38. Confession, confusion & restraint

1.5K 59 5
                                    


"Maaf jika aku terlalu lama tadi." Leah menatap Gabriel dengan tatapan menyesal ketika sudah masuk ke dalam mobil pria itu.

Gabriel tersenyum. "Tidak apa-apa. Tapi, apa kamu baik-baik saja?"

Leah mengangkat alisnya bertanya, "Hmm?"

"Wajahmu merah. Apa kamu sakit?"

Seketika, Leah membisu dan wajahnya menjadi panas. Ingatan apa yang dilakukan Ben padanya tadi datang begitu saja.

"Leah, wajahmu semakin merah. Kamu sakit? Lebih baik kita ke rumah sakit dulu." Gabriel ingin menyentuh dahi Leah namun wanita itu menghindar dan menggelengkan kepalanya.

"Aku baik-baik saja. Hanya saja, tadi ... uhm ... aku berlari. Ya, aku berlari." Leah mengangguk dengan sungguh-sungguh sambil mengipasi wajahnya. Sebelum Gabriel bisa bicara, Leah lebih dulu berbicara, "Kita bisa berangkat sekarang."

"Oke .... Aku akan menaikkan pendinginnya."

"Terima kasih." Leah tersenyum.

Dengan begitu Gabriel mulai mengendarai mobil ke jalan raya. Sepanjang perjalanan, Leah termenung dengan wajah serius. Sampai-sampai Gabriel tidak enak hati mengganggunya. Alhasil, tidak ada pembicaraan selama di dalam mobil.

Hanya memakan waktu sebentar, mereka tiba di depan rumah Gabriel. Ketika Leah melepaskan seat belt, Gabriel memanggil namanya membuat dia menoleh secara naluriah.

"Ya, Gabriel?"

Gabriel menoleh menatapnya. "Tentang yang ingin aku katakan saat kita makan sebelumnya."

Leah yang sabar memiringkan wajahnya. "Ya?"

Menelan salivanya, Gabriel mengambil tangan Leah lalu menggenggamnya hingga Leah membeku seketika.

Kemudian berkata dengan suara lembut, "Aku menyukaimu, Leah."

Raut wajah Leah amat perlahan berubah terkejut ketika kalimat itu keluar dari bibir Gabriel. Bibirnya sedikit terbuka. Namun tidak ada yang ia lakukan atau ucapkan. Dia mendadak menjadi pasif.

"Sebenarnya sudah sangat lama, sebelum kamu mengajar Ara. Maaf, aku mendengar obrolanmu dan Esther tentang kamu yang mencari pekerjaan, jadi aku mencoba peruntunganku. Apakah aku egois? Maafkan aku jika kamu berpikir aku seperti itu. Tapi sungguh, aku melakukannya karena ingin semakin lebih dekat denganmu. Aku ingin lebih mengenalmu. Aku juga ingin terus bersamamu. Aku ... benar-benar jatuh cinta padamu, Leah."

Apa ini? Leah mendadak tidak dapat bereaksi. Bibirnya masih kelu dan otaknya sama sekali tidak bekerja.

Gabriel menangkup wajah Leah dan menatapnya serius. "Tiap kali melihatmu, aku kesulitan menahan detak jantungku yang berpacu, Leah. Setiap hari aku selalu memikirkanmu. Aku selalu memikirkan betapa hebat dan mengagumkannya kamu. Dan kamu harus tahu."

Gabriel mencoba mendekati wajahnya dan tepat saat itu wanita itu bergerak menunduk menyebabkan dia menatapnya bingung. "Leah ...."

Gabriel memperhatikan wajah Leah dengan seksama. Wanita itu tampak linglung dan kaget. Jelas, mungkin ini bukan waktu yang tepat, pikirnya. Juga, dia mengatakannya secara tiba-tiba. Siapa yang tidak akan kaget?

Dia kemudian mendesah pelan. "Maafkan aku. Pernyataanku yang tiba-tiba pasti mengejutkanmu. Mungkin kamu masih berpikir jika aku bercanda. Tapi itu tidak benar. Aku serius dengan semua perkataanku. Untuk sekarang jangan pikirkan dulu. Kita bisa masuk ke dalam rumah karena Ara menunggumu."

Masih menunduk, mata Leah terbelalak kesal dan tangannya gemetar.

Tuhan pasti sedang bercanda dengannya.

Something About YouМесто, где живут истории. Откройте их для себя