"Om Jaleo."

"Ayah Jaleo, deh?"

"Aduh, pengantin baru.. Belum apa apa udah panggil ayah bunda aja." Seorang ibu ibu yang Jaleo kenal merupakan tetangga mepet dindingnya itu mengintip dari balik gerbang, sebelum berceletuk.

Jaleo dan Nacia menoleh bersamaan. Nacia merona malu, sedangkan Jaleo mengumpat dalam hati yang kesekian kalinya.

"Mas Jaleo nikahannya dadakan banget ya. Aduh, mana istrinya kecil gemesin gitu.." ibu ibu itu terkekeh, sembari menopangkan dagunya diatas pagar. Jadi hanya kepalanya saja yang nongol di atas pagar.

Jaleo hanya bisa memberi senyum, "misi bu, saya masuk dulu ya." Tutur Jaleo dengan sopannya.

Jaleo kemudian menuntun koper milik Nacia masuk sembari satu tangannya yang lain merangkul lengan Nacia dari samping, membawanya untuk berjalan di sampingnya.

"Tunggu sini, gue ambil koper yang lain dulu." Perintahnya, yang langsung di sahut oleh Nacia.

"Cepet!"

"Iya.."

"Panas ini! Gue keringatan, Om."

"Iya Nacia.."

Setelah menjawab Nacia, Jaleo langsung berlari ke arah mobilnya yang masih terparkir di pinggir jalan. Jaleo bolak balik dari tempat mobilnya terparkir sampai ke teras depan sebanyak dua kali, membawa koper koper besar milik Nacia.

Jaleo mengambil kunci rumah di saku celananya, lalu membuka pintu rumah. Jaleo mempersilahkan Nacia masuk ke dalam rumahnya yang nampak terang karena banyaknya cahaya matahari yang masuk, mengingat Jaleo membangun rumah ini dengan konsep alam. Ia membuat banyak lubang untuk masuknya cahaya matahari di rumahnya. Atau lebih tepatnya menghemat listrik, mengingat Jaleo jarang sekali pulang ke rumah karena ia punya apartemen.

"Woaahhh, lebih besar daripada rumah Cia, ya?" Gumam Nacia. Perempuan itu berlari kesana kemari melihat satu persatu sudut rumah Jaleo.

Sednagkan Jaleo di pusingkan dengan mendorong satu satu koper Nacia masuk ke dalam rumah.

"Sumpah malam ini kalo gue di ajak malam pertama gue tolak dulu." Gerutu Jaleo dengan percaya dirinya.

Jangan diajak malam pertama, Nacia saja lebih sering meliriknya dengan tatapan sinis, daripada tatapan biasa saja. Seolah olah Jaleo bernafas saja sudah salah.

Entahlah, sumpah apa yang pernah dilayangkan oleh salah satu mantan Jaleo, sampai dia dapat istri modelan begitu. Haruskan Jaleo meminta maaf satu persatu pada semua mantannya?

"Om, kamar gue yang mana?" Tanya Nacia lagi, dengan kencang, kali ini sembari berlari ke arah Jaleo dengan nafas ngos-ngosan.

Apa perempuan itu mengitari seluruh rumahnya? Batin Jaleo keheranan.

"Ada di atas," jawab Jaleo singkat.

"Di kunci nggak?" Tanya Nacia lagi.

Jaleo menggelengkan kepalanya.

"Cia ke atas ya! Dadahhh!" Nacia langsung ngacir lagi, pergi menjauhi Jaleo yang melongo. Jadi, dia ditinggalkan bersama lima koper sialan ini?!

Jaleo menelan salivanya, menatap undakan tangga yang dilangkahi oleh Nacia. "Semangat Jaleo. Lima koper itu nggak banyak kok. Lo cuma perlu seret sampai ke lantai dua doang." Gumam Jaleo dengan nafas panjangnya.

Sedangkan Nacia dengan riang gembira naik ke lantai atas. Dia dibuat takjub dengan lantai dua yang lebih mengandalkan banyak kaca sebagai atapnya. Membuat Nacia bisa melihat dengan jelas awan dan silaunya cahaya matahari di atasnya saat ini.

Midnight LoveWhere stories live. Discover now