Pertama Kali Foto Bareng

28 3 17
                                    

Aduh, fotonya langsung nangkring di situ, kan jadi maluu wkwkw. Untung blur ygy hehe.

Happy Reading! Jangan lupa dipencet bintangnya ya.

***

Aku sangat tahu Fauzan ini dari kaum introvert, tetapi aku heran, nih, kenapa dia menjadi sok berani banget memilih masuk ke tenda.

Tak tanggung-tanggung, dia malah disuruh masuk ke dalam rumah oleh nenekku. Sebelum itu dia pun menyalami tangan nenek, Tek Ika, dan mamaku, bahkan kerabatku yang di sana juga disalaminya satu persatu.

Gue tahu lu canggung banget kan, Zan. Haha, rasain tuh, lagian sok-sokan mau mampir.

Aku berdiri di belakang Tek Ika memperhatikannya.

"Lan, buatin minumlah. Kasih teh sana," suruh Tek Ika.

"Iya, Tek."

Aku pun patuh saja. Aku pu  meletakkan tugasku ke rumahku dulu. Rumahku dan nenekku bersebelahan, jadi Fauzan sekarang sedang di rumah nenekku---karena acara di sana.

Aku pun membuatkannya segelas teh, tidak tahu manis atau tidak, karena aku hanya menuangkan satu sendok gula.

Harusnya kan dua sendok biar manis, tetapi entah kenapa kurasa satu sendok aja cukup.

Kerabatku banyak yang duduk di dalam rumah nenekku, mereka semua duduk seperti melingkar di atas karpet, ya duduk lesehan.

Sedangkan Fauzan duduk di tengah-tengah kerabatku. Hahaha, aku ingin tertawa kencang melihat wajah polosnya.

Aku pun mengantarkan teh itu ke hadapannya. "Habisin, awas nggak habis!" kataku.

"Makasih."

Setelah itu, jangankan menemaninya duduk, aku malah meninggalkannya duduk di antara kerabatku di sana.

Lagi dan lagi aku menahan untuk tidak terbahak. Kuintip dari dapur dia menawarkan tehnya pada beberapa kerabatku yang duduk di sana, lalu diseruputnya teh hangat itu pelan-pelan.

"Lan ngapain di sini? Temanilah Fauzan di sana!" suruh Tek Ika lagi.

"Biarin ajalah, Tek, di sana udah rame, Lan mau duduk di mana lagi?"

"Ajak aja Fauzannya duduk di luar, kasihan dia melamun sendirian di sana, tuh," ucap Tek Ika.

Aku pun tertawa pelan. Iya, sih, kasihan. Duduk di tengah-tengah kerabatku sambil memegang segelas teh. Berasa dia lagi jadi tontonan keluarga besar.

Aku pun memanggilnya dan mengodenya untuk keluar. Untung saja dia mengerti dengan kode yang kuberikan.

Kami pun duduk di kursi plastik yang biasa ada di hajatan. Teh yang kuberikan tadi sudah habis.

"Mau nambah?"

"Nggak usah. Hambar," katanya mengomentari tehku.

"Dih, masih mending kubuatkan teh!"

"Gak lu kasih gula, ya?"

"Ada, kok, walau cuma sesendok."

Fauzan hanya menarik napas pelan. "Zan biasanya minum teh gulanya dua setengah sendok."

"Gak kemanisan emangnya?"

"Nggak."

"Ya udah, kapan-kapan dah, gue buatin lu teh yang lebih manis."

"Oke."

Tak lama setelah itu, Fauzan pun pamit pulang, karena takut kemalaman.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

3/10 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang