2. Menemui Lucas

3 2 0
                                    

Benua Utara, Menara Sihir Midnight Winter.
23.00 P.M

Seorang pemuda 20 tahunan menikmati secangkir teh dalam ketenangan di depan hangatnya api unggun malam. Dia membalik halaman demi halaman buku tebal usang yang membosankan sebagai salah satu rutinitas sehari-harinya.

Membetulkan letak kacamatanya, dia menghela napas. Pandangannya jauh menatap langit-langit menara yang menjulang tinggi jauh di bawah luasnya angkasa. Di tutupnya buku tua itu lalu menghabiskan tehnya.

"Apa yang membawamu kemari, Will?" ucapnya.

"...! Ah, padahal aku yakin sudah terbang sesenyap mungkin. Kak Lucas masih saja mengetahuinya. Lucas Arion, sang Grand Magus misterius."

Lucas tersenyum mendengar perkataanku. Dia kemudian meletakkan kacamatanya di meja dan beranjak membukakan jendela untukku. Dengan senang hati aku pun duduk anteng di pangkuannya.

"Jadi, apa yang membuatmu jauh-jauh datang kemari mencariku selarut ini, hmm?" tanya Lucas tenang sembari mengelus kepalaku lembut membuatku menutup mata, merasa rileks dan nyaman.

"Mmm, orang-orang di pasar budak tidak mengingat asal-usul mereka. Aku rasa memori mereka telah di hapus melihat tidak ada satu pun data yang tertera mengenai identitas mereka selain nomor budak, usia, dan gender," jelasku sembari mengganti posisi berbaring. Aku suka orang ini, senantiasa mengelusku tidak peduli mau itu sampai seharian sekali pun.

"Jadi?" tanyanya.

"... aku ingin minta tolong Kak, bisa tidak Kakak mengembalikan ingatan mereka? Aku yakin, sebagian dari mereka pasti masih memiliki keluarga yang menunggu mereka pulang ke rumah," kataku to the point.

"Bukan kah, kau sendiri bisa mengembalikan memori yang hilang?"

"Itu artinya aku harus menyelam ke dalam kepala mereka untuk mengembalikan memori yang telah di buang. Aku tidak mau, 'jurang'nya... gelap sekali."

Lucas menatapku dalam diam. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sambil menatapku begitu. Toh, aku juga tidak terlalu peduli. Kak Lucas mengerti kondisiku, dan dia memakluminya. Dia bahkan tahu, kalau aku adalah seorang outsider yang hampir tidak terkait dengan dunia ini. Misalkan dunia ini menemui akhirnya (kiamat), maka hanya akulah yang tersisa selama dunia asalku belum menemui akhirnya pula. Kalau dua-duanya menemui akhir, ya otomatis aku juga bakal koit.

"... baiklah, aku akan membantumu."

"...?!!" aku menatapnya berbinar dan tersenyum cerah, "benarkah? Arigato Kak Lucas 😆✨️✨️!!"

Lucas ikut tersenyum, "yah, tidak masalah ^^," dia mengangkatku, "jadi, haruskah kita mulai sekarang?"

"Oke, kalau Kakak tidak keberatan. Tehe~ ^^."

"Baiklah kalau begitu, ayo--"

BRAKK!
Pintu yang malang :(

"OI, KULKAS BERJALAN! ADA 150 ORANG BUDAK TANPA IDENTITAS YANG DI HAPUS INGATANNYA! BANTU KAMI MENGEMBALIKAN INGATAN MEREKA! NAGA BEGO INI TERLALU PAYAH UNTUK--"

PLAKK!!

"ANJUU! SAKIITT!!" Jayson merintih memegangi mukanya yang terkena tampolan ekorku.

"Apa anda bilang? Naga payah?! Dasar manusia laknat, BERANI-BERANINYA MEMANGGILKU YANG SEEKOR NAGA BERJIWA MANUSIA INI PAYAHH! SINI, KUGEPENGIN PALA ANDA PAKE BATAKOO!!"

"HAH?! KOK KAU SUDAH ADA DI SINI SAJA, SIH? KOK BISA? INI UTARA LHO!"

"HALAH! APA ANDA LUPA BAHWA AKU INI NAGA, HAH?! DASAR MANUSIA PIKUN NYEBELIN! PADAHAL SAAT DI SEKOLAH AKU SELALU RANKING SATU-"

PERJALANANKU DI DUNIA LAIN SEBAGAI OUTSIDERKde žijí příběhy. Začni objevovat