6|| Bar-barnya Vina

Start from the beginning
                                    

"Katanya orang kaya, kok belinya nasi pecel, sih? Di warung lagi, gak di resto aja gitu," sindir Vina menohok. "Tante Ratna masih punya duit kan? Gak bangkrut kan? Tumben beli di warung?"

"Kamu bodoh apa gimana?! Mana ada di resto jualan pecel? Terserah saya lah mau beli di mana juga," sewot Ratna.

"Nggak apa saya bodoh, yang penting saya punya hati. Dari pada anda yang katanya pintar, lulusan terbaik tapi hatinya mati."

"Jaga ucapanmu ya, Vina!"

Hana menyenggol lengan sahabatnya, berusaha menghentikan mulut pedas Vina yang mulai berkobar akibat pekikan wanita bernama Ratna tersebut. "Udah, jangan di terusin. Kak Ghani nungguin kita itu," bisik Hana sembari menarik lengan sahabatnya untuk menjauh.

"Kamu anaknya Delia 'kan?! Jangan mentang-mentang kakak kamu sukses, kamu seenaknya menghina saya ya anak muda!" berang Ratna, jarinya menunjuk ke arah Vina yang menjulurkan lidah.

"Vina ih, gak boleh kayak gitu! Kualat tau," tegur Hana. "Kak, ini tolong cepat bawa Vina masuk mobil aja. Hana takut di malah menjadi nantinya," ujar Hana pada Ghani yang mengangguk.

"Vina kenapa?" tanya Ghani pada Hana tanpa suara. Pria itu masuk mobil setelah memaksa sang adik untuk masuk.

Hana mengekori Ghani masuk dalam mobil lalu duduk di belakang seorang diri, karena Vina duduk bersama sang kakak di depan. "Tadi sempet mau ribut sama Tante Ratna, Kak," jelasnya.

"Gak sampai berantem atau jambak-jambakan kan?" Hana menggelengkan kepala. Ghani hanya takut adiknya sampai melukai orang lain, apalagi orang tua seperti Ratna. "Alhamdulillah kalo gitu," ucapnya lega.

Mobil yang Ghani kendarai melaju melintasi ramainya kota di sore menjelang malam hari ini, tak ada satupun yang membuka suara selama perjalanan menuju kembali ke butik.

Dalam hening, Ghani tiba-tiba memanggil gadis berlesung pipi yang membuat Hana menatapnya bingung. "Kenapa, Kak?"

"Kamu udah move on dari Fares?"

"Hah, apa Kak?" Hana tidak salah dengar 'kan?

• • •

Menunggu tiga orang yang tak kunjung datang, Delia kembali mendengus kasar. Pasalnya sudah lama ia menanti ketiganya hingga ia lelah karena bosan. Ingin menghubungi nomor salah satu dari tiga orang tersebut, namun mereka tak membawa ponselnya.

Bella muncul dari dapur kecil di butik miliknya, membawa satu teko minuman berwarna orange bercampur es batu di dalamnya. Tak hanya itu, ibu kandung Hana juga menyajikan beberapa potong agar-agar rasa anggur di atas piring.

"Seger kayaknya," ujar Delia berbinar melihat es jeruk dalam teko. "Anak-anak lama banget, mana udah laper ini," gerutunya.

"Sabar lah, paling sebentar lagi datang," hibur Bella. "Tuh, mereka datang," tunjuk Bella.

"Assalamualaikum... " ucap Vina dan Hana kompak, mereka masuk dalam butik di ikuti Ghani di belakangnya.

"Assalamualaikum... "

"Waalaikumsalam, wahai kaum muda! Kenapa lama sekali?" Delia merampas kantong plastik yang di bawa oleh putrinya. "Antre, ya?"

"Enggak kok, cuma ada kendala sedikit aja-"

"Bukan antre, Umma. Tadi tuh ada si tua gila harta beli nasi pecel juga, terus pake lihatin Hana sinis lagi. Pengen deh Vina colok itu matanya," sela Vina mengadu pada Delia.

Hana menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan sahabatnya satu ini. Sebenci itu Vina pada Ratna yang notaben-nya ibu dari sahabatnya sendiri. "Awas kualat loh, Vin," ancamnya bergurau.

"Gak ada kualat ya, Hana. Itu orang harus di balas tau nggak!" bantah Vina.

Merasa pusing dengan ocehan sang adik, Ghani membawa Vina untuk duduk di sebelahnya serta membungkam mulut gadis itu dengan sepotong agar-agar. "Makan! Jangan ngoceh aja bisanya."

Ketiga orang yang melihat tingkah kakak beradik itu pun terkekeh gemas, apalagi dengan Vina yang menatap sengit Ghani di sampingnya tengah asyik menikmati nasi pecel dengan lahap tanpa menghiraukan tatapan maut adiknya.

"Vin, makan. Gak usah emosi lagi, nanti cepet keriput," goda Hana semakin membuat Vina kesal.

"Jangan hiraukan Ratna lagi kalo dia buat ulah, biarin aja," Bella menepuk pelan pundak Vina. "Anggap aja dia angin kentut," lanjutnya. Sontak yang lain pun tertawa.

"Ya nggak kentut juga lah, Ibu," tegur Hana bergurau.

"Kamu tuh udah di sakitin loh, Han. Masih aja... kamu baikin dia," ujar Delia heran.

"Hati dia bersih, Umma."

Keempat pasang mata menatap Ghani lekat, sejak kapan pria itu memuji seorang wanita selain Umma Delia dan Vina. Seorang Ghani yang kaku dan irit bicara, kali ini memuji seorang wanita yang merupakan sahabat dari adiknya sendiri? Sungguh rekor tertinggi untuk Ghani Alfatih.

Mengangkat salah satu alisnya, menatap bergantian keempat orang yang menatapnya lekat. "Kenapa?"

"Tumban Kak Ghani muji orang? Cewek lagi?" celetuk Vina mewakili suara hati ketiga orang lainnya.

Namun, jawaban yang mereka terima tak sesuai harapan. Ghani hanya mengendikkan bahunya cuek, bungkam dan beralih fokus pada ponselnya.

Hela nafas kecewa dari dua paruh baya juga Vina terdengar hingga rungunya, "belum waktunya," gumam Ghani sangat lirih.

"Apa yang belum waktunya, Kak?" Vina menatap sang kakak seperti menuntut penjelasan.

🚧🚧🚧🚧

Jangan lupa votmen-nya ya!


KisahanaWhere stories live. Discover now