Chapter 32 - The Hurtful Truth

506 89 25
                                    

Kievara berjalan menjauh secepatnya, menghabiskan sisa oksigen di paru-paru dengan cepat lantaran debaran jantung yang tak kunjung mereda. Merasakan hatinya bak diremas, Kievara bahkan tak berpikir dua kali untuk meninggalkan Celine tanpa menoleh sekalipun ke belakang. Nafasnya memburu, dadanya nyaris sesak karena emosi yang terus membuncah.

Mungkin, Kievara memang terbilang terbiasa diperlakukan seenaknya oleh seorang Celine. Tapi, kali ini nampaknya sudah keterlaluan. Sesabarnya manusia, tentunya ada batasan akhirnya, dimana titik terujungnya adalah perasaan luka yang kini menganga luas di ruang hati.

Segitu tidak berharganya kah Kievara di mata Celine?

Hingga tega berpura-pura tidak saling mengenal dan saling mencintai. Ah tunggu, memangnya Celine pernah mencintai Kievara?

Selama ini, Kievara bahkan tak pernah mendengar pernyataan itu dari sang gadis. Meski perasaannya tidak pernah di validasi selama ini, Kievara memang terhitung tidak pernah menuntut. Kievara lupa, bahwa didalam sebuah hubungan, mencintai dan dicintai adalah satu kesatuan yang harus ada dan saling berkesinambungan.

Take and give.

To love and to be loved.

Selama ini, Celine tidak pernah memberi, hanya pernah diberi. Kievara bahkan terbilang tidak tahu, apa perasaan seorang Celine sesungguhnya di hubungan yang terbilang tak lagi sebentar ini. Saking tidak tahunya, Kievara bahkan kelimpungan sendiri. Lantas apa sebenarnya arti kehadirannya selama ini jika Celine tidak pernah mencintainya?

Ini memang hubungan pertama Kievara. Tapi kenapa begitu membingungkan? Apakah semua hubungan memang semembingungkan ini?

Tanpa pernah ingin menoleh, Kievara terus berjalan hingga ke parkiran tempat ia memarkirkan mobil. Melupakan segala rencana indahnya yang sudah dipersiapkan untuk seorang Celine. Semua ia tinggalkan begitu saja. Amarahnya begitu memuncak, bahkan rasanya memenuhi seluruh panca indera terutama telinga. Saking memekakkannya, Kievara bahkan sulit mendengar bunyi klakson dari mobil yang berlintasan saat ia berjalan menuju ke mobil.

Kievara mengendarai mobilnya pelan, merasakan bingung yang terus mendera, hingga sesak itu kian meluas di dalam rongga dadanya. Ingin menyuarakan namun bisu, ingin berteriak namun enggan. Hasilnya hanya beberapa helaan nafas repetitif yang tidak kunjung tenang. Lelaki itu berkendara entah kemana, membawa tujuan mobil yang ia setir tanpa arah, bahkan memasuki gerbang tol tanpa disadari.

Berjam-jam sudah Kievara habiskan untuk berkendara, hingga tanpa sadar, mobil sudah bertujuan ke utara, membawanya makin jauh dari rumah. Kievara tahu ia harus pulang, lelaki itu tidak boleh pergi lebih jauh lagi, tapi kakinya tak henti menginjak pedal gas. Hingga akhirnya, ia berhasil menepi, meminggirkan kendaraannya di pinggir jalan tol dan benar-benar berhenti bergerak sejenak.

Seluruh ingatan dan kelibatan kenangan bersama Celine terus berdatangan. Bagaimana bahkan di pertemuan pertama mereka, Kievara bertindak bagai orang yang tidak mengetahui apapun selain menerima dengan suka cita. Ajakan bersama yang digawangi oleh gadis yang ia sukai, terasa seperti mimpi di siang hari yang terus Kievara syukuri.

Hari-hari penuh tawa dan amarah, dimana Kievara berupaya sekuat tenaga menjadi seorang yang Celine inginkan, menjadi kekasih yang ideal bagi seorang Celine yang menurutnya sempurna. Semuanya terus berputar di ingatan Kievara. Dan tidak di satu ingatan pun, Kievara pernah mendengar bagaimana perasaan Celine untuknya.

Semua selalu datang dari Kievara.

Kievara selalu bertindak vokal. Menyuarakan apapun yang ia rasakan tanpa takut Celine akan membencinya. Sedangkan tidak dengan Celine. Selama ini, Celine selalu bungkam soal perasaannya. Kievara selalu bagai terbawa arus, mengikuti bagaimana pun yang Celine inginkan dan berlaku buta terhadap kenyataan yang mungkin tidak ingin ia hadapi.

YOU & US Where stories live. Discover now