"Sebenarnya siapa lo?" Tanya Leo.

"Aku adalah Singhantara Alam Samasta. Aku adalah pemilik rumah ini dan aku adalah seorang vampir!" Sing menegaskan kalimatnya.

Sing bangkit dan laki-laki itu berjalan dengan dingin menuju sebuah pintu dimana itulah pintu kamarnya.

Davin dan Leo mencoba untuk memahami situasi.

"Ini bukan serial tv, kan?" Bagi keduanya ini benar-benar mengejutkan, karena menurut mereka hal seperti ini hanya bisa di jumpai di dalam televisi buatan manusia.

Sing melihat lekat gagang pintu itu, sedangkan Leo dan Davin tepat berada di belakang Sing. Keduanya mencoba untuk menjaga jarak kepada Sing.

"Dimana kunci kamar ini?" tanya Sing.

"Hm....di....dimana, ya?" Davin cukup lupa, karena selama dia berada di rumah itu, dirinya tidak pernah membuka kamar itu, dan tidak tau kunci kamar itu yang mana.

"Cari dong!" tegas Leo.

"Tapi..... Gue nggak pernah buka kamar itu, Kakek gue bakal....."

"Dia udah mati juga." ucap Leo dengan cepat.

Sing mengulurkan tangannya, dan laki-laki itu memegang erat gagang pintu itu dan tiba-tiba suara seperti pintu di dobrak itu terdengar dan pintu terbuka.

Davin dan Leo yang melihat itu benar-benar tidak percaya.

"Ke.... Kebuka?"

Sing membuka pintu itu dan tercium aroma kapur barus yang begitu menyengat. Sing membuka kamar itu dan melihat bahwa semuanya masih sama seperti dugaannya.

Leo dan Davin seperti sedang terjebak dalam lem. Keduanya benar-benar lengket berdua, seperti seorang anak kecil yang takut dengan hal-hal baru yang mereka tau.

Keduanya ikut masuk kedalam kamar yang di klaim oleh Sing sebagai kamarnya.

Hawa dingin dan suram terasa ketika kedua laki-laki itu masuk, benar-benar menakutkan. Kamar itu terasa seperti sebuah rumah hantu.

"Ini....ini kamar lo?"

Sing tersenyum kecil. Dirinya mendekati sebuah bingkai foto yang cukup besar berada di samping lemari miliknya.

Davin dan Leo mencoba untuk berani melihat isi kamar itu. Kamar itu benar-benar luas, untuk ukuran kamar seseorang. Ukurannya seperti hotel bintang lima.

"Yuna, aku merindukan mu." ucap Sing kepada sebuah foto di hadapannya.

Foto dengan nuansa kuno dan bergaya Eropa itu benar-benar membuat itu memukau.

Leo mencoba untuk mendekati Sing yang terdiam itu, mata laki-laki itu mencoba untuk melihat foto itu.

Leo tiba-tiba membeku melihat foto itu, matanya bahkan tidak berkedip sama sekali.

"Di kehidupan selanjutnya...."

Tiba-tiba kepala Leo terasa berat, laki-laki itu segera menggelengkan kepalanya kecil.

"Apa itu.... Siapa cewek.... Maksud gue, perempuan itu?"

"Yuna. Dia adalah kekasih ku." ucap Sing.

Davin mendekati keduanya. Laki-laki yang memegang bingkai foto yang dirinya ambil dari meja kecil di dekat tempat tidur.

"Waw. Cantik banget." ucap Davin.

Sing tersenyum mendengar pujian dari Davin.

"Ya, Yuna adalah perempuan yang cantik. Dia juga adalah perempuan baik dan sangat-sangat membuat ku benar-benar jatuh cinta kepadanya." ucap Sing.

"Dia bukan orang pribumi, kan? Kayak orang Eropa." ucap Davin.

Sing mengangguk.

"Jadi, apa rumah ini bener-bener punya lo?" tanya Davin.

Laki-laki itu mencoba untuk memastikan sekali lagi kebenaran yang masih terasa asing untuknya. Davin melihat bingkai itu dan menemukan sosok sang Kakek yang ada diantara Sing dan kekasihnya.

"Aku merasa belum lama meninggalkan rumah ini, namun banyak hal yang sudah berubah." ujarnya.

Ketiganya kembali memilih untuk duduk di ruang tamu. Karena bagaimanapun, kamar milik Sing cukup berdebu, dan pengap. Kamar itu perlu untuk dibersihkan setelah beberapa tahun tidak dibuka setelah sang Kakek meninggal.

"Gue mencoba untuk percaya ke lo, setelah gue lihat foto ini." ucap Davin.
Laki-laki itu meletakan bingkai foto itu ke meja dan menunjukannya ke Sing.

"Apa maksud lo?" Tanya Leo bingung.

"Anak kecil yang ada didalam foto itu adalah Kakek buyut gue, dan wajah orang ini sama kayak wajah Sing. Nggak mungkin kalo ini cuma mirip." Terang Davin.

"Kakek lo hidup lama demi buat ketemu Sing?" tanya Leo.

"Gue nggak tau."

"Sialan. Masalah hidup gue udah berat, malah tambah lagi masalah ini."

"Gue nggak lagi ada di dunia halusinasi, kan?"

Leo benar-benar tidak bisa memahami situasi yang terjadi, sekuat apapun dirinya berusaha dan dirinya juga sudah melihat bukti-bukti itu. Namun, Leo masih mencoba untuk mengunakan akal sehat dan logikanya. Bahwa semua ini hanya fiksi dan tidak nyata sama sekali.

"Apa tidak ada yang bisa aku makan?" Tanya Sing.

"Apa yang lo makan? Kalo lo vampir lo makan....."

"Makan hati!" ucap Leo.

"Darah manusia."

Dua kata itu tiba-tiba membuat Davin dan Leo terdiam, tiba-tiba suasana terasa berbeda.

"A...ap...."

Sing tiba-tiba terkekeh. Laki-laki itu memegang perutnya.

"Tidak. Aku bercanda. Aku tidak seburuk itu."

Namun, kalimat yang di ucapkan oleh Sing tidak membuat perubahan di kedua wajah Davin dan Leo.

"Sungguh."

*****

Rahmat Fahri

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Rahmat Fahri

Vampayeer ✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora