pada saat mereka mulai menyentuh makanan pembuka, keadaannya mendadak berubah hening.

"Papih tau... Aran ini..." Kalimat Fiony terpotong saat suara dering ponsel milik Aran berdering. Refleks perempuan itu melemparkan tatapan kesal ke arah kekasihnya.

"Eh, maaf!" Spontan Aran meraih ponsel dari saku celananya. Ia berniat menolak panggilan tersebut. Namun, niatnya urung begitu ia memindai nama yang muncul di layar ponselnya.

"Permisi!" Aran berdiri, membungkukkan badannya sedikit ke arah kedua calon mertuanya kemudian berjalan keluar ruang makan.

"Apa?" sapa Aran agak terlalu ketus, tepat setelah ia menempelkan ponselnya di telinga dan mencapai teras depan rumah.

SCANDAL (Chikara) Onde histórias criam vida. Descubra agora