EPISODE - TWELVE

45 5 0
                                    

_Happy Reading_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Happy Reading_




Seakan tahu atas kecurigaan yang lain. Viken tiba-tiba mengajak mereka bermain game kepercayaan. Di sini kepercayaan masing-masing akan diuji. Dan sekarang mereka sudah duduk melingkar di dalam bilik kamar, tepatnya di tengah himpitan kasur beralaskan karpet abu. Urutannya dari kanan Viken, Eugene, Avys dan Taho.

"Game kepercayaan?" Beberapa kali memastikan.

"Iya. Emang kalian mau kita nyelesaiin kasus ini, tapi masih ngga bisa percaya satu sama lain?" Sindir Viken.

"Cara mainnya gimana?"

"Coba ungkapin pengalaman yang kalian rasain, ketika sudah tidak berada di panti lagi. Terus kita juga saling nebak gitu, beberapa perubahan dan kecurigaan yang kita rasain."

Baik Eugene, Taho, dan Avys mengangguk paham. Setelah itu Viken mengajukan dirinya yang akan mengasih contoh pertama kali. Namun sebelum memulai dirinya ingin memastikan sesuatu.

"Pertama-tama, kalian pasti curiga kan siapa yang nyebarin rumor itu di sekolah?" Atensi kini tertuju pada Viken dengan tatapan penuh selidik, "Kalau itu, biarin jadi tugas gue." Jawabnya terdengar dengusan dari yang lain.

"Kita mulai yah. Coba ungkapin masa-masa kita saat sudah tidak berada di panti."

"Dimulai dari gue, orang yang lebih dulu ninggalin panti. Setelah pergi dari panti gue rasa 'arti keluarga' itu akan asli di depan mata kita," dalam konteks harmonis seperti kebanyakan dambaan setiap anak. "Tapi gue sadar ini ngga berjalan semestinya. Kalau kalian mau tahu, Ibuku berada di dalam sangkar dengan sebuah mental yang tak wajar. Iya, Ibu ada di rumah sakit jiwa."

Detik itu, terasa sengatan kalbu yang mendalam. Bagaimana bisa mereka baru mengetahuinya sekarang? Kalau tahu dari dulu, mereka akan lebih saling mengerti satu sama lain.

Rupanya mereka kala itu hanya sebuah teman yang menjadi orang asing, jika itu menyangkut tentang kehidupan pribadi masing-masing.

"Gue, selalu menjauh dari kalian. Tapi Umma tahu semuanya," Bagaimana pun sosok Ibu sangat peka akan hal demikian. Sebisa mungkin Viken sembunyikan, beliau bisa menebaknya tanpa sangkalan.

"Dan sekarang kalian juga, harus ungkapin apa yang kita ngga tahu. Ternyata benar keterbukaan dalam hubungan itu sangat perlu."

Permainan itu berlanjut pada Eugene. Dia menghela napas berat, beberapa kali menelan ludah sebelum mengungkapkan arti keluarga dalam ruang lingkupnya.

"Sebenarnya. Gue juga nyimpen sesuatu dari kalian, gue punya tanggung jawab besar setelah keluar dari panti."

"Orangtua gue, beliau tidak cukup mampu sanggupin gue makanya dia ninggalin gue di panti. Ternyata umur mereka udah tua, sebisa mungkin harus gue yang urus mereka." Kekehan lirih, terdengar dari mulut Eugene. Dan dia juga terakhir kali meninggalkan panti dari tiga temannya. Bahunya ditepuk halus oleh Avys, tidak menyangka beban Eugene berat juga.

Eye~Brows ▪︎ [ ᴛᴏᴍᴏʀʀᴏᴡ x ᴛᴏɢᴇᴛʜᴇʀ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang