12

24 7 0
                                    

"Hmm?"

"Soal perasaanmu pada Aryan, dia dan aku tidak akan bersama. Itu hanya khayalan mama kami. Selebihnya, tidak ada yang terjadi. Aryan pun tidak menyadarinya, karena dia anak berbakti. Apa pun yang dikatakan mamanya, pasti akan dilakukannya. Jadi, meski dia tidak mencintaiku, dia akan tetap bersamaku. Namun, jelas aku berbeda dengannya."

"Kenapa kau mengatakannya? Apa ini soal pengakuan—"

"Aku tahu perasaanmu nyata. Tidak perlu menyembunyikannya, Holly. Aku sudah memberitahumu. Tidak bisakah kau jujur juga padaku?"

Holly menunduk dalam.

"Aku di sini. Aku tidak akan mengatakan apa pun dan pada siapa pun. Apa yang kau katakan akan kudengarkan tanpa prasangka."

Setelah menarik napas, Holly menatapku kemudian. "Kau benar kalau begitu. Aku memang mencintainya. Dia sudah memberikan banyak bantuan saat aku menjadi ratu kampus. Aku pikir semuanya karena rasa terima kasih dan kagum saja. Tapi setelah aku memikirkannya, semuanya lebih dari itu."

Aku menyentuh tangan Holly, meremasnya lembut. "Kau memilikiku. Aku di sini, Holly."

"Terima kasih, Qis. Kau ada untukku dan aku malah marah padamu tadi. Sesaat aku pikir kaulah yang akan menghancurkan hatiku. Melihat temanku bersama dengan pria yang aku cintai, aku tidak sanggup membayangkannya."

"Perasaan kita sama, bukan?"

"Soal cinta bertepuk sebelah tangan?"

Aku mengangguk.

Holly mendekat dan memelukku, itu mengejutkan karena tiba-tiba mendapatkan pelukan darinya. Apalagi saat dia menepuk punggungku dengan lembut. "Ya, sama. Mari menikmatinya bersama."

Tawa meluncur pada dari kami. Sungguh ajaib bisa begitu mudah menguasai perasaan satu sama lain.

"Maukah kau bertemu dengan pria yang aku cintai?" tanyaku tiba-tiba padanya.

"Hah? Untuk apa?"

Aku mendekat, duduk di sebelahnya. "Aku ingin bertemu dengannya, tapi tidak alasan untuk melakukannya. Kau akan menjad alasanku. Bagaimana?"

"Kau hendak menggunakan aku untuk bertemu dengannya? Serius?"

"Kau harus membantuku. Harus."

Holly menggeleng, memberikan penolakan dengan kedua tangannya yang juga bergerak cepat.

"Holly, sungguh?"

"Apa yang harus aku katakan padanya saat bertemu? Tunggu, apa yang akan kau katakan padanya soal aku yang ingin bertemu? Jika alasannya masuk akal, maka aku akan mempertimbangkannya."

Aku mengetuk jari ke dagu.

"Kau bahkan belum memikirkan alasannya."

"Bagaimana kalau aku menceritakan soal kebaikan dan kehebatannya padamu. Jadi kau penasaran dan memaksa ingin bertemu dengannya."

"Memaksa? Itu terlalu berlebihan."

"Agar dia mau bertemu. Kau tahu, dia sangat sibuk. Jarang bisa diajak bertemu, jadi, ya?"

Holly menggeleng geli, dia memandang aku seolah aku anak kecil yang baru kasmaran. Aku mengabaikannya, tidak peduli bagaimana dia memandangku. Yang lebih aku pedulikan adalah kemauannya.

"Kau sungguh-sungguh tidak mau membantuku?"

"Akan kubantu kalau kau membantuku."

Aku menatapnya dengan merinding. Aku merasa akan mendengar hal yang buruk darinya.

Kemelut Cinta Bilqis Where stories live. Discover now