"Rini" Nathan mendekat, ketika tubuhku yang sudah dipenuhi oleh darah. Dia langsung memelukku erat.

"Grrr" Belum sempat bernapas lega, Mutan itu kembali bangun dengan mulut yang mengucurkan darah.

Aku berbalik, melihat Mutan itu berdiri lalu menatapku penuh amarah.

Tangannya melempar tubuh ku dan Nathan bersamaan.

BRAK!

Sebuah mobil menabrak kaki Mutan, membuatnya jatuh langsung keaspal. Aku dan Nathan berdiri, ketika melihat Arthur yang sudah tersadar kini keluar dari mobil bersamaan dengan Rakha.

"Nathan, kita coba melemahkannya dengan menusuk jantung si mutan" Pikir Arthur setelah berlari kearah kami.

"Baiklah" Nathan bersiap siaga, Rakha melemparkan pistol milik Gibran ke Arthur karena kondisi Gibran sudah tidak memungkinkan untuk berjalan. Rakha membawa segera Gibran masuk kedalam mobil.

Dengan sangat terpaksa, Nathan menyuruh ku untuk memancing Mutan itu dengan darahku lagi. Aku yang tidak merasa keberatan langsung membiarkan darahku kembali mengalir. Namun, sayang Mutan itu sepertinya sudah tau jebakan kami.

"Gagal! Kita harus cari jalan lain" Ujar Arthur yang akhirnya memancing Mutan itu kearahnya.

Nathan sekarang menembak punggung mutan itu kembali, membuat sebuah cairan oren keluar dari punggungnya. Saat itulah Mutan itu terduduk di aspal, ku genggam erat pisau ku lalu menusuknya tepat kejantung mutan itu.

"GRA!!" Mutan itu berteriak sangat keras. Membuat beberapa kawanan zombie berdatangan.

"Cepat bunuh, akan kuurus zombie-zombie ini" Celetuk Rakha keluar dari mobil dengan senapan yang ia temukan.

"Hiak!" Aku mengarahkan pisau ku yang masih tertancap, kesana kemari agar merobek-robek jantung si mutan.

"Grrr" Mutan itu mendongak, lalu mengeluarkan sebuah cacing hitam disertai cairan yang menyengat. Arthur menarik ku kebelakang agar tidak kena cairan itu.

Cacing hitam itu bergerak menjijikan kearah kami.

Nathan yang tidak ingin mengambil resiko, akhirnya menembaki cacing-cacing itu.

"Cacing apa itu?" Aku yang sangat asing dengan cacing itu mulai merasa takut.

"Itu parasit" Jawab Arthur.

"Cepat kita harus pergi" Sela Nathan yang langsung mengajak kami semua pergi.

Rakha yang sedang sibuk menembak, ditepuk oleh Nathan agar berhenti. Didalam mobil aku merasa seperti ada yang kurang.

Aku baru sadar kalau sedari tadi Bundi tidak ada.

"Bundi!! Dimana dia" Aku mencari Bundi, yang membuat semuanya panik.

"Guk!" Gonggongan Bundi terdengar, kami melihat kesumber suara dimana Bundi sekarang di gantung terbalik oleh Mutan yang kembali bangkit.

"Bundi" Mataku mulai panas, aku berlari keluar dari mobil lalu berlari mendekat kearah mutan itu.

"Lepaskan dia!"

Mutan itu langsung memisahkan kepala Bundi dari tubuhnya.

"Bundi!!" Aku berteriak histeris saat itu juga.

Mutan itu langsung melahap habis tubuh Bundi, Nathan menggendong ku karena sudah cukup berurusan dengan mutan yang tidak ada mati-matinya.

🍀
.
.
.
🍀

Mobil melaju dengan cepat, aku melihat kebelakang dimana Mutan itu berlari mengejar kami. Langkahnya yang besar membuat tanah tergoncang hebat.

"Arthur! Kenapa mutan itu sulit untuk dikalahkan?" Tanyaku dari jog belakang.

"Aku tidak tau? Aku belum meneliti lebih lanjut soal mutan" Jelas Arthur dengan nada panik.

Netraku teralih kesebuah bus yang tiba-tiba saja melaju cepat kearah kami

"Awas!!"

BRAK!!








Mobil kami mengalami kecelakaan, aku terbangun dengan mobil yang sudah terbalik. Aku membangunkan Rakha yang ada disebelahku.

"Cepat keluar" Ucapku, yang sekarang berusaha keluar dari mobil.

"Huh--- huh" Napasku tersengal hebat, semua temanku sudah keluar dari mobil. Gibran dituntun oleh Rakha untuk berjalan.

Aku berdiri, lalu melihat Mutan itu yang menginjak bus itu sampai ringsek.

"Lari! Lari!" Seru Arthur menyuruh kami. Kami berlari sesuai arahan Arthur, Mutan yang marah terus mengejar kami. Kami berbelok, lalu dengan cepat masuk kesebuah rumah bersembunyi didalamnya.

Mutan itu mencari kami yang sudah menghilang entah kemana. Gibran merintih, lalu Arthur langsung mengobati kakaknya itu dengan cara yang pernah ia pelajari.

Kratak!

Tulang Gibran berbunyi, membuat Gibran tidak sanggup menahan rasa sakitnya.

Prang!

Kaca rumah pecah, kepala mutan itu masuk melihat kami semua dengan mata merahnya. Aku yang bingung refleks menusuk pisauku ke mata si mutan.

Mutan itu meronta, dengan membentur-benturkan kepalanya aku kembali menusukkan pisau ku kemata satunya membuat mutan itu buta.

"Kerja bagus Rin" Ujar Nathan, yang langsung menarik ku pergi.

Kami berlari melewati pintu belakang, kabur dari kejaran si Mutan yang masih terdengar meronta kesakitan.

🍀***🍀

20 menit kami berlari, aku akhirnya menyerah dengan terduduk dijalanan dengan napas yang menggebu.

"Ker--- kerja bag--gus semuanya" Arthur mengacungkan jempolnya.

Kami semua saling memberikan senyuman karena berhasil melawan mutan itu.

Namun masalah kami belum selesai, tiba-tiba saja sebuah truk datang kehadapan kami. Lalu terlihat beberapa orang berkaos hitam turun dari truk itu.

Mereka menodongkan pistol kearah kami, aku berdiri dengan tatapan yang bingung.

"Mereka yang dimaksud Doni" Celetuk Nathan menodongkan senapannya.

"Apa maksudmu?" Tanyaku yang tidak tau.

"Mereka komplotan Doni, Tristan menghubungi mereka untuk menyerang kita" Jelas Nathan.

"Siap semuanya kita akan bertarung" Seru Gibran yang kakinya sudah kembali membaik.

Ku genggam pisauku, karena sekarang akan melawan preman-preman itu. 15 vs 5.

***

TBC

KOTA ZOMBIE ✔Where stories live. Discover now