"Lho kamu gak capek? Biar ibu aja yang jemput!" Sahut Ayumi dari kebun belakang.

"Gak usah! Ibu kan nanti shift siang, takut kalau kecapekan!"

•••••

"K-kenapa sih, ka-kalian naka-lin aku te-terus!" Sentak Elen sebab lelah di godain para bocil laki-laki itu.

"Putra! Mama mu jemput!" Pekik ibunya Kenzi dari gerbang sekolah.

"Ken! Jangan bikin masalah. Ayo pulang," Lanjut Ibunya Kenzi.

Awalnya terdapat Andra, Gama, Putra, dan Kenzi. Namun kini hanya tersisa Andra dan Gama.

Sejak pagi tadi, empat laki-laki itu selalu menjahili Elen. Entah yang kasus pensil diambil, buku di coret-coret, makanan sengaja di siram air, rambut Elen yang diam-diam ditarik ke belakang. Mereka jahat kepada Elen.

Bahkan, melihat Elen diganggu seperti itu gurunya hanya menegur dengan lisan. Itupun tak membuat mereka berempat berhenti jahilin Elen.

Di belakang Elen, Andra tertawa lalu menarik lagi kuciran rambut anak perempuan itu. Disusul Gama kembali merebut buku yang anak perempuan itu bawa. Dia mencoret-coret buku tersebut hingga penuh.

"U-udah! Bu-buku aku!" Elen berusaha merebut bukunya dari tangan Gama.

"Hahaha! Gak bisa wle-wle, gak bisa!" Ledek Gama mentang-mentang sekarang tidak ada guru yang akan menegurnya karena sudah jam pulang.

"A-ww sa-sakit! An-andra be-berhen-ti!" Rintih Elen berusaha melepaskan tangan Andra dari rambutnya.

"Hiks, ra-rambut ak-u pe-pedih An-dra," Jujur Elen menangis. Dia tak bisa menahan rasa sakit di rambutnya. Padahal tarikan Andra tidak sekuat itu namun tetap saja terasa perih.

"Apa? Ngomong yang jelas dong!" Gama terus saja memojokkan Elen.

Jahat banget mereka, udah tahu Elen gak bisa bicara normal. Tapi tetap dipaksa seperti itu. Tidak punya rasa kemanusiaan.

Melihat putrinya diperlakukan seperti itu, Vanya langsung menyentak tangan Andra agar tidak menarik rambut Elen lagi. Begitu juga dengan buku Elen yang Gema bawa.

"Aw sakit! Dasar pemulung!" Rintih Andra lalu pergi begitu saja bersama Gema.

Karena sudah biasa pulang sekolah jalan, makannya Andra dan Gama langsung lari keluar sekolah dan pulang ke rumah masing-masing. Kebetulan rumah mereka hanya di belakang sekolah. Tidak jauh, masih jauhan rumah Elen.

"KALIAN JANGAN GITU SAMA ELEN!" Teriak Vanya yang tidak digubris oleh mereka berdua.

Vanya bersimpuh dihadapan Elen. Dia memegang kedua pundak putrinya lalu mengelus salah satu pipi anak perempuan itu. Elen terlihat sangat tersiksa hari ini.

"Mereka sering gituin kamu?" Tanyanya lembut.

Elen menunduk, mengusap kasar air matanya lalu menggeleng. Dia tak ingin Vanya tahu. Lebih tepatnya, Elen tak ingin Ibunya jadi banyak pikiran karena masalah ini.

"Jangan bohong, Elen..."

"Ma-mau pu-pulang," Ucap Elen mengganti topik.

Sedih melihat putrinya sulit jujur seperti ini. Padahal baru tadi pagi ia titipkan Elen kepada wali kelssnya. Tapi malah seperti ini kejadiannya.

Toh cuman di sekolah ini guru lebih dulu pulang dari pada murid-muridnya. Ini yang beneran udah sepi sekolahnya, padahal Vanya jemput belum begitu telat.

"Oke, ayo kita pulang," Vanya mengambil tas Elen lalu membawanya. Tak lupa ia gandeng erat tangan kecil Elen agar selalu berada di samping selama perjalanan menuju rumah.

•••••

Di sebuah komplek mewah kota Jakarta, sebuah keluarga sedang beradu mulut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah komplek mewah kota Jakarta, sebuah keluarga sedang beradu mulut. Mereka sama-sama sayang namun gengsi membuat mereka tak mau kalah bicara.

"Gara-gara kamu, aku gak tahu anakku di mana," terlihat seorang wanita duduk di sofa ruang keluarga. Matanya melirik sinis suaminya yang baru saja menyelesaikan makan siang.

"Anak kita," Koreksi sang suami.

"Masih kamu anggap anak?"

"Sampai kapan pun dia tetap anakku."

"Cih," Wanita itu memalingkan wajah. "Anak tapi diusir."

"Orang tua mana yang gak kaget tahu anaknya hamil diluar nikah? Waktu itu juga posisinya aku dan perusahaan sedang tersorot terus-terusan oleh publik."

"Tapi gak dengan kamu sita semua barang dia, kan?!" Nada wanita itu sedikit meninggi.

"Calm down, Cla."

"Kamu juga larang aku buat hubungin pihak sekolahnya," Wanita bernama Clara itu masih saja menyindir sang suami.

"Masalah itu udah aku beresin 2 minggu tepat setelah kepergian Vanya," Jawab Charles, suami Clara.

"Gak mau tahu! Pokoknya aku mau Vanya balik lagi ke rumah ini," Putus Clara tidak mengindahkan jawaban-jawaban Charles.

"Kalau dia udah nyaman sama kehidupannya yang sekarang?"

"Mas... Kita bahkan gak tahu Vanya bahagia enggak sama kehidupannya. Kalau dia malah hidup susah dan cuman berdua sama cucu kita?" Dia mengambil nafas dalam lalu menghembuskan nya perlahan.

"Dia cuma seorang gadis SMA yang tidak memegang uang sama sekali kala itu," Lanjut Clara nyaris menangis.

Charles mendudukkan diri di samping Clara. Ia peluk tubuh lemah istrinya itu dengan penuh rasa cinta.

"Maaf."

Tangis Clara menjadi. Ia tak bisa berada dalam situasi ini. 6 tahun sudah berlalu. Bahkan kini hampir 7 tahun tapi mereka belum menemukan jejak Vanya sama sekali.

"Aku tahu semarah apa kamu waktu itu, tapi Vanya belum paham sama dunia luar," Ucap Clara.

"Aku janji bakal cari anak kita sampai ketemu," Bisik Charles tepat di telinga istrinya. "Aku juga bakal bawa cucu kita dan manjain dia kayak aku manjain Vanya dari kecil."

"Bohong," Isak Clara. Dia tak percaya karena sudah 6 tahun lamanya mereka tak mendapat kabar soal Vanya sama sekali.





Bersambung.

10 vote di masing-masing part dari prolog smpe part 5 = langsung update.

18 10 23

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang