• s i x •

151 31 53
                                    

_____________________

Biru sudah berniat putar motor dan pergi menemui Denil—sekiranya untuk menendang telak kepala cowok itu—kalau saja Monita tidak tiba-tiba nongol dari pintu dengan ekspresi wajah yang sukar dibaca.

Sempat ada hening lantaran keduanya betah saling tatap, sampai cewek itu berdeham singkat dan mengalihkan pandang ke arah lain.

"Gue pikir lo udah pulang." Ucapnya pelan.

"Ini baru mau pulang," balas Biru lugu, tapi begitu menyadari harus jalankan rencana negara demi terwujudnya sesi dor-doran, dia langsung sigap menggeleng. "Eh, enggak! Gue nggak pulang."

Monita auto bingung dan spontan bertanya, "kenapa?"

"Nunggu bayaran."

"Hah??"

"Eheh, nggak. Canda."

Biru jadi cengar-cengir sendiri, sementara Monita tidak paham di mana letak lucunya. Alhasil jangkrik yang kebetulan mejeng dekat pot bunga yang berinisiatif menyahut krik krik krik, untuk mendukung suasana yang sarat kecanggungan ini.

Sumpah. Otak Biru mendadak tersendat, tidak tahu harus bicara apa atau memulai dari mana. Momen kampret yang sekarang dia hadapi, tidak masuk dalam pembahasan saat rapat paripurna kemarin. Meski sejak awal sudah dikasi spoiler, tetap saja dia tidak menyangka cobaan dari para cecunguk akan se-anjayani ini.

Tapi... mau gimana lagi?

Nasi sudah otewe gosong. Kalau dia terus diam dan tidak segera bertindak, Monita pasti akan terus mengira yang tidak-tidak.

"Gue minta maaf." / "Maaf, ya."

Siapa sangka keduanya malah kompak mengatakan hal yang serupa.

Biru kaget, Monita apalagi. Mereka refleks saling pandang tapi detik berikut membuang muka, hingga hening lagi-lagi mampir dan bikin suara jangkrik kembali menjadi backsound.

Sepanjang berteman, kayaknya baru sekarang Biru merasakan suasana canggung yang amat tidak nyaman, yang pingin cepat-cepat dia hapus tapi bingung bagaimana caranya.

Melihat tampangnya rada frustrasi, Monita sejenak tarik napas dalam-dalam, lalu tergerak untuk berbicara duluan.

"Maaf sikap gue nyebelin."

Ucapan cewek itu berhasil mengambil perhatian Biru.

"Tadi nggak seharusnya gue kayak gitu. Sok-sokan ngusir Selin, padahal kalian dah punya janji duluan."

"Mon, sebenernya—"

"Ketek lo..." Monita melirik ketiak Biru, kali ini rautnya benar-benar bersalah. "Masih sakit, ya?"

Biru menggeleng. "Nggak kok."

Walau aslinya masih perih nyut-nyut, mendapati wajah Monita sudah kuyu layu begitu, dia mana tega buat jujur. Lagipula ini hanya cubit ketek. Kelak kalau mereka sudah resmi jadian, mungkin penyiksaan seperti tadi akan jadi makanan sehari-hari.

Biru kuat!

"Maaf..." ucap Monita lagi.

"Nggak papa, santai aja."

"Pasti sakit."

"Emang sakit, tapi nggak papa."

"Kalau sakit berarti apa-apa."

"Moon."

Biru membuat Monita kembali mendongak. Ada hening singkat ketika retina mereka bertemu, lalu dia menarik napas panjang dan maju lebih dekat untuk berujar lembut. "Nggak usah minta maaf lagi. Gue juga salah."

Blue Moon ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat