19. Sudahi dan Akhiri

34 6 0
                                    

- Seungbin

Malam hari menjelang, sudah tiba saatnya aku menemui Ilkwon secara empat mata di lapangan basket sekolah. Tempat di mana dulu menjadi saksi bisu perkelahian pertama kami.

Aku tidak menyangka Ilkwon yang kuanggap sebagai saudaraku sendiri dan selalu menemani hari dengan canda-tawa kini berubah layaknya musuh yang dipenuhi rasa kebencian mendalam.

Sialnya kenapa dia berhasrat untuk mengendalikan semuanya? Memangnya dia Tuhan? Berlagak bahwa dialah yang punya kuasa untuk menundukkan seseorang bahkan berani menjadikan adik mantan temannya dipertaruhkan. Ini bukan lagi arena balapan seperti yang dia bayangkan.

Persetan dengan semua kebaikan yang pernah dia limpahkan padaku. Dia tak ada duanya dengan binatang.

Telapak tanganku terkepal begitu siluet seseorang menghampiri. Sorot cahaya dari dua lampu tiang menerangi area lapangan basket, terutama memberikan spotlight terhadap kehadirannya yang ku nanti-nanti sejak lima menit lalu.

Aku malah menyengir pahit saat menyadari ada dua siluet lain yang membuntutinya dari belakang. Miris sekali dia sekarang membawa "ajudan" untuk menghadapku. Dasar payah!

"Ternyata yang terpancing umpan justru datang lebih awal daripada ku ya? Sungguh mengejutkan." Ilkwon berujar hina dengan raut yang sama sekali tidak terkejut.

Aku hanya mendengus pelan begitu dia berdiri satu meter dari ku dengan gaya nya yang narsistik, yang kuasumsikan untuk menunjukkan kharisma di depan dua temannnya itu. Sangat menjijikkan.

"Kau sudah jadikan adikku umpan, lalu apa maumu sekarang? Apa kau tak terima dengan ucapanku di bawah tangga saat itu?" balasku agak menekan pertanyaan di akhir.

Ilkwon tersenyum pahit. Senyuman itu justru berganti menjadi cengiran. "Ya benar. Tapi kau tahu kan maksudku kenapa kita harus bertemu di sini? Kali ini tidak ada rahasia di antara kita, Seungbin."

Dia lantas melangkah, menghampiriku lebih dekat. Ku tatap matanya dengan tegar sembari menahan diri untuk tidak menumbuk wajah itu.

Spontan aku menghela napas kemudian menunduk.

Jujur saja, aku ingin melihat Ilkwon selayaknya teman. Mengingat momen bersamanya sejak SMP malah membuat mataku perih. Ingin sekali meneteskan air mata kemudian berderai bersamaan dengan kenangan-kenangan itu.

Kala itu, sebelum aku mengenal arti kalimat people come and go, pertemananku dengan Ilkwon sangatlah solid bagaikan saudara kandung.

Mulanya saat memulai tahun ajaran baru di bangku SMP. Saat itu aku benar-benar kehilangan arah ketika masuk ke sekolah untuk menemukan kelasku di mana, sambil mondar-mandir tidak jelas di waktu bersamaan aku bertemu dengan pemuda itu. Dia menghampiri, menyapa, lalu menuntunku ke mana tempatku berada. Dia memperkenalkan diri sebagai Ilkwon dan aku sama sekali tidak menyangka akan berteman dekat dengannya.

Ilkwon memang asik, keren, dan juga humble. Sampai-sampai menjadi siswa yang dikenal satu sekolah. Entah kenapa aku sempat berpikit naif bahwa Ilkwon yang sudah datang membawa "pertemanan" tidak akan pergi begitu saja dan pasti meninggalkan "permusuhan".

Menjelang kelas satu SMA, hari demi hari hubungan itu mulai merenggang. Mungkin salahku karena aku terpaksa mengikuti kebiasaan anak jalanan seperti halnya bergabung ke dalam geng motor Jang Dosan. Bila mengingat kembali perkataan Ilkwon waktu itu, ketika dia akhirnya berhasil mengetahui perubahan sikapku dan memergokiku secara diam-diam di sebuah gang sempit, tempat di mana basecamp anak motor berada.

Kau tahu apa yang dia katakan?

"Shibal saekkiya! Kau lari dari masalah dengan menjebak dirimu ke dalam masalah baru. Dasar bodoh! Apa yang akan dirasakan Bibi Kim dan Paman Han ketika anaknya berubah menjadi berandal jalanan? Tentu saja mereka akan meninggalkanmu, Seungbin!!"

We Come And GoWhere stories live. Discover now