[Bab 04; Pemandangan Baru]

10 2 0
                                    

Hasbi Respati

Mata kanan saya terbuka lebih dulu guna mengintip keadaan di sekitar tempat saya berada, ranjang dan kamar. Sudah hampir 24 jam saya berbaring sampai rasanya sekujur tubuh saya seperti pegal dan ngilu. Begitu berhasil membuka mata, saya beranjak turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar.

Pintu kamar anak-anak tertutup, hari juga sudah siang sepertinya. Tubuh saya masih terasa lemas sisa demam hari kemarin, karena sudah lama tidak sakit jadi begitu ditimpa sakit langsung terasa berat.

Kaki saya berjalan menuruni tangga dengan malas. Melihat ke arah gorden jendela rumah yang sudah terbuka sampai sinar matahari berhasil masuk. Di ujung tanggalah langkah kaki saya benar-benar berhenti, menemukan sosok wanita dengan rambut disanggul asal yang nampak tengah terduduk menghadap meja makan sana.

Aruna, dia ada di rumah.

Kembali berjalan, saya mendekat ke arah Aruna. Dia hanya menoleh sesaat dan kembali berfokus pada ponsel yang entah apa isinya, saya tak pernah memaksa untuk bertanya, biar dia merasa aman dengan privasinya. Saya mampu percaya padanya.

" Sudah bangun ternyata. Saya buat sarapan, cuma bubur tawar tapi, karena saya pikir kalau kamu sakit ada baiknya makan yang lunak dulu "
" Terimakasih "
" Mau langsung sarapan? Atau mau saya siapkan air hangat untuk mandi? "
" Sarapan dulu deh "

Duduk dengan nyaman pada kursi di samping tempat Aruna, saya memperhatikan Aruna yang beranjak. Dia mengalaskan bubur pada mangkuk putih berukuran sedang.

Heran. Apa yang saya lihat pagi ini? Kenapa Aruna mau melayani saya meskipun hanya mengalaskan makan?

" Saya campur garam kok, tapi mungkin rasa yang dominan tetap hambar. Mau ditambah kecap? "
" Boleh " lagi, dia menuruti saya. Menuangkan kecap dan kembali duduk di samping saya.

Tangan saya terulur bermaksud menerima mangkuk yang dia bawa, namun pikiran saya ternyata salah, dia tidak menyodorkan mangkuk. Saya mengerjap bingung beberapa saat, dan kebingungan saya semakin menjadi ketika ia memutar duduk menghadap saya.

Mata saya tak bisa lepas memerhatikan setiap pergerakan Aruna, dia mengaduk bubur dalam mangkuk dengan apik. Menyendok dan, tunggu– dia menyuapi saya? Lagi?

Bengong, hanya itu yang saya lakukan ketika Aruna benar-benar mengarahkan sesendok bubur ke hadapan mulut saya.

Jangan buat saya gila Aruna, rasanya jantung saya hampir meledak hanya karena kamu suapi. Mimpi apa saya semalam ketika demam. Rasa-rasanya saya begitu melayang hanya karena kamu memperhatikan saya.

Serayu SenjaWhere stories live. Discover now