Satu.

139 5 0
                                    

Alarm berbunyi 10 menit lalu, Bumi sudah tidak tahan dengan suara berisik tersebut. Dengan rasa malas yang masih menjalar, Bumi meraih ponselnya dan mulai mematikan alarmnya.

Bumi mendudukkan dirinya, mengumpulkan sisa-sisa nyawanya sekalian mengumpulkan niat untuk beranjak dan turun ke dapur untuk sarapan. Ibunya sudah membangunkannya sedari tadi, tapi karna dia sudah dikejar waktu jadi langsung cepat-cepat pergi.

Berjalan menuju dapur dengan mata yang masih setengah tertutup, salah siapa maraton drama korea sampai larut malam. Sesampainya di dapur ia terkejut, tapi tetap cool. Sudah lumayan biasa dia melihat pemandangan ini setiap pagi. Ia sengaja dipanggil oleh Bella; ibu Bumi untuk menjaga dan mengantar Bumi ke sekolah selama ia bekerja. Mengingat Bumi baru saja duduk di bangku kelas 1 SMA, masih butuh diawasi. Dan itu sangat easy untuk Sekala yang sudah dewasa dan kuliah.

Alasan lain adalah karena umur Bumi yang menurutnya terlalu cepat masuk sekolah, umur Bumi sekarang menginjak 14 tahun.

Terlihat Sekala begitu santai bermain ponsel sambil mengunyah roti bakar di mulutnya, Skala bukan contoh laki-laki yang suka main game. "Game itu cuma buang-buang waktu, seru awalnya akhirnya juga bikin emosi, bikin lupa waktu," ya begitulah kira-kira, ceramah dari Sekala.

"Kebo"

"Hm," singkat Bumi dengan tatapan tajamnya, lalu mendudukkan dirinya di samping Sekala dan mulai memakan roti bakar buatan Skala. "Huh.. Gosong", gumam pelan Bumi. Dia ingin sok-sok an menilai masakan Sekala seperti di Master Chef, tapi karna masih ngantuk jadi males.

Bumi mempercepat makannya dan segera mandi, merendam dirinya pada bak penuh berisi air dingin. Yang langsung membuatnya segar dan melek seketika, setelah selesai mandi dia diam di depan lemari.

Sempat ia lupa ini hari apa, sehingga membuatnya bingung memakai seragam apa. Mungkin efek kelamaan libur.

"Bum, cepet ntar gerbangnya keburu ditutup. Gausah dadan segala," suara nyaring Sekala menggelegar di penjuru rumah hingga ke kamar Bumi.

"Dih, sapa juga yang dandan"

"Yaudah, cepet"

❁❁

Selama perjalanan di dalam mobil Skala dipenuhi oleh cerita dan curhat yang keluar dari mulut Bumi, Sekala hanya bisa tersenyum dan mengangguk saja menghadapi lawan bicaranya. Tidak tau harus menanggapi dengan apa.

"Dah sampe, turun"

"Iya, makasi kak. Ntar anter aku pulang juga ngga?"

"Gatau, tinggal liat nanti sempet atau ngga"

Bumi mengangguk paham lalu memberi salam sebelum ia berbalik dan berjalan maju ke arah sekolah barunya, sungguh dia gugup bukan main. Banyak perempuan-perempuan cantik nan gaul di sana, membuatnya sedikit insecure dan mulai menunduk.

Bumi menoleh ke kanan, kiri mencari ruang tujunya, ia sempat bingung lantaran sekolahnya yang maha luas nan besar. Akhirnya ia memberanikan diri bertanya pada seorang lelaki di sudut sana yang sedang mengobrol dengan temannya, dilihat-lihat sepertinya dia senior.

Bumi berjalan dengan langkah kecil yang bergetar, karena Bumi jarang bergaul apalagi dengan laki-laki. Palingan juga sama Skala doang.

"Ehem.. Permisi kak"

Atensinya beralih dari temannya, ia menoleh, tak langsung bertatap pada Bumi. Ia harus sedikit menunduk lantaran Bumi yang sedikit pendek. Karena hal itu juga yang mengharuskan Bumi untuk mendongak agar bisa melihat paras si lelaki.

"Oh, iya. Kenapa? Peserta didik baru ya?"

"Iya, kak. Anu.. Ruang kelas IPA 5 dimana ya?"

"Sini kuanter."

Bumi menyunggingkan senyum, membiarkan si lelaki memimpin jalan dan Bumi di belakangnya. Lelaki itu sesekali menarik lengan Bumi, saat Bumi tak sengaja terhimpit diantara kerumunan tersebut.

Uhh, sekolahnya sangat ramai, melihat itu saja sudah mulai membuat energi Bumi melemah. Banyak yang menatapnya sinis, sesampai nya di ruang kelas, Bumi berterimakasih pada si lelaki tadi, dan bergegas mencari tempat duduk, dan langsung meletakkan tasnya, baru ingin merogoh handphone nya. Ia langsung mendapat sapaan dari suara asing.

"Hai, bangku ini kosong?"

"Eh, iya. Silahkan," Bumi tersenyum canggung, yah perbincangan mereka tak berhenti sampai disitu saja, Bumi mendapat teman baru, Killa namanya. Memang, Killa 2 tahun lebih tua dari Bumi tapi mereka tetap mengobrol hingga guru memasuki kelas, tak ada materi pembelajaran. Hanya perkenalan sekilas dari sang guru, hingga waktunya pulang, Bumi menunggu di gerbang setelah menelpon Skala untuk menjemputnya.

Tak lama, ada sesuatu di belakang nya. Sesuatu menghantam kepalanya, Bumi ber-aduh nyeri lantas menoleh, Bumi tak mengenalinya. Namun, nampak seorang gadis dengan dua pendamping nya. Ew, bawa circle.

"Heh, bisa-bisanya lo caper ke cowo gue!"

"Sama yang lain kan bisa? Harus banget sama cowo gue?!" imbuhnya

"Maksud kakak apa sih? Aku ngga ngapa-ngapain, cowo kakak yang mana?!"

"Yang tadi pagi lo gandeng, tolol! Andhika Pancakarsa!"

"Aku ngga tau, kak"

"Heleh!" gadis itu mulai menarik kerah Bumi dan memaksanya untuk berdiri dan menatapnya dengan tatapan tajam seakan ingin membunuh Bumi saat ini,

"Lain kali gausah deket-deket dia lagi, anak baru gausah belagu, gue juga tau lo masih bocil," gadis itu mendecak.

"Bocil kok sekolah di sini," ucapnya sambil melenggang pergi. Sedangkan, Bumi. Ia lantas berdiri dan membersihkan dirinya dari debu agar tak dicurigai oleh Skala.

Pas sekali, saat Bumi selesai membersihkan bajunya yang kotor, Sekala sudah sampai. Bergegas Bumi masuk ke dalam Mobil Sekala yang sejuk nan wangi, entah karena wangi parfum dari cowok itu atau dari pewangi di AC.

Setelah Bumi masuk, Sekala langsung menjalankan mobilnya menuju rumah.

"Jadi, gimana sekolahnya?"

"Good," katanya diiringi tawa canggung.

"Nice info"









Hai, guys!
Aku bikin cerita lagii, wdyt??

Lanjut?
Yay or nay?

Bumi dan Sekala Where stories live. Discover now