EPISODE - FOURTEEN

39 5 0
                                    

_Happy Reading_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Happy Reading_




Eugene, saat ini tengah menekuk kedua lututnya—tatapannya kosong di luar Villa. Tidak ada yang tahu alasan dia bertingkah seperti demikian. Sepulang dari rumah sakit bersama Satya, dia langsung memasuki kamarnya. Mengabaikan ketiga temannya yang mengeryit heran, sampai mengurungkan niat awal bertanya mengenai informasi yang didapatnya.

Hal yang terjadi setelahnya Taho memilih untuk menganalisis data yang sudah dikemas apik di dalam laptop milik Avys. Setelahnya menyusul Avys yang sudah tidur lebih awal.

Tersisa Viken, ia masih tidak dapat tidur. Tentu saja, pagi tadi ialah orang terakhir yang bangun. Melirik ranjang sebelah—kedua manusia itu sudah tertidur pulas beberapa jam lalu. Saat netranya ke arah pintu ternyata tidak tertutup dengan rapat, ia beranjak dari ranjangnya. Menutup pintu tersebut, mungkin itu alasannya kedinginan susah untuk terlelap.

Mengintip kasur atas, ia tidak mendapati pergerakan dari sana. Kakak tertuanya pergi ke mana? Apa mungkin berada di luar. Mengambil jaketnya lalu ia mencari keberadaan sang kakak.

Rasanya sudah lama, panggilan kakak tidak ia ucapkan untuk beliau—hanya dibeberapa kesempatan panggilan itu kembali ia gunakan. Hanya Avys yang masih formal kepada saudara pantinya.

Kakinya terhenti, kala menyaksikan Kakak tertuanya sedang melamun di depan teras Villa. Udara dingin begitu menusuk tulangnya, padahal dirinya sudah mengenakan jaket tebal. Namun hal itu rupanya tidak dirasa oleh seseorang yang terduduk di sana.

Menepuk bahu itu, Eugene hanya menoleh sebentar lalu ia kembali seperti awal—menatap kosong.

"Kak, udah berapa kali gue ingetin kalau ada masalah cerita. Jangan cuma dipendem sendirian, di sini ada kita."

Eugene, memang lebih banyak penasaran namun pada akhirnya ia akan tetap memendam perasaannya sendiri. Memang egois tetapi ia juga bingung menjelaskan.

"Viken," panggilnya nyaris tak terdengar.

"Lo tau ngga? Orang yang gue suka—...." menghela napas berat. "Dia sakit."

Mengepal tangannya di dahi sembari memijat pangkal hidungnya. "Gue ngga berguna, dari awal gue emang ngga diharapkan!"

Apa yang dilihat olehnya? Ia tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis yang memberikan beannie padanya, tengah di dorong menggunakan kursi roda. Awalnya Eugene terkejut beberapa kali memastikan, barulah ia tersadar setelah kursi roda tersebut berkelok masuk ke dalam ruangan ICU.

"Kak, dengarkan Viken. Kalau kita ngga diharapkan, kita ngga bakalan lahir ke dunia ini."

"Tapi kenapa rasanya semesta tidak mengaharapkan kehadiranku!" Berseru getir, na'as sekali hidupnya.

Eye~Brows ▪︎ [ ᴛᴏᴍᴏʀʀᴏᴡ x ᴛᴏɢᴇᴛʜᴇʀ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang