BLC | CH-01

10.6K 1K 64
                                    

Beberapa detik yang lalu, saat Lava tengah berjalan dikoridor setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, tiba-tiba Lava merasakan tarikan kuat pada rambutnya. Kepala Lava sampai tertarik kebelakang.

Kedua mata bulat Lava memerah menahan tangis, rasanya sakit.

"Apa? Mau nangis?" Tanya Aken mengejek. Menunduk menatap bocah yang lebih pendek darinya ini tengah menahan tangisan.

Lava mencoba menyingkirkan tangan Aken dari rambutnya. "Jelek! Aken bau tai!"

"Apa?"

"AKEN TAI!" Jerit Lava dengan nafas tak beraturan. Meluapkan semua rasa kesal karena Aken selalu mengganggunya melalui jeritan keras.

"Nggak usah sok berani Lo, anak kecil!"

Setelah sekian lama menahan, akhirnya satu isakan kecil terdengar dari kubu Lava. "Sakit."

Aken tersenyum. Bahagia. Lava akhirnya menangis karena ulahnya. Aken menjauhkan tangannya dari rambut Lava, kemudian beralih ke pipi itu. Menarik pipi Lava keras hingga memerah, lalu melepasnya.

"Dah, sana pulang. Anak kecil nggak boleh keluyuran."

Lava menangis, menutupi matanya menggunakan punggung tangan. "Lava aduin ke ibu Lava."

"Ibu Lo bukannya gila?"

Mendengar itu, Lava langsung menjauhkan tangannya, mengangkat wajah dan menatap Aken marah. "Ibu Lava nggak gila! Ibu Lava cantik! Aken yang kayak tai! Gila!" Teriaknya.

"Kayaknya Lo ketularan ibu Lo deh," Aken bergidik ngeri membayangkan. Lagian, kenapa Lava sampai berteriak seperti itu? Aken hanya berbicara kebenaran.

"Ibu Lava nggak kenapa-kenapa! Ibu Lava cantik!"

Aken berdecak, dibarengi dengan tatapan malas kearah Lava. "Iyadeh, terserah. Dasar gila."

"Aken tai!"

"Ibu Lo gila," Aken memasukkan satu tangannya kedalam saku.

"Tai! Aken tai! Bau! Jelek! Kayak tai!"

"Diem deh," Mengorek telinganya menggunakan jari kelingking, seolah telinganya terganggu. "Suara Lo jelek, mulut Lo bau. Nggak pernah gosok gigi Lo, ya?"

Bibir Lava melengkung kebawah, tubuhnya terlonjak kecil karena menahan tangisan. Lava membalikkan badannya, melangkah menjauhi Aken dengan tangisannya.

"Mulut Lava emang bau, tapi kan hati Lava juga bisa sakit kayak yang lain," Isakan seorang anak yang belum pernah merasakan bagaimana rasanya diperhatikan terdengar disetiap gerak langkah kaki kecilnya.

***

Salsabila. Nama wanita yang sudah membawa Lava kedunia ini, menemani Lava menghirup dunia sejak empat belas tahun yang lalu.

Tinggal berdua disebuah rumah sederhana yang dikelilingi tetangga baik hati. Mereka membantu Lava sejak Lava kecil. Atau mungkin, semenjak kejiwaan Salsa mulai terganggu.

Tetangga yang tinggal disekitar Lava dan Salsa selalu baik pada mereka berdua. Membelikan baju, makanan, bahkan menyekolahkan Lava dengan sukarela.

Jika ada yang menghina Salsa gila atau dengan bahasa kasar lainnya, Lava selalu membela sang ibu dengan kata yang sama dengan yang Lava ucapkan pada Aken tadi.

“Ibu Lava cantik”

Lava selalu membela sang ibu dengan kalimat yang sama. Sebuah pujian dari seorang anak laki-laki untuk ibunya.

Bukan Lava Cake [Completed]Where stories live. Discover now