Dengan tak tau diri jovan kembali membenamkan wajah nya di ceruk leher si bungsu, renja yang tak pernah mengalami hal ini otomatis mendongakkan wajahnya, memudahkan jovan untuk melakukan keinginannya.

Ia mulai menghirup kuat leher mulus tak bercela itu, wangi sabun vanilla menguar lagi-lagi semakin mudah membangkitkan gairahnya. Lidahnya terjulur, menjilat pelan kulit leher itu, sebelum mengecup dan menggigitnya.

Gigitan pertama, jovan benar-benar nengecapnya dengan rakus, merasakan tekstur kulit lembut renja nenyapa indra perasa nya. Setelah itu dengan kesetanan jovan mulai memungut leher jenjang itu, dari bersih hingga memunculkan ruam-ruam keunguan.

"Mashh. . ." renja tak nyaman dengan apa yang dilakukan jovan, ia ingin memberontak, namun tubuhnya seolah berkhianat dan malah menikmati yang dilakukan oleh jovan.

Tangan kekar yang tadi nya menyekap kedua lengan renja kini beralih turun mengusap pelan dada si mungil yang masih terbalut dengan piyamanya, membuat si empu kelimpungan dengan rasa asing yang dirasanya.

Jovan mengusap dada rata itu dengan begitu sensual, memainkan pelan jari telunjuknya di atas sana lalu memelintirnya pelan.

"Ahh!" renja kaget, dengan yang dilakukan jovan, juga suara yang ia keluarkan sendiri.

Sementara jovan yang sudah puas dengan melukis leher jenjang itu mengangkat wajahnya dan kembali mencium bibir renja yang sudah membengkak.

Renja benar-benar tidak nyaman, ini tidak benar, renja ingin berhenti. Ia mulai menangis terisak isak, apalagi saat tangan jovan semakin gencar melecehkan tubuhnya. Kini bahkan tangan yang lebih tua begitu ahli dalam membuka celana bahan yang dipakai nya.

Jovan mengabaikan si manis yang meminta berhenti dan menangis, ia kini mulai terpaku dengan bagian bawah sang adik yang terpampang jelas di depan matanya tanpa terhalang apapun. Paha mulus itu, serta penis mungil yang mencuat dengan ujung kemerahannya membuat jovan meneguk ludahnya kasar, ia sepenuhnya melupakan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Ia tak mengingat bahwa ia sendiri yang selama ini begitu menjaga renja dari hal sakit kecil pun, kini jovan sendiri juga yang merusaknya.

Jovan terlalu buta dengan keindahan tubuh renja yang mulai ia lihat perlahan lahan, hingga ia tak memikirkan konsekuensi dari perbuatannya malam ini.

"Cantik. . ." tanpa perasaan, jovan benar-benar mengabaikan tangisan renja, ia merobek piyama tidur yang dipakai si bungsu demi memenuhi keinginannya untuk melihat lebih jauh tubuh indah yang begitu ia dambakan.

"hiks. . . mas, berhenti" renja benar-benar memberontak sekarang, ia bertanya-tanya kenapa jovan seperti ini. Ini bukan sosok jovan yang akan menuruti semua yang ia katakan, jovan tidak pernah mengabaikan jika ia menangis dan mengatakan tak nyaman, namun apa ini, kenapa jovan tetap melanjutkannya.

"Shh, kenapa nangis dek? Mas cuma mau muasin kamu loh, enakan punya mas dari pada mainan yang kamu beli itu buat muasin lubangmu" ujaran itu meluncur dengan mulus, seolah-seolah yang ia lakukan ini bukanlah hal besar.

"Coba mas liat, secantik apa yang ini" renja berusaha merapatkan kakinya saat jovan malah membuatnya mengangkang lebar, menampil sesuatu yang sangat ingin jovan lihat saat ini.

"Yang ini ga kalah cantik ya? Semua yang ada di kamu indah dek" jovan benar-benar seperti predator yang menemukan mangsa incarannya, ia sepenuhnya lupa siapa yang ia lecehkan saat ini.

Mas ||Noren [ON GOING]Where stories live. Discover now