Beda Sekolah

228 10 1
                                    

Masih dengan Reygan, si bungsu keluarga Adhitama yang kelakuannya terbanting 11 17 dengan si kakak kembar. Kan seperti kata Reygan, saudara kembar gak harus semuanya kembar.

Setelah ngalor-ngidul dengan seribu-sepuluh alasan ditambah lagi wawasannya yang luas dalam mengeksplorasi gaya duduk di berbagai tempat, akhirnya si Ayah pasrah aja dan mengiyakan apa yang jadi keinginan si bungsu; bersekolah di tempat yang berbeda dengan saudaranya.

Sebelumnya semua penghuni rumah kecuali pelaku sudah sering nanya kenapa tapi gak ada jawaban yang memuaskan.

Korban terakhirnya adalah Ayah, kepala keluarga dari Adhitama yang harus jadi hakim pengambil keputusan apakah keinginan tersebut akan disetujui atau ditolak.

Posisi duduk mereka adalah Reygan si Pelaku, yang sudah mempersiapkan seribu-sepuluh alasannya berhadapan dengan Ayah sang Hakim, yang sudah siap dengan segelas teh hangat. Bunda dan Raykan yang menjadi saksi di meja makan dengan sepiring bakwan dan sambal yang begitu merah warnanya.

Padahal Raykan kurang suka pedas.

"Ya, ngerasa cocok aja sama sekolah itu. Lagian si Raykan 'kan emang pinter, mubazir kalo gak difasilitasin dengan baik. Bener gak?"

"Abangmu gak masalah kalo itu."

"Pak Adit Hardiyana yang saya hormati, bolehinlah kita misah sekolah. Si Raykan cocoknya di SMA udah, peluang kuliah terus suksesnya gede, otak pinternya berguna. Lah saya mah kebagian secimit pinternya mana kuat di sana."

Reygan duduk pasrah, dagunya ditekuk sampe kena dadanya, mukanya melas luar biasa. Kadang dia nengok Bunda atau Raykan, ngirim kode minta bala-bantuan.

Bala-bantuan yang diinginkan gak kunjung datang. Raykan murni mengabaikan kalau Bunda cuma angkat bahu sambil cocol-cocol sambal pake bakwan.

Reygan pasrah. Sejak lahir mereka emang gak pernah join kubunya. Sialan banget 'kan.

"Anda kan tahu sendiri, Pak, saya sama si Ray itu beda jauh, sejauh-jauhnya kayak dari sini ke rumah Pak RW 07 tuh."

Kali ini dia duduk tegap, tangannya saling digosok-gosok. "Janji dah sekolah yang bener, bolos duakali seminggu. Antar-jemputin si Raykan juga." Penawaran terakhirnya.

Ayah hela napas. Bungsunya emang keras kepala, nurun langsung dari dirinya. Ditolak gak terima, diterima pun membebani diri sendiri. Pria memang serba salah.

Noleh juga ke Bunda yang lagi nyuapin bakwan ke si sulung. Bunda cuma senyum, yang artinya keputusan memang 100% ada pada tangannya.

Ayah tarik napas dalam lalu hembuskan pelan-pelan, dia natap Reygan serius, "Oke."

Satu, "YAH?!"

Satunya lagi, "YES!"

Mereka kembar.

Barengan responnya.

Bunda cuma ketawa kecil lihat interaksi para anggota keluarganya saling berekspresi macam-macam. Ini masih seperti mimpi buat Bunda.





See you asap!

24/01/19

11-17 The AdhitamaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz