58 | do not kick up a row

Start from the beginning
                                    

"untuk apa kau berdiri dan melamun di sini?"

"injoon, ini baru selesai kubuat." jaemin menunjukkan pita di tangannya, "ini kantong rempah yang bisa menenangkan pikiran."

lelaki mungil itu nampak terkejut ketika jaemin meletakkan kantong berwarna putih berikatkan pita biru tersebut ke tangannya, "aku?"

"kau antarkan saja. aku... aku ingin menyendiri untuk menenangkan diri."

"jaemin?" injoon nampak heran melihat sahabatnya yang langsung pergi begitu saja dengan wajah murung.

sementara itu, jeno segera pergi mencari peri melati ketika merasakan kesedihan di hatinya yang tiba-tiba bertambah.

🏳️

langkah pelan jeno mendekat ke arah jaemin yang sedang terduduk sembari memeluk kakinya di serambi istana dal. raja itu juga mendudukkan diri di sisi kanan sang peri, namun jaemin sama sekali tidak bereaksi. jeno mengeluarkan senyuman tipis yang lembut ketika melihatnya.

"injoon bilang kau ingin menenangkan diri. aku akan menemanimu."

"pria kaku, kau tidak semestinya menyelamatkanku."

"semua tindakanku tidak membutuhkan arahanmu."

"aku berharap dewa perang terdahulu bisa berhasil melewati rintangan dan terbang ke langit. aku juga tidak tega melihat para pasukan disegel selamanya di dunia misterius dan tidak bisa bertemu dengan keluarga sendiri baik saat hidup ataupun mati. tapi, kedua hal ini gagal karena aku. selain itu... selain itu, aku juga membuatmu terluka."

"membunuh lim chantae adalah keputusanku. kau tidak perlu merasa bersalah karena hal ini. selain itu, aku selamanya tidak akan menyesal telah menyelamatkanmu saat itu." jeno merenung, "pasti ada cara lain untuk melepas segel pasukan klan bulan. tapi, di tiga dunia yang luas, aku tidak bisa menemukan melati kedua yang bernyali kecil, suka menangis, suka mencampuri urusan orang lain, dan menyebabkan setumpuk masalah untukku, tapi juga memedulikanku, menjagaku, membuatku bersedia mendapatkan kembali pohon tujuh perasaan duniawi demi dirinya, menemaninya menangis, dan menemaninya tertawa."

senyuman kecil terbentuk di bibir jaemin karena ia sudah merasa sedikit lebih baik. jeno memutar bahu peri melati agar mereka saling berhadapan, kemudian menggenggam tangannya.

"di mataku, kau tidak pernah menjadi rumput yang tidak penting. kau juga sama sekali bukan rumput."

mendengar itu, jaemin mengangkat kepalanya.

"melati, bukankah kau selalu ingin mengetahui identitasmu?"

"melati!"

fokus mereka teralihkan ketika seseorang memanggil jaemin.

"dewa minhyung?"

jeno memejamkan matanya kesal karena minhyung merusak momennya. petir bergemuruh di langit ketika jeno bangkit berdiri menghadapi minhyung yang kini telah berada di serambi istana dal. menyadari suasana menegangkan tersebut, jaemin berlari-lari kecil ke tengah mereka.

"untuk apa kau datang?" tanya jeno dengan tatapan datar.

"tentu saja untuk membawa melati pergi."

jeno segera mengeluarkan pedang api nerakanya, "coba saja."

minhyung juga mengeluarkan pedangnya sendiri, "jika berani menghalangi, jangan menyalahkanku yang tidak segan."

"berhenti!" ucap jaemin ketika mereka berdua sudah memajukan langkah, "apakah kalian bisa meletakkan pedang kalian dulu?"

jeno segera menyimpan pedang api nerakanya ketika jaemin memajukan bibir dengan kesal ke arahnya. minhyung juga melakukan hal yang sama ketika jaemin menatapnya dengan pandangan memelas.

fairy and devil | nomin, markminWhere stories live. Discover now