Kamael? Entah kemana. Nacia galau berhari hari, dan Jaleo hanya terus terusan menggodanya sampai Nacia berakhir menangis tapi kemudian tertawa.

Nacia terdiam, mengingat bagaimana waktu itu Jaleo berhasil membuatnya kembali tertawa hanya dengan satu kelitikan di perut, sampai Nacia memohon ampun meminta Jaleo untuk berhenti.

Ah, Nacia baru sadar, Jaleo selalu hadir di setiap momen hidupnya.

***

Jaleo membereskan kameranya. Ia tata ke dalam tas masing-masing, hingga Roman datang menghampirinya.

Roman baru saja melakukan pemotretan dengan dia sebagai brand ambassador salah satu produk kecantikan. Wajah Roman yang manis dan cantik itu membuat banyak brand ingin bekerja sama dengan Roman. Menjadikan Roman sebagai brand ambasador mereka.

"Balik, lo?" Tanya Roman pada Jaleo.

"Hm. Bini gue udah pulang jam segini." Jaleo mengecek jam yang menempel di pergelangan tangan kanannya.

"Udah takluk dia?" Tanya Roman dengan perhatian.

Gerakan tangan Jaleo berhenti, pria itu terkekeh kecil, "belum."

Roman meledek. "Gue jamin nggak mungkin sih. Tuh bocil udah kayak tom and jerry sama lo, dari dulu. Cinta matinya itu sama Kamael. Bukan sama lo."

Jaleo hanya menghendikkan bahunya, "ya liat aja ntar."

"Kalo Nacia takluk sama lo, gue botak deh." Ujar Roman secara asal, membuat Jaleo menjulurkan tangannya ke depan, mengajak Roman bersalaman.

"Deal ya?" Tanya Jaleo.

Roman membalas jabatan tangan Jaleo, "deal. Dalam waktu setahun. Kalo dia takluk sama lo, gue botakin kepala gue."

"Nggak ada cewek yang nggak bisa gue takluk in, Rom,"

"Nacia beda. Gue tau dia secinta mati apa sama adek lo itu."

Jaleo terkekeh, "di hatinya cuma ada Kamael, tapi kepalanya bakal gue buat penuh sama sosok Jaleo."

***

Nacia menggerutu kesal ketika melihat mobil Jaleo berhenti tepat di depannya. Nacia enggan membuka pintu mobil. Dia membiarkan Jaleo keluar, lalu membukakan pintu untuknya.

"Silahkan masuk, tuan putri." Ujar Jaleo, nadanya terdengar setengah meledek Nacia.

Nacia enggan masuk. Dia berkacak pinggang seraya menatap Jaleo kesal. "Tau nggak ini lewat berapa menit?"

Jaleo mengecek jam tangannya. "Tiga menit? Di jam gue."

"TIGA MENIT ITU LAMA! Tiga menit itu seratus delapan puluh detik! Ngerti nggak?! Beda banget sama Kamael! Dia pasti udah nungguin gue. Rela kepanasan. Kalo sama lo, gue yang kepanasan." Sembur Nacia tak perlu repot repot memikirkan perasaan Jaleo.

Jaleo sedikit terkejut dengan pernyataan Nacia. Oke, Jaleo tau, Nacia sensian, tapi hari ini sepertinya mood perempuan itu begitu buruk.

Jaleo menutup pintu mobil, ia berlari menuju kursi kemudinya. Jaleo memastikan suhu di dalam mobil dingin, supaya Nacia mood Nacia tidak memburuk.

"Bentar," Jaleo mengambil seat belt, memasangkan ke Nacia.

"Bete banget." Gerutu Nacia. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi mobil.

"Sorry. Lain kali lo tunggu di dalem aja, ya? Biar gue yang cari lo di dalem kampus. Jangan nunggu di luar kayak begini." Tutur Jaleo seraya ia menjalankan mobilnya membelah jalanan.

Nacia tak merespons. Dia memilih untuk menatap ke jendela. Dilihatnya kendaraan yang berlalu lalang itu.

"Haus nggak?" Tanya Jaleo.

Midnight LoveWhere stories live. Discover now