EPISODE 8: Bintang Jatuh

39 6 0
                                    

Di kerajaan langit, Nawang Wulan dan keenam saudarinya berlari dengan terburu-buru memasuki aula suci nan indah di mana ratusan bidadari dan bidadara sudah berkumpul. Seorang bidadara dengan jenggot putih panjangnya duduk di tahta berlian tampak tegang. Tiga sayapnya terbentang indah menambah keagungannya. Dialah Bidadara Agung, sang pemimpin kerajaan langit. Memang dia tampak sudah tua, tapi kekuatannya melebihi semua bidadari dan bidadara yang ada di kahyangan. Ketika tongkat peraknya diketuk ke lantai semua penghuni langit diam membisu.

"Wahai para penghuni Kahyangan, satu bintang surga telah jatuh. Para Dewa memperingatkan kita untuk waspada hari ini, terutama saat matahari tenggelam. Jawa akan dilanda kegelapan. Aku meminta kalian untuk berjaga, karena pada malam ini para dedemit kekuatannya akan meningkat. Dia akan meneror Jawa hingga cahaya fajar menyingsing, jangan biar makhluk-makhluk jahat ini menggapai langit. Juga selamatkan manusia dan darma."

Muka cemas terlihat dari mereka. Ini pertama kalinya setelah ratusan tahun kahyangan menghadapi kekhawatiran. Setelah itu semua bidadari dan bidadara keluar dari aula besar itu dan menuju tempatnya masing-masing untuk bersiap. Aula lengang menyisakan sang Pemimpin Kahyangan dan tujuh bidadari bersaudari.

Nawang Wulan dan para saudarinya mendekat ke singgahsana. Mereka memberi penghormatan pada Ayahnya itu.

"Hari ini kalian jalanlah turun ke bumi untuk mandi. Aku akan memberi kalian tugas penting," cetus Sang Pemimpin. Lalu dia berdiri dan menghampiri para putrinya itu. Ketiga sayapnya sungguh tampak luar biasa. Dia menyampaikan, "Untuk Nawang Shindang, terbanglah engkau menuju istana putih di gunung Raung. Bantu Bidadara Putih untuk meninggikan gunung Ijen. Untuk Nawang Asri dan Rasati tetaplah di taman kahyangan untuk menjaga alam. Nawang Kencana, turunlah ke bumi. Temui para raja Jawa dan sampaikan akan malam yang kelam. Lalu Nawang Manik, tetaplah di aula sucimu. Api bintang mungkin akan membakar gulungan suci. Untuk yang lain tetaplah waspada, bantulah manusia sebisa mungkin. Karena malam ini semua takhayul mereka akan menjadi kenyataan."

Dan terbanglah mereka ke tempat masing-masing. Nawang Shindang terbang ke timur. Nawang Kencana turun ke bumi. Nawang Manik mengunci diri di aulanya. Nawang Rasati dan Asri pergi taman Widodari. Sisanya bersiap-siap. Hari itu ratusan prajurit langit memakai baju zirahnya dan mengelilingi kahyangan.

Pagi itu, seluruh tanah Jawa dikejutkan oleh bintang jatuh alias komet di langit biru. Merah seperti bola api dengan ekor yang panjang. Semua Resi dan kaum Bramana memenuhi candi-candi dan kuil-kuil untuk meminta perlindungan pada para Dewa.

Prabu Niscala tak luput dari rasa penasaran dan gugup saat menatap langit di istananya. Dia meremas jemarinya dengan gelisah di depan jendela.

"Baginda Prabu!" Kasim kepercayaannya masuk dengan terburu-buru. "Baginda!"

"Katakan." Radhityajaya sudah menebaknya.

"Pendopo istana ramai dipenuhi penduduk, mereka meminta penjelasan karena para Resi menafsirkan akan ada bencana. Merpati-merpati juga baru datang, mereka membawa surat dari para Adipati yang juga menuntut penjelasan tentang bintang yang jatuh di langit." jelas kasim itu rinci.

Radhityajaya kembali menatap komet, makin gelisah. "Akhirnya hari itu tiba juga. Mendadak."

Kasim itu mengernyit bingung. "Maaf, Prabu?"

"Tolong panggilkan Pangeran Pandya segera."

"Baik, Baginda." Kasim tua itu pun bergegas pergi.

Dia keluar dari Balai Agung, menuruni anak tangga yang banyak itu, menyusuri taman indah, dan baru sampailah di komplek bangunan Putra Mahkota.

"Raden Pandya, Prabu mencari Anda."

Pandya yang duduk di mejanya yang penuh buku langsung menghampiri si kasim. "Aku mendengar ada keributan di gerbang istana. Ada apa sebenarnya? Dan apa yang di langit itu?"

Jaka Tarub dan Tujuh BidadariKde žijí příběhy. Začni objevovat