Lingkungan Berbeda

31 4 0
                                    

Savara menatap setiap bagian setelah berhasil masuk dalam lingkungan pesantren sesuai dengan keinginannya. Ayah serta ibunya benar-benar menuruti keinginannya yang ingin belajar agama lebih banyak dan meninggalkan cita-citanya yang ingin kuliah di luar negeri demi sebuah pesantren. Ya ... ini pilihan Savara dan ia akan menjalankan hari-harinya sebagai santri selanjutnya. Ia akan membuktikan pada kedua orang tuanya bahwa keinginannya memang ingin memperdalam ilmu keagamaan meski dengan sedikit niat bertemu dengan ustadz tampan yang telah membuatnya jatuh hati dalam sekali menatap.

Ustadz Zayn Malik. Nama lelaki itu sungguh bagus sesuai dengan orangnya. Savara tidak sabar ingin bertemu dengannya disetiap pelajaran nantinya. Apakah lelaki itu akan terkejut dengan kehadirannya nanti? Savara tidak sabar melihat ekspresi Zayn ketika bertemu dengannya.

"Savara Adeliana."

Savara menoleh mendengar namanya dipanggil. Ia tersenyum canggung karena malah asyik menatap setaip bagian pesantren dan bahkan tidak memperhatikan salah seorang senior yang menjelaskan beberapa peraturan dan tatakrama di sini.

"Maaf saya terlalu senang sampai kurang memperhatikan. Kalo berkenan bisakah kakaknya jelaskan lagi? Saya janji akan saya dengarkan."

Tampak seorang senior yang lain menahan tawa mendengar ucapan Savara yang polos, tetapi berbeda dengan satu senior yang tadi memanggil namanya. Savara menunduk merasa bersalah kemudian. Baru saja memulai Savara sudah bisa merasakan bagaimana dunianya akan berubah secara perlahan.

"Baik, dengarkan saya sebab saya tidak akan mengulangi setiap kata yang saya ucapkan. Kamu mengerti, Savara?"

Savara mengangguk mengerti.

"Karena di sini kamu sebagai santri baru kamu akan tidur di kamar khusus anak baru. Kegiatan akan dimulai dua hari lagi sebab masih dalam suasana liburan bagi santri sebelumnya. Di sini hanya ada beberapa kamar mandi dan semua berada di lantai satu, jadi kalian harus mengantri jika ingin mandi atau melakukan apapun dengan air. Untuk cucian, ada tempat tersendiri."

Savara mengangguk mengerti.

"Untuk sementara ini jika perlu apapun panggil saya saja. Tidak diperkenankan membawa hp atau kamu akan mendapatkan hukuman nantinya, dan tolong perhatikan setiap gerakan dan ucapan kamu sebab kita berbaur dengan banyak orang yang tidak semuanya sama seperti kamu. Kamu mengerti?"

"Mengerti, kak."

"Panggil saya Rumi. Saya akan pergi lebih dulu dan kamu akan diantar ke kamar oleh kak Nadia."

"Baik, kak Rumi."

Santri bernama Rumi itu lantas pergi setelahnya dan kini tertinggal Savara dan Nadia yang akan menemani Savara menuju kamar untuk tempat tinggalnya. Nadia terus menatap Savara yang terlihat takut dengan Rumi setelah mendapatkan teguran dan itu lumrah bagi Nadia karena sifat senior itu yang begitu tegas ke semua orang.

"Mbak Rumi memang tegas, jadi maafin kalo tadi kamu merasa tersinggung ya."

Savara menoleh menatap Nadia lalu mengangguk. "Kak Nadia ini udah berapa lama di sini?"

Nadia membantu Savara membawa satu tas yang lain lalu keduanya mulai berjalan menuju kamar yang akan digunakan oleh Savara. "Saya sudah enam tahun berjalan, Savara. Sudah lama di sini."

"Kenapa belum keluar kak? Masih kuliah?"

"Betul. Masih kurang satu tahun lagi lalu lulus kuliah."

"Berarti masuk ke sini setelah lulus sekolah menengah?"

Nadia mengangguk menyetujui. "Benar. Saya diajak oleh sepupu saya saat mau masuk SMA dan memang ingin memperdalam ilmu agama jadi lanjut SMA-nya di sini. Kamu niat sampai kepan belajar di sini?"

Ustadz ZaynWhere stories live. Discover now