Tak segan, Amber menancapkan dengan keras taringnya di sana dan menyedot rakus darah Giovanni. Giovanni mendesis pelan. Amber menggigitnya dengan sangat keras. Percikan darahnya mengotori lantai.

Butuh beberapa menit untuk Amber menuntaskan hausnya. "Cukup, Amber," Perintah Giovanni. Dirinya tidak mempermasalahkan jika Amber masih ingin minum darahnya, namun darah yang tersedia di tubuhnya tidak sebanyak yang gadis itu inginkan untuk dia minum, maka dari itu Giovanni menghentikannya sebelum Amber menyedot semua darah dalam tubuhnya.

Amber menjauhkan mulutnya lalu menatap nanar hasil perbuatannya. Mata Amber berkaca-kaca, segera Giovanni menyadari itu. "Kenapa, hm? Karena aku menyuruhmu berhenti?"

Amber menggeleng lemah. Giovanni tidak mengerti yang terjadi pada gadis itu, memilih membawa Amber duduk di ranjang. Giovanni mengusap darah di tepi bibir Amber. "Bagaimana rasa darahku tadi?"

"Darahmu jauh lebih nikmat daripada waktu terakhir aku meminumnya saat aku masih menjadi manusia."

"Tentu saja karena kita berdua adalah pasangan. Kita sudah menikah saat ritual pertukaran darah jadi darah siapapun yang kau minum, akan kalah nikmat dengan darah pasanganmu sendiri. Dengan begitu, kita akan saling membutuhkan satu sama lain."

Tangis Amber pecah, Giovanni gelagapan. "Hey, Hey! Kenapa kau malah menangis!? Ada yang salah dalam penjelasanku tadi?!"

Amber menggeleng dan memukul Giovanni. Dia menangis dibarengi tawa. "Bodoh, ini namanya tangisan bahagia! Biarkan aku melakukan itu, aku tidak bisa menahannya."

Mereka saling tertawa lalu tiba-tiba Giovanni mendorong tubuh Amber hingga terlentang di atas ranjang, kemudian Giovanni menindih tubuh itu. Seringai mesum terpasang jelas di wajah Giovanni.

"Kita sudah menikah. Sesuai kesepatakan, aku boleh melakukannya sekarang ...?"

Amber pura-pura tidak memahaminya. "Kesepakatan apa yang kau maksud?"

Giovanni berdecak, wajahnya musam seketika. "Jangan pura-pura lupa, kau selalu mengingatkan kesepakatan itu saat aku ingin memulai aksiku!"

Amber terkikik kecil, Giovanni memutar bola matanya, baru menyadari bahwa dirinya hanya digoda oleh gadis itu. Mendapat anggukan dari gadis di bawahnya, tanpa basa-basi lagi, Giovanni memulai aksinya dengan mencium lembut bibir itu.

Ciuman lembut berubah kasar, dari bibir berganti ke leher Amber. Suara halus keluar dengan sendirinya dari mulutnya, Amber lantas menutup mulut. Giovanni menghentikan tindakannya. "Jangan menahannya, aku suka suara yang kau hasilkan tadi. Teruskan, biarkan aku mendengar suara itu sampai kegiatan kita selesai."

Hari panjang bagi keduanya. Berputar-putar dalam gelombang kenikmatan, membuat keduanya lupa waktu. Sudah siang atau malam, keduanya tidak mempedulikan. Nafas mereka saling bersahutan, terlebih Giovanni yang memimpin kegiatan mereka.

Giovanni berbaring di samping Amber, memeluk tubuh polos Amber. Amber menyembunyikan wajahnya di dada telanjang Giovanni. Giovanni mengelus rambut gadis itu. "Kapan anak-anak kita lahir?"

Pertanyaan polos Giovanni berhasil membuat Amber naik pitam. Amber memukul kepala Giovanni keras. "Rasakan itu! Kau pikir anak diciptakan sama seperti ketika membuat kue!? Sekali belum tentu berhasil, Giovanni bodoh!"

Giovanni tertawa keras sampai menitikkan air mata. "Aku tahu, aku tahu. Aku hanya menggodamu saja. Jika sekali belum tentu berhasil, maka kita harus membuatnya setiap hari. Benar begitu kan, Am?"

Wajah Amber memanas, berbalik arah membelakangi Giovanni. Tawa Giovanni kembali pecah dan langsung berhenti begitu saja saat mendapat telepati dari Diego. Giovanni bangkit dari ranjangnya, memunguti baju-bajunya. "Maaf tidak bisa menemanimu lebih lama, Am. Aku harus menemui pemimpin bangsa mermaid."

Tidak ada balasan apa-apa dari gadis itu. Giovanni menarik nafas panjang lalu pergi dari sana. Aland Bay, nama pemimpin bangsa mermaid yang sudah menunggunya di ruang tunggu. Diego sudah ada di dalam ruangan itu. Giovanni mengambil duduk di kursi kosong depan tempat duduk Aland.

"Raja Giovanni, selamat atas pengangkatan anda! Maaf karena saya tidak bisa hadir di acara anda kemarin. Anda sudah tahu apa alasannya, kan?"

"Karena Delbert ada di sana."

"Benar sekali. Saya tidak sudi berada satu tempat dengan bangsa siren yang gemar membuat kekacauan di dunia manusia!"

"Secara tidak langsung, kau juga menyindir bangsa kami."

"Maaf, Raja. Kalau begitu saya izin kembali ke lautan."

Giovanni dan Aland berdiri, saling menjabat tangan. Giovanni dan Diego mengantar kepergian Aland hingga hilang dari pandangan. Giovanni dan Diego kembali masuk ke kastil.

"Gio," Panggil Diego. Bukan aneh di matanya melihat wajah Giovanni kali ini nampak begitu berseri dan ia tahu apa penyebabnya.

"Hm?" Balas Giovanni tanpa melirik Diego. Diego menatap tanah yang ia pijak lalu berhenti. Giovanni ikut berhenti juga.

"Amber sudah berhasil dengan perubahannya, tetapi ..."

"Elena belum bangkit?"

Diego menggeleng lemah. Giovanni menepuk bahu sahabatnya itu. "Jangan khawatir. Sebentar lagi dia akan bangkit menjadi vampir dengan sempurna. Mungkin berbeda saat aku merubah Amber dengan kau merubah Elena."

"Mungkin. Terima kasih, Gio. Aku sedikit tenang."

Giovanni tersenyum sesaat lalu kembali melanjutkan langkahnya. Diego menatap punggung Giovanni yang menjauh lalu dia berbelok arah, tepatnya menuju tempat peti Elena berada.

Di sana ada dua pelayan yang menunggu. Diego berjongkok di samping peti tersebut. Warna peti yang berbeda dengan milik Amber. Peti Elena ini bewarna coklat cerah dengan ukiran-ukiran unik di atasnya.

Perlahan tapi pasti, pintu peti tersebut perlahan terbuka. Kedua pelayan dan Diego tercengang lalu senyum bahagia terpatri di wajah pria itu. Pintu peti itu terbuka sepenuhnya. Elena bangkit duduk, masih dengan mata terpejam.

Diego memperhatikan perubahan fisik pada orang yang ia cintai. Warna kulit, rambut dan kuku Elena berubah. Kelopak mata Elena terbuka pelan, nampak iris merah menyala. Elena menengok Diego di sampingnya dengan datar. Tanpa diduga, gadis itu menerjang Diego dengan membabi buta. Tentu saja kedua pelayan tadi lari ketakutan, sedangkan Diego mencoba menghindari serangan itu.

"ELENA, INI AKU DIEGO! SADARLAH!"

Kata-kata itu tak mampu membuat Elena yang hilang kendali tersadar. Dengan kuku panjangnya, dia menggores cukup dalam kulit Diego. Diego tidak mungkin membalas gadis itu, dia hanya bisa menghindar semampunya saja.

"ELENA!"

Diego berhasil menahan pergerakan gadis itu. Diego mengeluarkan auranya, berniat meluluhkan gadis itu yang rupanya berhasil. Elena sudah tenang, berganti gemetar ketakutan di bawah kungkungan Diego.

"Elena, dengarkan aku. Kau tidak boleh kalah melawan nafsu vampirmu!"

Elena tidak menjawab karena dia tidak fokus. Dia hanya fokus pada leher Diego yang terlihat menggoda di matanya saat ini. Diego menyadari itu, merobek bajunya dan memperlihatkan area lehernya. Diego mengangkat kepala Elena dan mendekatkan ke lehernya sendiri. "Minumlah darahku," Pintanya.

Elena menancapkan taringnya dengan kasar di sana. Menyedot rakus darah Diego. Diego mendesis. "Minum sepuasmu, istriku."

AMBER and the vampire prince (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang