"Ma-mama," Lirih Elen memegangi terus tangan Vanya.

"Elen, gakpapa. Dokter Chelsea baik kok," Ucap Vanya agar Elen tidak takut.

"Halo! Kenalin nama aku, dokter Cecel! Kamu Elen kan?" Ucap Chelsea seperti anak kecil. Bagaimana caranya dia harus berhasil mengambil hati anak kecil ini.

Elen mengangguk menanggapi perkenalan Chelsea. Setelah itu baru lah dia kembali menempel pada Vanya.

"Aku rasa dia takut bertemu orang baru," Kata Chelsea.

Vanya berdehem, "Sebenernya enggak juga dokter, di sekolah dia mau kok kenalan sama banyak orang. Walaupun ujung-ujungnya dia di bully sama mereka."

Chelsea rasa dia mengerti kenapa anak itu takut bertemu dengannya. Kebetulan disini Chelsea adalah dokter anak khusus terapi bicara. Tugasnya sekarang menerapi Elen agar bisa kembali berbicara seperti anak-anak pada umumnya.

"Kemarin udah di kasih tahu sama dokter Bevan kalau saya bakal kesini buat menerapi Elen?" Tanyanya kepada Vanya.

"Iya, dokter Bevan udah bilang."

"Oke, saya datang kemari belum mau menerapi Elen karena dia masih sakit. Jadi tujuan saya kesini cuma mau perkenalan dulu. Besok kalau Elen udah sembuh baru kita mulai terapinya," Jelas Chelsea sambil tersenyum.

Vanya mengangguk paham. Ia membalas senyuman Chelsea. Setelah itu, Chelsea duduk di samping brankar.

"Elen mau mainan gak? Kalo mau, dokter bakal kasih Elen mainan sekarang juga," Ucap Chelsea mengelus pucuk kepala Elen. Sedangkan Elen sendiri masih malu dan terus memeluk pinggang Vanya.

"Elen... Dokter lagi ajak kamu bicara loh. Nggak sopan orang bicara tapi gak kita denger," Kata Vanya.

Perlahan Elen mau menunjukkan wajahnya. Dengan ragu ia mendongak menatap Chelsea. Dokter itu cantik, satu hal yang ada dipikiran Elen.

"Mau mainan, hm?" Tanya Chelsea lagi dengan ulasan senyum manisnya.

"Ma-mainan?" Chelsea mengangguk. Elen beralih menatap Vanya untuk meminta persetujuan. Vanya pun mengangguk.

"Jangan ngelihat ke Mama. Kan yang mau mainannya Elen bukan Mama," Ucap Chelsea terkekeh lucu. Elen kembali menatap dokter cantik itu.

"A-aku ma-mau," Jawab Elen sambil mengangguk lemas.

Chelsea senang sekali karena hati Elen mudah sekali diambil. Perempuan itu keluar dari bangsal anak sebentar guna mengambil mainan yang sudah ia siapkan untuk pasiennya.

"Taraa, dokter bawain kucing-kucingan buat Elen. Dia bisa jalan sendiri tahu! Elen mau coba?" Tawar Chelsea sambil membukakan mainan tersebut untuk Elen.

Diterima lah mainan kucing lucu itu dari tangan Chelsea. Vanya mengucapkan banyak terima kasih atas pemberian mainan itu kepada Elen. Pasti harganya sangat mahal.

"Sayang, bilang apa ke dokter Cecel?" Vanya menuntun Elen agar berterima kasih.

"T-te-terima ka-kasih dok-ter C-cel," Ucap Elen. Karena gemas, Chelsea mengusap-usap pucuk kepala anak itu dengan sayang.

"Sama-sama cantik! Cepat sembuh ya? Dokter gak sabar deh mau main sama Elen."

Tak ada tanggapan sebab sebenernya Elen masih lemas menanggapi orang. Kini saatnya Chelsea pamit. Ia berdiri, berhadapan dengan Vanya dan brankar Elen menjadi pemisah mereka.

"Vanya kan?" Vanya mengangguk. "Boleh kita bicara sebentar diluar?"

"Len, Mama anterin dokter Cecel ke depan dulu ya? Kamu gakpapa kan disini sendiri?" Elen mengangguk sebagai balasan dari ucapan Vanya barusan.

Setelah itu mereka benar-benar keluar meninggalkan Elen sendiri dikamar itu. Di luar, Chelsea menghela nafas pelan.

"Dokter mau bicara soal biaya?" Tanya Vanya takut kalau dokter itu menagih biayanya terlebih dulu.

"Kamu tenang aja. Masalah biaya itu bisa belakangan. Btw boleh kan aku anggap kamu kayak temen sendiri?" Tanya Chelsea terlebih dulu.

Pasalnya, yang ia lihat Vanya belum setua itu. Mau manggil Ibu, Chelsea rasa kurang srek. Mau manggil nyonya, Chelsea merasa tidak sopan karenya menurutnya kata nyonya itu biasa digunakan untuk usia 40 ke atas.

"Boleh, memangnya kamu gak kenapa-napa?" Tanya Vanya balik.

Chelsea mengerutkan kening, "Kenapa harus kenapa-napa? Gakpapa kok, official ya kita temen?" Vanya mengangguk membalasnya.

"Eum... Vanya boleh kan aku tanya-tanya tentang Elen?"

"Boleh, mau tanya apa?"

"Dia gagap sejak lahir? Maksudnya sebelum ini dia sudah pernah bicara lancar atau belum?"

"Belum, dok--"

"Panggil aja Cecel, biar sama kayak yang lain," Ucap Chelsea membenarkan panggilan Vanya untuknya.

"Tapi aku ngerasa kita nggak cocok jadi teman," Lirih Vanya. Cecel mengerti, ia menatap kebawah sebentar lalu kembali mendongak.

"Semua orang itu sama, Van. Nggak ada yang membatasi kita sebagai makhluk sosial. Gakpapa, nanti juga kebiasaan. Toh mungkin kita bakal lama berteman karena tugasku mengobati Elen sampai anak itu sembuh."

Vanya terdiam, dokter-dokter di rumah sakit ini kenapa sangat baik?

"Oke Cecel. Sebelumnya, Elen belum pernah bicara lancar. Pernah aku bawa dia periksa ke puskesmas terdekat. Katanya memang ada kelainan dari bayi." Vanya menjawab lagi pertanyaan Chelsea.

Chelsea mengangguk, "Gakpapa, kita pasti bisa ngebuat Elen bicara lancar kayak yang lain."

"Makasih banyak, ya Cel. Doa terbaik balik ke kamu."

"Aamiin. Ya udah Van, aku pamit. Jagain Elen, besok kalo dia udah sembuh aku kesini lagi."

Vanya tersenyum manis. Akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya Vanya bisa tersenyum manis lagi. Senyuman itu muncul tanpa campur tangan Elen.






Bersambung.

Banyak vote = langsung update.

23 10 23

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now