Eleventh -- I hate you, I love you

6.4K 340 1
                                    

Camel menatap nanar keluar jendela pesawat yang ia tumpangi. Camel tidak menyangka Melo bisa memesankan tiket pesawat untuknya lebih cepat.

Dan di pesawat itulah kini Camel berada, kelopak matanya mengerjap sayu. Suasana dingin pada malam hari di dalam pesawat membuatnya merapatkan mantel yang ia gunakan.

Dalam hati ia meneguhkan, bahwa ia tidak akan terlihat lemah di hadapan orang-orang, ia yakin bisa berdiri dengan tegap seperti biasanya dan meyakinkan pada orang-orang sekitar bahwa ia bisa dan ia baik-baik saja.

Camel melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, pukul 20.00 dan tersisa 17 jam lagi untuk sampai di Indonesia.

---

Pagi itu di kediaman keluarga Camel dikejutkan oleh kedatangan Camel seorang diri. Mereka tidak menyangka Camel pulang lebih cepat dari waktu yang Camel beritahukan.

"Ya ampun, nak! Kamu pulang dengan siapa?" Ibunya lah yang kelihatan paling cemas di antara yang lain. Ibunya memeluk Camel erat sembari mengusap lembut puncak kepala sang anak.

Camel segera memeluk Ibunya dan menumpahkan tangis yang masih tersisa dipelukan sang Ibu. Ibunya yang melihat sang anak terpuruk hanya bisa memeluknya sembari menenangkan Camel.

"Astagfirullah Camel, ada apa denganmu?"

Rasanya Camel masih tak sanggup untuk menjawab. Terlalu sakit mengingat semuanya.

"Entos, Bu. Wios we Camel ceunah tenang heula." Ayah Camel menepuk pundak istrinya lembut, disertai dengan mengusap pundak Camel.
(Sudah, Bu. Biarin saja Camel tenang dulu). Sebagai seorang Ayah ia tidak ingin anak perempuannya tersakiti.

"Kamu mau istirahat?" Ibunya merunduk untuk menatap wajah kacau anaknya.

Camel mengangguk lemas dan menghapus air matanya.

"Melo, antar adikmu ke kamar ya."

Dengan sigap Melo segera membawa koper milik Camel dan mengedikkan dagunya ke atas. Menyuruh Camel untuk menceritakan semuanya.

Sementara Camel hanya menarik napas dan melangkah menaiki anak tangga diikuti Melo di belakangnya.

---

Camel yang tengah terlelap dengan nyamannya membuka mata saat mendengar suara berisik di lantai bawah. Merubah posisinya menjadi terduduk dengan tubuh yang masih lemas.

Tumben sekali rumahnya terdengar ramai. Biasanya akan ramai pada saat-saat tertentu.

"Aulion mau bertemu dengan Camel, Bu!"

Kedua bola mata Camel terbelalak mendengar suara Aulion yang jaraknya sangat dekat dengan kamarnya. Tidak mungkin 'kan pria itu menyusulnya?

Dengan kesadaran yang terkumpul sepenuhnya Camel segera beranjak dari atas ranjang dan mengunci pintu kamar, tubuhnya bersandar pada pintu.

"Camel butuh waktu sendiri, nak. Biarkan Camel istirahat dulu." Camel mendengar suara Ibu yang terdengar lembut dengan seksama.

"Lion hanya ingin menyelesaikan semuanya, Bu."

"Baiklah. Selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin."

Jantungnya terasa mencelos mendengar apa yang dikatakan oleh Ibunya. Oh tidak! Aku tidak ingin berhadapan dengan Aulion.

Camel memejamkan matanya, berharap Aulion tidak jadi menemuinya. Camel masih belum siap bertemu dengan pria itu.

Harapannya pupus saat terdengar suara pintu yang diketuk.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang