Bapak

26 2 0
                                    

"Mbak, gak semua bapak itu cinta pertama buat anaknya. Tapi bapak mu ini selalu coba semampu bapak buat jadi cinta pertamanya mbak. Maaf kalo masih bikin mbak nangis dan sakit, ini juga pertama kalinya bapak jadi seorang bapak. Maafin ya mbak."
.
.
.
.
.
.
.

💐💐💐

Tok, tok, tok
"Bangun mbak Aca, subuhan."
Suara ketukan dan teriakan sang ayah dari balik pintu, membangunkan Khansa dari tidurnya. Gadis berusia 20 tahun yang lebih akrab dipanggil Aca oleh orang-orang terdekatnya.

"Bapak masuk ya mbak." Ceklek.
Dwi, membuka pintu kamar putri kesayangannya yang memang tidak pernah terkunci. Dwi menyalakan lampu kamar dan mendapati sang anak masi tertidur.

"Loh, bapak kira kamu udah bangun." Ucap Dwi sambil berjalan memasuki kamar.

"Udah bangun pak, tapi masih mau merem aja." Jawab Khansa yang masih memejamkan mata.

Dwi duduk di tepian kasur sambil memandang wajah putrinya yang semakin hari semakin beranjak dewasa. Ada sedikit rasa sesak dan rindu. Dipandanginya dengan penuh kasih wajah putrinya yang mirip dengan mendiang sang istri.

"Ayo mbak bangun, subuhan dulu. Kita kan mau ke rumah ibuk." Ucap Dwi sambil beranjak meninggalkan kamar sang anak.

Khansa langsung bangun dan mengingat-ngingat. "Oh iya hari ini ibu ulang tahun." Dia langsung beranjak menuju kamar mandi untuk wudhu.

"PAKKKK JAMA'AH YA, MBAK WUDHU BENTARRRR!!!" Teriak Khansa kepada sang Ayah. Dwi hanya tersenyum mendengar teriakan sang anak.

💐💐💐

"Assalamualaikum ibu selamat ulang tahun, ini mbak sama bapak dateng nengokin ibu. Mbak kangen banget sama ibu, biasanya kalo ibu ulang tahun kita pergi bareng-bareng ke rumah nenek. Bilang makasih ke nenek udah ngelahirin anak yang super duper baik kaya ibu. Tapi sekarang tiap ibu ulang tahun, mbak sama bapak dateng ke rumah terakhir ibu dan nenek. Kalian udah ketemu belum disana?"

Tak terasa air mata mengalir begitu deras dari mata indah milik Khansa. Dwi hanya terdiam sambil mengelus iba punggung putri semata wayangnya. Dia juga sangat terpukul atas kepergian istrinya 3 tahun lalu yang disebabkan oleh tumor.

"Andai dulu kalo ibu sakit ibu cerita, jadi kita bisa obatin ibu. Maafin mbak ya bu kurang perhatiin ibu, sampe ibu sakit aja mbak ga sadar. Kenapa selalu ibu tutupin sakitnya ibu dari semua orang?" Air mata semakin membanjiri pipi Khansa.

Dadanya sangat sesak, kembali mengingat pristiwa 3 tahun lalu saat dia dikabarkan bahwa sang ibu meninggal karena mengidap tumor pada kepalanya. Dia tidak menyangka, ibunya dilarikan ke rumah sakit karena nyeri di kepala yang ternyata adalah tumor ganas.

"Mbak Aca ikhlasin ibuk ya, biar ibuk ga berat mbak." Ucap Dwi sambil menahan tangisnya. Dwi pindah posisi jongkok di seberang Khansa.

"Selamat ulang tahun istriku, ibuk dari anak ku. Makasih ya kamu udah lahirin anak yang cantik persis seperti kamu. Disana udah sehat kan sayang? udah gak sakit lagi kepala ibuk. Bapak disini sama mbak Aca sehat, makan teratur buk walau ga ada masakan seenak buatan ibuk." Ucap Dwi dengan suara gemetar sambil mengusap batu nisan mendiang sang istri.

"Bohong bu, bapak suka males makan. Mbak Aca kadang kesel kalo bapak ga makan, kita kangen masakan ibu." Dengan sesegukan Khansa berusaha tersenyum untuk menutupi tangisnya yang belum reda.

"Pak.." Panggil Khansa lirih kepada sang ayah. Dwi yang merasa dipanggil pun mengalihkan pandangannya kepada sang putri. "Kenapa mbak?" Jawab Dwi.

"Pak, mbak udah ikhlas. Bapak pasti juga pengen makan pake nasi dan lauk yang masih anget, bapak pasti pengen punya temen cerita tentang keluh kesah bapak setelah capek kerja seharian, bapak pasti kesepian tidur sendiri. Mbak udah ikhlas pak, ikhlas kalau bapak mau nikah lagi." Ucap Khansa kepada Dwi di iringi dengan senyuman dan air mata yang terus mengalir.

Selama ini dia selalu menangis saat melihat ayahnya makan dengan tidak lahap, mungkin masakan Khansa tidak seenak buatan ibu, pikirnya. Dia beberapa kali juga melihat sang ayah melamun sendiri, dan tidur dengan gelisah. Khansa merasa egois jika dia tidak mengizinkan sang ayah untuk memiliki tambatan hati baru.

"Bapak juga butuh temen hidup." Lanjut Khansa.

"Mbak, dengan adanya mbak disisi bapak aja bapak udah sangat bersyukur. Tuhan nitipin anak yang baik dan penyayang kaya mbak Aca. Persis seperti ibuk. Mbak Aca gaperlu khawatirin bapak ya, bapak sayang mbak Aca dan ibu." Jawab Dwi, lalu berjalan menghampiri Khansa dan memeluknya.

"Mbak, gak semua bapak itu cinta pertama buat anaknya. Tapi bapak mu ini selalu coba semampu bapak buat jadi cinta pertamanya mbak. Maaf kalo masih bikin mbak nangis dan sakit, ini juga pertama kalinya bapak jadi seorang bapak. Maafin ya mbak." Ucap Dwi sambil terus memeluk Khansa.

"Maaf kalo bapak bikin mbak nangis dan kepikiran, mbak gausah takut ya? Bapak baik-baik aja selama masih ada mbak Aca yang nemenin bapak. Temenin bapak terus ya mbak." Dwi tidak sanggup lagi menahan tangisnya. Dia tidak menyangka bahwa sang anak sangat menghawatirkan dirinya.

"Bapak juga jangan tinggalin mbak ya, temenin mbak terus ya pak? Sampe mbak ketemu sama laki-laki yang sebaik dan sehebat bapak, sampe mbak nikah dan seterusnya." Ucap Khansa dengan tangis yang semakin sesegukan. Dia mempererat pelukan dengan sang Ayah.

"Kita ke Rumah Makan Sunda kesukaan ibuk yuk?" Ajak Dwi.

  💐💐💐

Haii tafren (tata friends wkwkwkwkwk)  ini pertama kali aku nulis lagi setelah sekian lama hanya menjadi pembaca saja. Maaf ya kalo masih ada kata-kata atau bahasa yang membingungkan tafren semua. Selamat membaca tulisan ku yang ga seberapa ini. See u di part selanjutnya, semoga terhibur ya-💓

Akhir Titik KomaWhere stories live. Discover now