#tujuh • nilai & kejujuran

45 26 25
                                    

Senin ini, siswa SMA Dandelions dibuat senang karena pagi ini sedikit gerimis yang artinya tidak akan melaksanakan kegiatan upacara bendera. Akibatnya, jam pelajaran dimajukan satu jam.

"Dari kesimpulan yang kami sampaikan tadi, kami membuka sesi tanya jawab dengan tiga pertanyaan."

Allura menjulurkan tangan hendak bertanya, tapi terpotong oleh ucapan temannya di depan yang sedang presentasi. "Kecuali Allura."

Sorakan terlontar dari siswa lainnya. Allura memang sepintar itu sampai ketika teman-temannya presentasi mereka lebih takut mendapat pertanyaan dari Allura dibanding guru.

Kerap kali pertanyaan yang diajukan oleh Allura benar-benar sulit untuk dijawab, maka dari itu mereka yang enggan menerima pertanyaan dari gadis itu.

Maka beruntunglah yang berada satu kelompok dengan Allura karena mereka tak perlu berpikir sekeras itu untuk menjawab pertanyaan yang datang.

"Masa gitu? Nggak adil dong." Protes Allura.

"Sudah-sudah, lanjutkan," ucap guru menengahi.

Bel pergantian mata pelajaran berbunyi. "Baik kita sambung pertemuan berikutnya. Untuk kelompok yang belum presentasi diharapkan untuk lebih bersiap lagi. Selamat Pagi!"

"Pagi bu!"

Selepas guru meninggalkan kelas suasana mulai riuh. Beberapa siswa merenggangkan badannya karena pegal.

"Matematika ulangan cuy." Celetuk Revano menyiapkan buku matematika di atas meja.

"Semoga aja gurunya nggak dateng." Sahut Kevin.

Bagaimana mau pintar, ke sekolah saja pikiran semoga gurunya tidak datang.

"Duh, gue belom belajar lagi." Keluh Allura dengan wajah frustasi.

"Lo nggak belajar aja udah pinter Al." Sahut Dianna, mempelajari materi yang akan diujikan.

"Nggak lah, lo mah lebih pinter dari gue."

Tidak ada yang tau kalau Allura juga sama seperti Dianna, belajar hingga larut malam demi nilai yang sempurna. Ia berkata seperti itu hanya ingin terlihat “sedikit keren”.

"Pagi anak-anak! Hari ini kita ulangan. Siapkan satu lembar kertas dan pulpen diatas meja!" Para murid mulai lesu saat Bu Sri masuk kelas dan menyapa muridnya dengan semangat.

"Jam pelajaran hari ini hanya dua jam, satu jam untuk ulangan dan satu jam untuk koreksi. Jangan menyontek! Lebih baik nilai jelek daripada menyontek!" Waktu mengerjakan soal mulai berjalan kala Bu Sri selesai membagikan soal ulangan.

Waktu terus berlalu. Detik bergati menit, menit berganti jam. Beberapa siswa sudah mulai mengumpulkan lembar jawaban ke depan. Ada juga yang pasrah dengan jawabannya.

"Lo udah, Na?" Tanya Allura yang hendak mengumpulkan lembar jawaban.

"Belom." Jawab Dianna singkat.

Dianna masih fokus mengerjakan soal di hadapannya, sampai suatu ketika Allura membenarkan tali sepatunya yang lepas. Gadis itu membiarkan jawabannya terlihat jelas oleh Dianna. Sungguh Dianna tidak bermaksud menyontek.

"Satu menit lagi. Kerjakan sebisanya saja. Yang telat mengumpulkan dianggap tidak mengerjakan!"

"Buruan, Na." Kata Allura, bangkit lalu berjalan ke depan.

Dianna menggigit bibirnya, wajahnya terlihat pucat, ia terdesak. Ia masih pusing memikirkan jawaban pertanyaan terakhir. Sekilas terbayang wajah mamahnya yang selalu mengomel jika nilainya turun.

Dengan terpaksa ia menulis apa yang ia lihat di kertas jawaban Allura lalu mengumpulkannya.

Satu jam terakhir pelajaran matematika digunakan untuk mengoreksi jawaban. Setiap orang mengoreksi jawaban orang lain yang telah dibagikan lalu dikumpulkan lagi dan diberi nilai yang kemudian kertas akan dikembalikan pada pemiliknya.

"Yang mendapat nilai di bawah 75, remedi," ucap Bu Sri memberikan perintah.

Satu siswa mengangkat tangannya, menginterupsi, "Katanya nilai jelek tapi jujur lebih baik daripada nilai bagus nyontek, kenapa kita harus remedi?" Kevin dengan otak setengahnya protes tidak terima.

"Ibu tahu kenapa selama ini kita nyontek? Karena kalau nilai kita jelek, kita harus mengerjakan remedi, sedangkan kalau nilai kita bagus kita nggak perlu melakukan itu. Yang terjadi, nilai bagus lebih diapresiasi daripada kejujuran." Lanjut Kevin. Bu Sri yang sudah berdiri hendak pergi kembali duduk mendengarkan perdebatan dari muridnya.

Beberapa siswa mengiyakan bahkan mendukung apa yang diucapkan oleh Kevin. Seisi kelas dipenuhi sorakan sampai satu suara menginterupsi.

"Sejak kapan kejujuran butuh apresiasi?" Kevin menoleh pada arah suara. Dengan pandangan mata kosong menatap lembar kertas nilainya yang sempurna Allura menyampaikan opininya.

"Emang harus ada pujian untuk kebaikan? Saya menjalani prinsip saya dengan tidak menyontek bukan karena mengharapkan ucapan manis orang, tapi supaya kita bisa tidur dengan nyaman tanpa harus pusing memikirkan ambisi yang dibungkus oleh kecurangan. Iya 'kan, Na?" Allura menoleh ke arah Dianna di kalimat terakhirnya.

Dianna tercekat menahan napas. Benar saja semlaman ia tak bisa tidur memikirkan hasil ulangan yang hampir sempurna tapi tak berguna.

***

Saya tau ini terlalu slow update
Bonus foto Revano
By pinterest

Saya tau ini terlalu slow updateBonus foto RevanoBy pinterest

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

5 Oktober 2023

Home To YouWhere stories live. Discover now