17. Deadly Girl

16 2 8
                                    

Peperangan yang dahsyat mereda sejenak, terhalang oleh ketidakpercayaan Raja Orion terhadap Areez yang dianggapnya telah mengkhianatinya. Pemimpin kerajaan Erebus ini merasakan kekecewaan yang mendalam. "Jika kusadari dari dulu kau akan berkhianat seperti ini, aku tidak akan membiarkanmu hidup!" pekiknya, wajahnya penuh amarah.

Senyum menyeringai di bibir Areez, menanggapi ancaman sang raja. "Mungkin aku adalah anugerah dari doa orang-orang yang juga kau khianati di masa lampau, ayah," ucapnya dengan nada dingin, membuat Raja Orion semakin marah.

"Jangan panggil aku ayah!" bentak Raja Orion. "Angkat senjatamu, mari kita berduel!" tantangnya.

"Maaf, tapi aku tidak memiliki urusan denganmu," tolak Areez tegas, mata tajamnya menatap Raja Orion, mengingat bahwa Raja itu adalah musuh Elora yang sejati.

"Tapi aku akan berduel dengannya," sambung Areez sambil menunjuk ke arah Morey, yang terkejut mendapati dirinya menjadi sasaran perhatian.

"Aku akan membunuhmu untuk menghentikan angka korban yang jatuh karena mulut sampahmu!" lanjut Areez, membuat atmosfer semakin panas di antara mereka. Seiring itu, pasukan Orion bersiap untuk menyerang pasukan Gifford.

Desisan pedang nyaring terdengar, memecah hening peperangan. Prajurit dari kedua belah pihak saling berhadapan, saling menyerang, dan berjatuhan. Namun, Elora tidak bisa menyaksikan Raja Orion memburu Morey begitu saja. "Biarkan dia! Kau berurusan denganku!" tantang Elora, berusaha memusatkan perhatian raja.

Orion, yang tengah memanas, meluncur maju mendekati Elora di atas kudanya. Begitupun, Elora yang tangkas mencari celah untuk melepaskan panahnya. Tensi di antara keduanya semakin meningkat.

Elora membidik dan melepaskan panahnya, namun hasilnya tidak sesuai harapan. Panah hanya menggores lengan Orion, tanpa menimbulkan luka berdarah. Elora terkejut melihat hasilnya. "Benar kata semua orang, Orion tidak mempan dengan senjata biasa," gumamnya, mencoba mencari solusi.

Orion tertawa dengan penuh kecongkakan, pasang badan dan mempersilahkan Elora untuk menyerangnya. Elora terdiam, tenggelam dalam pemikirannya untuk menemukan strategi yang efektif. Sementara itu, Raja Orion semakin mendekat dengan pedangnya yang mematikan.

Di sisi lain medan perang, Portgas dan Jake saling berhadapan. Keduanya adalah tangan kanan dari masing-masing raja, dan perseteruan mereka masih menyisakan dendam yang dalam. Portgas merasa terhina karena Jake pernah membantu Morey menyandera istri dan anaknya, hingga akhirnya orang-orang terdekatnya harus meninggalkan dunia ini tanpa perlindungan yang ia berikan.

Duel di antara mereka memuncak, terlebih saat mereka beralih dari panah ke pedang. Suara desisan pedang mereka menciptakan harmoni yang mencekam, menggambarkan ketegangan dan kebencian yang melibatkan keduanya dalam pertarungan yang sengit.

Elora mencoba memusatkan konsentrasi untuk melesatkan anak panahnya dengan tekanan tinggi. Dia mengetatkan tali busur, merasakan ketegangan yang membangun di dalamnya. Dengan penuh perhitungan, ia menarik busur hingga mencapai batas tertinggi, membidik dengan teliti. Namun, medan perang yang penuh kekacauan membuatnya kesulitan. Gerakan cepat dan berubah-ubah dari lawan-lawannya, yang terhalang oleh orang-orang di sekelilingnya, menjadi penghalang ekstra.

Elora merasakan kebutuhan untuk menyesuaikan strategi. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menemukan keheningan dalam kekacauan. Mata Elora berkilat memancarkan tekad yang tulus. Ancang-ancang yang teliti dan matang ia susun dalam benaknya, siap untuk dilepaskan.

Jeb!

Panah itu melayang dengan kecepatan tinggi, menembus udara dan menyambut pundak Raja Orion. Pada awalnya, raja itu terdiam sejenak, terkejut oleh ketepatan dan kecepatan panah Elora. Kekuatan yang melebihi ekspektasinya membuatnya merasa tidak percaya. Raja Orion dengan marah memutuskan untuk mencabut anak panah itu dari pundaknya, membuangnya dengan ekspresi kemarahan yang tak terbendung.

DIVE INTO THE LETTERSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora