Home is...

285 39 2
                                    

Kiara berdiri mematung di depan kamar si sulung. Matanya menatap lurus ke arah ranjang, dimana disana dapat ia lihat si bungsu yang masih tertidur pulas, juga si sulung yang kini tengah mengganti kompress sang adik. Tapi, yang membuatnya terdiam adalah, kehadiran dua kakaknya yang lain, yang kini duduk bersisian di sisi lain ranjang.

Kiara menggaruk pelipisnya yang tak gatal, sementara dalam diam bertanya; haruskah si bungsu sakit untuk mereka ber-5 berada di ruangan yang sama?

Pasalnya, sejak kematian orang tua mereka, tak sekalipun mereka berkumpul secara lengkap, meskipun sebentar. Yuvia mungkin sesekali masih bergabung dengannya juga Eileen dan Shanin, tapi Claretta bahkan seolah tak ingin bertemu dengan saudarinya yang lain.

Karena itu, melihat Claretta dan Yuvia duduk di sana, Kiara terkejut.

Meskipun begitu, Kiara senang. Karena meskipun membutuhkan rasa sakit yang lain untuk mereka berkumpul secara lengkap, setidaknya ia tau kalau rasa sayang itu masih ada--tertutup kabut kesedihan yang susah hilang.

Ia hanya berharap, setelah ini keadaan setidaknya bisa membaik. Setidaknya, mereka bisa saling menyembuhkan tanpa ada yang berjuang sendiri.

"--Ra!"

Tepukan di bahunya membuat Kiara berjengit. Matanya mengerjap, "hah?"

"Kamu ngapain bengong di depan pintu?"

Kiara menatap Claretta yang kini sudah berdiri di hadapannya. "Hah?"

Claretta mendecak, lalu memilih membiarkan Kiara dan kembali duduk di kasur. Kiara kembali memperhatikan Claretta dan Yuvia yang fokusnya tertuju pada si bungsu, sebelum akhirnya melangkahkan kakinya mendekat ke kasur.

"Ganti baju dulu, sana."

Suara Shanin terdengar sesaat sebelum bokongnya menyentuh kasur, membuat Kiara sontak menggerutu. Namun, anak keempat Brawijaya itu menurut, tak ingin membuat keributan saat si bungsu masih sakit.

Melihat Kiara yang menurut, atensi si sulung teralih ke dua adiknya yang lain. "Kalian juga. Bersih-bersih, sana."

Ucapan Shanin itu sontak membuat Claretta dan Yuvia ingin protes. Namun, melihat tatapan datar Shanin juga raut lelah yang terlihat jelas di wajah si sulung, membuat Claretta dan Yuvia urung dan memilih untuk menurut. Keduanya bangkit dari duduknya, dan pergi ke kamar masing-masing. Kembali meninggalkan Shanin dan si bungsu yang masih tertidur.

Melihat adik-adiknya itu, Shanin tersenyum kecil. Setelahnya, ia kembali memfokuskan dirinya pada si bungsu, seraya dalam hati berdoa agar adik-adiknya itu cepat sembuh dari luka mereka.

 Setelahnya, ia kembali memfokuskan dirinya pada si bungsu, seraya dalam hati berdoa agar adik-adiknya itu cepat sembuh dari luka mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Claretta berjalan keluar kamar dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Langkahnya terlihat santai, sementara matanya mengedar. Memperhatikan isi rumah yang tetap terlihat sama.

Tidak, Claretta tidak mengharapkan adanya perubahan di rumahnya. Hanya saja, hal yang terjadi sebulan kebelakang membuat Claretta merasa kalau bangunan yang biasa ia sebut rumah itu asing.

Brawijaya [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now