Bertemu Kembali

73 12 3
                                    

"Nggak mampir dulu, Savara?"

"Nggak dulu, Dev. Mama nanti marahin aku. Lagian juga luka ditubuh belum kering semua. Takutnya nanti nambah karna nggak nurut sama orang tua," jawab Savara.

Devi geleng-geleng kepala. "Ya makanya kalo naik motor itu pelan-pelan aja. Ngebut mulu ya begitulah jadinya."

"Iya, iya. Aku pulang dulu ya. Makasih loh udah nyetirin tadi."

"Yes. No problem."

Savara menyalakan motornya dan memasang kembali helm-nya setelah berhenti beberapa saat di depan rumah Devi, temannya. Dilambaikannya tangan ke arah Devi sebentar dan mulai melaju pelan-pelan. Devi sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kepergian Savara yang terlihat lucu. Kedua tangan gadis itu masih diperban tapi memaksa pergi sendiri ke sekolah, padahal dia bisa saja dikasih sopir oleh orang tuanya. Bukan Savara kalo nggak aneh-aneh.

Savara terus melaju di jalanan. Meski telapak tangannya masih terasa begitu sakit untuk digunakan menyetir, tetapi ia lebih memilih kesakitan daripada harus diantarkan oleh ayahnya. Savara tidak mau dikatakan sebagai anak manja oleh teman-temannya yang bahkan sekolah diantar dan dijemput, meski memang sejatinya dirinya begitu manja dengan keluarganya. Namun saat disekolah, Savara menjaga betul sikapnya.

"Nanti mampir dulu ke supermarket beli sosis," gumam Savara. Ia menjalankan motornya begitu lambat, takut jika kejadian seperti kemarin terulang lagi dan dirinya akan kesakitan. Bahkan demamnya baru turun pagi ini dan ia harus sekolah karena sebelumnya sudah izin tidak masuk seperti yang ia minta kepada ibunya.

Tidak terlalu lama berkendara, Savara akhirnya menghentikan motornya tepat di depan supermarket besar. Ia turun perlahan dan membuka helm-nya. Merapikan rambutnya sebentar sebelum akhirnya masuk. Ia segera menghampiri lemari khusus untuk jenis sosis dan mengambil beberapa yang ia butuhkan. Selanjutnya Savara membawa makanannya ke kasir untuk membayar dan pulang.

"Berapa semua, Mas?"

"Seratus lima, Mbak."

Savara segera memberikan uang kepada kasir dan menerima sosisnya yang telah dibungkus. Setelahnya ia segera keluar, tetapi saat ia mau memakai kembali helm, matanya melihat seseorang yang kemarin menolongnya. Ia memicingkan matanya sebentar untuk memastikan, tetapi memang benar dia adalah sosok yang menolongnya kemarin. Lelaki itu tidak sendirian, tetapi dengan satu temannya yang terlihat lelah. Savara bimbang untuk mendekat, ia mau mengatakan terimakasih sekali lagi karena lelaki itu telah menolongnya kemarin. Ia berpikir akan memberikan sosisnya sebagai rasa terimakasihnya meskipun itu akan terkesan konyol.

Dengan meyakinkan diri, Savara mengembalikan helm-nya dan berjalan perlahan menghampiri dua lelaki di sana yang baru saja duduk di teras supermarket. Memang ada beberapa kursi serta meja yang disediakan di teras supermarket untuk orang yang mungkin ingin beristirahat sebentar atau sekedar menikmati waktu bersantai mereka.

"Assalamualaikum."

Zayn dan Fahd menoleh saat mendengar suara seseorang mengucapkan salam ke arah mereka. Zayn yang mengenalinya lantas menundukkan pandangan serta Fahd yang terlihat heran kenapa ada seorang siswi SMA mendatangi mereka dan seolah saling mengenal bahkan Fahd melihat dengan jelas bagaimana siswi itu yang begitu cantik.

"Waalaikum salam," jawab Zayn kemudian yang disusul oleh Fahd.

Savara menampakkan senyumnya meski ia melihat lelaki yang menolongnya tidak mau melihatnya, sama seperti saat mereka bertemu sebelumnya. Fahd yang melihat Savara ikut tersenyum canggung karena mereka tidak saling kenal dan pandangan gadis itu terus menatap Zayn di sampingnya.

"Maaf kalau ganggu waktunya. Kenalin saya Savara," ujar Savara yang menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan tetapi Zayn yang menyadari tangan Savara berada tepat di depannya lantas membalas dengan menangkupkan kedua tangan.

Ustadz ZaynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang