Laki-laki itu turun dengan lesu.

"Lo turun sendiri? Leo mana?"

"Tidak mau, sepertinya perasaannya buruk. Padahal sebelumnya dirinya begitu bahagia dan tertawa begitu keras, apa yang terjadi?"

Davin juga tidak tau, Leo benar-benar tertutup dan tidak pernah membicarakan kehidupannya meski sedetikpun.

"Eh gue konsultasi ke Dukun,"

"Dukun?"

Davin mengangguk. "Mungkin dukun bakal tau gimana cara lo balik ke masa lalu. Nggak mungkin juga lo disini selamanya, kan? Ini bukan tempat asal lo tinggal. semakin lama lo ada di dunia ini, semakin bahaya buat lo." jelas laki-laki itu.

"Dukun? Emang dukun bisa buat Sing pindah dimensi apa?" Kalimat itu berasal dari Leo yang berada di tangga itu.

"Lo udah nggak apa-apa, kan?" tanya Davin.

Leo turun dan laki-laki itu duduk di sofa dengan napas berat.

"Nggak baik-baik aja. Tapi, yaudah. Mau gimana lagi?"

Davin langsung duduk di dekat Leo.

"Lo nggak mau cerita apa gitu soal hidup lo? Alasan jelas lo sempet mau bunuh diri, sebenarnya apa yang lo lalui?" tanya Davin penasaran.

Terlihat jelas meski Sing terlihat cuek, namun laki-laki itu juga nampak penasaran.

"Apa bunuh diri itu harus ada alasannya?" Pertanyaan Leo membuat Davin memasang muka datar.

"Sialan lo! Btw, cewek itu siapa? Pacar lo? Temen lo? Saudara lo? Atau siapa?"

"Lo kepo banget, Vin! Aelah!!" Leo mengambil camilan yang berada di dalam toples itu.

Laki-laki itu memakannya dengan santai.

"Hei! Kita udah kenal sepekan ini! Kita harus saling terbuka, Leo!"

"Lebih baik buka-buka baju aja, gimana?" Leo benar-benar sangat menyebalkan. Itulah yang dirasakan oleh Sing.

"Apa pertanyaan tulus kita, hanya lelucon untuk mu, Leo?" Sing bersuara.

Nada suara laki-laki itu berubah seperti orang dewasa yang berwibawa. Matanya juga begitu tajam melihat Leo yang berada tepat di hadapannya. Hanya di batasi oleh meja.

"Tatapan mata lo!"

"Menyimpan rasa sakit itu tidak menyenangkan. Kau tau kenapa? Itu menyakitkan. Kau memiliki tempat untuk bercerita, kau memiliki kesempatan untuk membagi luka dan duka mu. Namun apa? Kau menganggap remeh lukamu dan orang-orang yang bersedia mendengarkan mu!" ujar Sing. Laki-laki itu mengucapkan sambil memukul-mukul dadanya dengan keras.

Kalimat yang dikatakan Sing membuat Leo dan Davin terdiam.

"Simpan saja. Kau memang seperti itu!" Sing bangun dari duduknya. Laki-laki itu pergi begitu saja menuju kamarnya dengan rasa kecewa yang besar kepada Leo.

"Dia kenapa?" Tanya Leo.

"Mana gue tau! Lo nyakitin perasaannya!"

"Gue nggak nyakitin pun!"

"Hei! Sing itu dari masa lalu, dia hidup di jaman lalu dan kalo di perkirakan usianya jauh banget sama usia kita. Lo seharusnya memahami dia!"

"Tau ah!" Davin pergi meninggalkan Leo. Bagaimana Davin memilih untuk pergi ke dapur dan membiarkan Leo begitu saja.

Leo merasa sedikit sedih, namun dirinya tidak ingin membagi lukanya dan mendapatkan belas kasihan. Dirinya tau betul, menyimpan semuanya sendirian itu menyakitkan, dan laki-laki itu merasakannya. Itulah mengapa dirinya ingin mengakhiri hidup sebelumnya.

"Leo! Lo mau makan, nggak! Ayo makan!!"

****

[Kehidupan masa lalu, 1900]


Pagi ini Sing tiba di rumah orang tuanya. Laki-laki itu memasuki rumah berbentuk seperti bangunan kas Eropa yang jauh lebih besar dan mewah dari tempat tinggalnya yang berada di pedesaan.

Rumah orangtuanya tepat ada di pusat kota, dan kedua orangtuanya cukup terkenal karena kekayaannya dan juga kebaikannya.

"Sing?" Perempuan berambut pendek berwarna coklat itu mendekati dirinya.

"Ibu?" Sing segera memeluk erat sang Ibu. Perempuan itu adalah orang tuanya.

"Bagaimana kabar mu? Kenapa kau lama sekali tidak kemari?" Tanyanya.

"Maafkan aku, kondisi di kota tidak baik, aku harus melindungi desa ku, aku takut hal buruk terjadi." jelas Sing.

Perempuan itu memeluk erat Sing. Tangannya mengelus lembut punggung sang anak.

"Kau benar-benar sangat baik dan perhatian, anak ku. Ini sangat bangga padamu."

Sing melepaskan pelukan itu.

"Ibu, apa ibu memasakkan mie China untuk ku?" tanya Sing.

"Mie China? Tidak. Bagaimana ibu memasaknya, jika kau tidak mengabari akan datang." ucapnya.

Sing sedikit bingung. "Ayah mengirimkan seseorang kepada ku, bahwa aku di minta datang, karena ibu akan memasak mie China untuk ku." jelas Sing.

"Ayah hanya memancing mu. Kau tidak akan datang jika tidak mengakibatkan bahwa ibumu akan memasak mie China untuk mu." ujar seseorang kepada Sing.

"Ayah!!" Sing berlari memeluk sang Ayah.

Dirinya sangat mengangumi sang Ayah, karena menurutnya ayahnya sangat keren dah berwibawa.

Menjadi satu-satunya anak kedua orangtuanya. Membuat Sing mendapatkan segalanya yang dirinya inginkan, seperti Cinta keluarga dan uang. Namun, bukan berarti laki-laki itu sombong dan tidak bersikap baik.

Sing pikir apa yang dia dapatkan adalah kesempatan untuk berbagi.

"Apa kau baik-baik saja, Sing?"

"Ya. Aku baik-baik saja, Ayah."

"Bagaimana sebaiknya kita pergi makan? Meski ibu tidak memasak mie China, ibu tetap yakin kau merindukanku masakan ibu, bukan?" ujar sang Ibu ke Sing.

Sing mengangguk dengan senyum manis itu.

****

Vampayeer ✅Место, где живут истории. Откройте их для себя