BLC | CH-00

18K 1.1K 45
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Lavandra Aksama Yanda.

Anak bertubuh kecil yang selalu mendapat bully an setiap harinya.

Awalnya, teman-teman yang lain memperlakukan Lava sama dengan yang lainnya. Mereka menghargai Lava dan mau berteman dengan baik. Hingga, rumor kalau Lava adalah anak hasil diluar nikah membuat mereka semena-mena terhadap tubuh kecil itu.

Apalagi tidak akan ada yang membela Lava, ibu Lava adalah salah satu orang dalam gangguan jiwa. Dan ayah, Lava tidak memilikinya.

Lava tumbuh bersama sang ibu yang istimewa sejak kecil. Hanya mengandalkan belas kasihan tetangga sekitar, untuk makan dan biaya sekolah Lava.

"Bu, disini bau banget. Lava nggak pernah mandi," Salah satu siswa dikelas menutup hidungnya rapat-rapat. Bau tak sedap tercium dari arah Lava, yang mana, anak itu tak memperdulikan kegaduhan yang dibuat. Ia fokus pada coretan dibuku. Karena Lava sadar diri, ia memang bau.

Guru bernama Lita itu berdecak, berjalan kearah Lava yang masih fokus pada coretan asal yang dibuat Lava sendiri.

"Lavandra."

Mengangkat kepalanya. "Apa? Lava emang bau, Bu. Telus kenapa? Kalo nggak suka nggak suka deket-deket Lava."

"Dih! Emang ada yang mau deket sama Lo? Cadel."

Alis lava menukik tajam. "Kalo nggak deket-deket juga nggak bakal bau, belalti Aken yang deketin Lava telus."

Cowok bernama Aken itu mendengus usai mendengar perkataan Lava. Aken adalah siswa yang paling sering menjahili Lava disetiap kesempatan. Entah karena Aken membenci Lava, atau hanya sekedar gemas karena tubuh Lava yang kecil.

"Geli gue dengernya," Sinis Aken.

"Kenapa geli? Lava nggak kelitikin Aken."

Gigi atas dan gigi bawah Aken terdengar bergesekan, rasa gemas ingin mencekik leher Lava jika tidak mengingat masih ada Lita dikelas ini.

Lita berdiri disamping meja Lava. "Lava, hari ini kamu nggak mandi lagi?"

Mendongak. "Mandi, Bu ... Badan Lava wangi."

"Kalo wangi kenapa temen-temennya ngeluh Lava bau?"

"Emang Lava bau?" Siswa kelas tiga SMP itu bertanya dengan lugunya. Tak satu dua kali teman-teman Lava mengeluh tentang hal seperti ini, pun Lava juga sudah ditegur. Namun lagi-lagi hal ini terulang.

Lita tersenyum kearah murid mungilnya, mau menguap rambut tebal kecoklatan itu, rasanya Lita enggan. "Ayo, ikut ibu. Kita bersihin badan Lava dulu biar nggak bau, ya?"

"Iya," Lava mengangguk patuh. Langsung bngkit dari duduknya dan menerima genggaman tangan Lita.

"Anak-anak, kerjain soal pilihan ganda halama dua puluh tiga, oke? Ibu kesini langsung dicocokin."

Saat sudah diluar kelas, kepala Lava menyembul kedalam kelas, mengacungkan jari tengahnya kearah semua teman sekelasnya. Membuat riuh tak terima terdengar, bahkan ada yang memukul meja hingga menendang kursi.

Jadi, meskipun Lava sering di-bully, anak itu juga selalu menambah minyak diatas api.

***

Lava diam duduk diatas kasur UKS, kedua mata bulatnya menyorot entah kemana. Badannya sudah tidak bau karna Lita membantu Lava membersihkan diri, juga, mengganti seragam lusuh itu dengan seragam yang masih baru.

Sembari menyisir rambut kecoklatan itu, Lita membatin. Anak ini jika diam seperti ini malah membuatnya iba. Tapi, jika banyak tingkah dan memancing emosi temannya yang lain, juga membuatnya pusing.

"Udah maem belum?" Tanya Lita.

Lava mendongak. "Udah. Tadi pagi Pak Ulin kasih Lava sama ibu nasi sama pindang."

"Suka ikan pindang?"

"Suka! Ibu mau ngasih Lava ikan pindang?"

Menarik main-main pipi Lava. "Dasar."

"Cuma nanya aja? Kalo nggak ngasih ngapain nanya."

Lita mengulum bibirnya. Meskipun Lava berkata seperti itu, kenyataannya, jika ada yang memberi Lava makanan atau uang oleh temannya yang baik hati, Lava akan menolak. Anak ini enggan dikasihani.

"Ayo, kita balik ke kelas."

Bibirnya mencebik. "Lava mau bobok disini aja deh."

"Nggak ada, ayo!"

Lanjut/unpub?

Bukan Lava Cake [Completed]Where stories live. Discover now