d-11 | wishes she came out smarter

Começar do início
                                    

"Lho? Udah dateng? Iis bilang, santai aja, makeup gue enggak ribet." Si calon manten buru-buru berdiri dengan toast setengah tergigit di tangan, menatap sungkan ke tamu yang baru saja dipersilakan masuk oleh Ehsan.

"Iya Mas, santai aja." Mbak Saras, sang MUA, menjawab kalem.

"Kalian udah sarapan?" Mas Gusti nanya.

"Rencananya mau aku ajak makan setelah makeup-in Mas." Trinda yang menjawab.

"Kalau gitu sarapan dulu aja di sini. Gue mandi bentar." Masnya mempersilakan keduanya duduk di kursi makan. Sebagian cowok-cowok di situ menyingkir dengan piring masing-masing ke sofa living room supaya meja makan nggak terlalu penuh.

Sejenak Trinda memandang setengah lusin penghuni ruangan itu, nggak menemukan Mas Ismail ... sampai kemudian sebuah pintu terbuka dan sosok bertelanjang dada berjalan keluar dengan mata setengah terpejam menahan kantuk.

"Pakai baju, cuy. Ada tamu." Mas Bimo mengingatkan.

Mas Ismail melek, menemukan Trinda dan Mbak Saras yang baru saja duduk dalam radius pandangannya, refleks merengkuh diri sendiri untuk menyembunyikan dada telanjangnya.

"Oh, sorry." Cowok itu buru-buru kembali masuk kamar.

Trinda mengulum bibir biar tidak tertawa, cepat-cepat mengajak Mbak Saras memilih dari beberapa menu yang tersedia, sementara masnya pergi mandi.

Sejujurnya, Trinda masih ingin histeris dan memperpanjang euforia ruang spa semalam, tapi mengingat ini adalah salah satu hari paling bersejarah untuk keluarganya, terpaksa dia menahan diri dan berlagak kalem.


~


Tepat pukul sebelas siang, terdengar suara Mas Ismail membuka acara.

Di bagian entrance, Trinda dan Winny berdiri bersama anggota keluarga Prawirodiprodjo yang lain di belakang Mas Gusti yang diapit Pak Ardiman dan Bu Hari, menunggu instruksi dari MC.

"Dua M dapet ginian doang?" Cewek itu berdecih ke telinga masnya, melirik ke dalam ballroom dengan ceiling yang katanya setinggi sembilan meter itu. Ke chandeliers-nya yang memang kelihatan mewah, seperti di website. Ke pelaminan di seberang ruangan, yang didekorasi dominan warna hijau daun, mawar putih, dan cokelat kayu. Juga ke beberapa spot foto di sekeliling ruangan.

Sepi dan lengang karena jumlah undangan akad tidak sampai dua ratus, sementara kapasitas ruangan untuk ribuan orang.

Nggak ikut mengeluarkan duit saja, Trinda sudah ngilu duluan membayangkan jerih payah masnya berbulan-bulan atau bertahun-tahun lenyap dalam sehari hanya demi menyelenggarakan acara seperti ini.

"Julidnya bisa ditahan lima belas menit lagi nggak?" Mas Gusti balas berdecak.

Trinda mengabaikannya, fokus memandang Mas Ismail di kejauhan, yang tampak ganteng sekali siang ini.

Bukan hanya ganteng, tapi juga luwes membawakan acara, seolah sudah pengalaman jadi MC kondangan.

Mereka semua dipersilakan masuk. Mas Gusti didudukkan di meja akad, berhadapan dengan Papa Mbak Iis dan Pak Penghulu. Pak Ardiman dan Pakde Mbak Iis yang didapuk jadi saksi duduk di kedua sisi meja yang lain.

Momen ijab kabul berlangsung khidmat. Ibu Hari terharu sampai berlinangan air mata, membuat Trinda cuma bisa bertukar pandangan dengan temannya.

Begitu akad dinyatakan sah, backsound musik yang sempat padam kembali terdengar di seluruh penjuru ruangan mengiringi suara Mas Ismail yang sedang mempersilakan pengantin wanita memasuki ruangan.

Dated; Engaged [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora