Kebiasaan hidup sendiri selama belasan tahun masih tertanam di dalam diri Rasel sampai sekarang. Kemewahan yang ia dapat setelah menikah dengan Jehan merupakan sebuah 'culture shock' baginya. Segala dilayani dan dijaga, bukan Rasel banget.

Meski begitu, Rasel sudah mulai terbiasa tetapi walaupun hidupnya disertakan ART, pengawal pribadi dan supir, kemandiriannya tidak akan pernah hilang. Camkan itu.

Mentang-mentang kini dirinya mempunyai pembantu, Rasel tidak mau seenaknya begitu saja. Apalagi disaat kondisinya masih sehat.

"Selamat pagi, Tuan"

Indra pendengaran Rasel menangkap sapaan Mbu Lami yang sudah pasti ditujukan kepada Jehan. Siapa lagi di rumah ini yang dipanggil 'Tuan' selain suaminya?

"Pagi, Mbu"

Meski hanya satu kata tetapi suara beratnya menggelegar di seisi dapur. Rasel tidak ada rencana untuk menyapanya karena ia sedang asik bermain air di wastafel alias mencuci peralatan masak.

Sementara Jehan saat ini sedang memandangi punggung istrinya sambil meneguk air putih dengan posisi menyandar pada pintu kulkas.

Rasel sepertinya belum sadar bahwa sang suami memerhatikannya di belakang. Dia masih asik bermain busa sabun dan membilasnya berulang kali. Sampai ia merasakan sepasang tangan melingkar di pinggang kecilnya, ya siapa lagi kalau bukan pak suami?

"No morning greetings from you, hm?" Rasel tidak menjawab. Tanggung dua alat lagi selesai sudah kegiatan mencucinya.

Jehan mengernyit aneh saat tidak mendapat jawaban. Ia tidak melepaskan pelukannya dan menoleh ke samping. Tubuh Jehan yang sedikit lebih tinggi dari Rasel, membuat pria itu dapat melihat mimik wajah sang istri meskipun dari samping belakang.

Cup

"Good morning, sayang" ucap Jehan setelah mengecup singkat leher jenjang Rasel, sengaja memulai duluan dengan harapan istrinya membalasnya.

"Aku lagi cuci pisau, jangan bikin aku robek mulut kamu yang suka cium tiba-tiba dan ngga tau tempat pake pisau ini-"

Jehan terkekeh, "Masih pagi jangan galak-galak sama suami"

Kali ini Rasel yang terkekeh. Ucapannya yang barusan itu hanya lelucon. Mana mungkin dia merobek bibir manis dan candu milik suaminya itu.

Setelah selesai mencuci, Rasel membalikkan tubuhnya tanpa melepaskan Jehan yang masih setia memeluknya. Mereka bertatapan, saling melempar senyum yang entah maksudnya apa.

Jehan sudah berpenampilan sangat rapih, kemeja abu muda serta dasi hitamnya dan wangi ciri khasnya benar-benar semerbak. Rasel masih saja tertegun oleh ketampanan sang suami yang diluar nalar.

"Good morning, suamiku." Jehan reflek tersenyum lebar oleh ucapan Rasel ini.

"Kamu nyebut aku apa? Ulang coba,"

"Ngga. Ngga ada pengulangan"

Jehan mengangkat sebelah alisnya, tak melepaskan tatapannya dari setiap gerak gerik Rasel. "Suamiku, hm?"

Rasel membuang mukanya ke sembarang arah. Merasa malu dengan godaan tersebut sementara Jehan hanya tertawa gemas melihatnya.

"Seperti biasa, morning kiss?"

Rasel berdecak seraya menutup mulut Jehan dengan kedua tangannya. "Ada Mbu Lami ngga malu?!"

Dengan tampang polosnya, Jehan menggeleng. "Kenapa harus malu?"

"Ck! Awas! Mending aku bantu Mbu Lami dari pada ngeladenin kamu kayak gini-"

Jehan tertawa kecil sembari menahan lengan Rasel yang hendak pergi lalu memanfaatkan momen ini dengan nyosor duluan, mengecup singkat bibir ranum Rasel. Tentunya Rasel tersentak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Fate of Us | JaerosèWhere stories live. Discover now