Spesial Chapter

1.8K 246 28
                                    

Seseorang pernah berkata padanya, bahwa gunung akan mendengar doa orang-orang.

Diana Carter yang polos mempercayai kalimat itu dan dengan nekat mendaki gunung belakang sekolahnya di cuaca yang sedang bersalju saat ini seorang diri.

Besok ia akan mengikuti sebuah ujian yang akan menentukan masa depannya. Sebagai anak sulung, Diana sangat berharap ia bisa berhasil dalam ujiannya kali ini. Dan mungkin, usahanya selama ini bisa berhasil jika ia juga memanjatkan doa di atas gunung.

Entah karena kesukaannya terhadap olahraga, ia bisa dengan mudah mendaki gunung itu padahal tanah kini sudah dipenuhi oleh salju.

Bukankah doanya akan semakin terjamah, jika ia berdoa di malam natal dan di atas gunung? Diana yang polos meyakinkan hal itu benar.

Ia hanya tidak tahu bahwa akibat perbuatannya malah membuat sebuah insiden yang menewaskan kedua orangtua dan adik laki-lakinya.

Kecelakaan tunggal itu menjadi sebuah sejarah maut di desa mereka pada saat itu. Mobil milik keluarga Carter melaju kencang disepanjang jalan yang licin karena terburu-buru untuk mencari keberadaan putri sulung mereka yang tidak pulang sejak dari siang.

Naasnya, mobil yang melaju kencang itu kehilangan kendali saat di tikungan dekat sekolah putri mereka. Sebelum benar-benar membanting setir dan akhirnya menabrakkan diri di pembatas jalan, mobil itu terpental-pental saat jatuh ke dalam jurang. Ketiga orang yang menjadi korban, tergeletak di bawah jurang, tepatnya di atas salju putih yang tampak mencair karena darah di sekelilingnya.

Hal itu menjadi sebuah mimpi buruk untuk Diana. Ia berkali-kali menyalahkan dirinya. Jika ia tidak naik ke atas gunung hanya untuk lolos di ujiannya, keluarganya mungkin masih baik-baik saja. Wajahnya yang dipenuhi air mata terlihat sangat berantakan.

Seseorang mengabarkan padanya bahwa Ayah dan adik laki-lakinya meninggal di tempat dan ibunya kini sedang terbaring sekarat di meja operasi.

Diana tidak tahu, ia harus berada dimana sekarang. Yang terbesit dipikirannya saat itu adalah, apakah ia juga harus mengakhiri hidupnya agar ia bisa berada di tengah-tengah keluarganya? Ia sendirian sekarang. Ibunya yang ada di meja operasi sudah tidak memiliki harapan lagi. Jadi apa yang harus ia lakukan? 

Ketika ia masih terpusat dengan pikirannya sendiri, seseorang keluar dari ruang operasi. Seorang wanita yang terlihat muda dan cantik, yang memakai pakaian operasi.

"Kamu pasti Diana Carter kan?" Itu adalah kalimat yang pertama kali perempuan itu lontarkan ketika jarak mereka cukup dekat untuk berkomunikasi.

Diana mengangguk. Tubuhnya yang lunglai sudah tidak berdaya lagi. Air matanya telah mengering.

"Bagaimana dengan operasinya?" Walau tahu tidak akan sanggup mendengar realita itu, Diana menguatkan hatinya.

"Semuanya lancar. Hanya saja, Tuhan berkehendak lain. Nyonya Sesilia Carter telah berpulang" jawab perempuan itu dengan tenang. Namun tidak dengan Diana yang mendengarnya. Ketika ia mengetahui bahwa Ibunya juga meninggal, secerah harapan untuknya tetap hidup akhirnya terputus juga.

Diana kembali menyalahkan dirinya sendiri. Bukankah ia sekarang sama jahatnya seperti monster-monster yang ada di dalam buku ceritanya? Monster yang menjadi penyebab banyak orang kehilangan nyawa-nyawa mereka.

Ketika Diana yang sedang kalut setelah mendengar kabar Ibunya meninggal dunia, perempuan muda itu semakin mendekatkan dirinya.

"Jangan menyalahkan dirimu!" Perempuan muda itu berkata dengan tenang. "Kematian seseorang tidak pernah berada di tangan manusia. Kamu tahu tentang takdir? Yah, itulah yang disebut sebagai rencana Tuhan" ujar perempuan itu lagi.

Saat mendengar perkataanya, Diana mendongakkan kepalanya. Kalimat itu seakan menyadarkannya tentang sesuatu.

"Jika seseorang mati ketika aku berusaha menyembuhkannya, apakah aku bisa disebut sebagai pembunuhnya? Tidakkan? Sama seperti dirimu! Kamu kebetulan berada di sebuah rangkaian kisah yang telah ditakdirkan Tuhan ketika ia ingin menjemput ciptaanya" ucap perempuan itu.

"Tapi....ini berbeda dengan kisah itu. Andai saja aku tidak pergi ke gunung, Ayah dan Ibuku tidak mungkin berkendara di jalan licin seperti itu" bantah Diana.

"Seperti yang aku bilang sebelumnya, kamu hanya kebetulan berada di rangkaian kisah itu saja. Semuanya sudah tertulis dalam takdir, jauh sebelum kamu lahir atau bahkan kedua orangtuamu lahir. Bahkan orangtuamu sebelum mereka lahir, mereka telah diperlihatkan kehidupan apa yang menunggu mereka dan seperti apa kematian itu menjemput mereka. Jika mereka setuju dengan kehidupan itu, mereka akan terlahir ke dunia. Jadi jangan menyalahkan dirimu sendiri"

"...dan dari pada menyalahkan diri sendiri karena telah menjadi penyebab seseorang kehilangan nyawanya, lebih baik kamu sekarang bertekad untuk menyelamatkan banyak nyawa. Hitung-hitung sebagai bentuk untuk membayar atas sesuatu yang kamu sebut karma itu" setelah puas mengatakan apa yang ia ingin katakan, perempuan muda yang rupanya seorang Dokter itu akhirnya berjalan menjauh darinya.

Diana tadi tidak terlalu yakin bahwa kalimat-kalimat yang ia dengar itu bisa menenangkan hatinya. Namun kenyataanya, ketika ia berada di ruang duka rumah sakit, ia bisa merasakan perasaanya terasa plong. Tidak ada rasa bersalah yang mengikatnya ketika ia melihat foto ayah, ibu dan adik laki-lakinya. Apakah ini karena kalimat-kalimat yang menenangkannya tadi atau karena ia memiliki bibit-bibit psikopat?

Benarkah perasaanya saat ini Ibu? Gumamnya sambil menatap figura foto ibunya. Karena terlalu larut dengan pikirannya, ia sampai tidak mempedulikan tamu-tamu yang melayat dan memberikkannya penghiburan. Arah tatapan matanya hanya mengarah pada figura-figura keluarganya.

Di sisi lain, dua orang yang sangat berbeda berdiri tepat di depan pintu penghormatan. Kedua orang itu memakai pakaian formal yang terlihat klasik untuk dipakai di moment pemakaman seperti ini. Namun arah tatapan kedua orang itu hanya melirik ke arah gadis yang termenung di ruang duka yang sedang menatap ke arah figura-figura dari 3 orang yang telah meninggal dunia.

Sebelum salah satu dari kedua orang itu memberikan respon, seseorang lainnya mengucapkan sebuah kalimat yang berhasil membuat temannya meneteskan air mata penuh kerinduan.

"Itu adalah jiwa yang anda rindukan, Yang Mulia"

Kalimat itu, walau terlihat sepele, namun sangat ia nanti-nantikan. Kalimat yang akhirnya memperlihatkan hasil dari kerja kerasnya.

Namun sayangnya, ia tidak bisa mendekati gadis itu sekarang, karena ada sebuah karma yang harus gadis itu bayar. Sampai saat itu, ia hanya bisa mengawasi gadisnya dari jauh.

Special chapter 1

Ranger IsekaiWhere stories live. Discover now