BAB 1 : GADIS PENYANYI DI KAFE

1.7K 90 143
                                    

²log 2 = 1

"Matanya terlalu indah untuk melihat dunia yang kejam ini"

***

🎶 Sasha Alex Sloan - Older 🎶

🎶 Sasha Alex Sloan - Older 🎶

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Ramainya suasana kelas sudah menjadi hal biasa di dunia persekolahan, terutama untuk para remaja yang duduk di bangku
sekolah menengah atas. Mereka menikmati masa-masa remaja mereka tentu saja dengan melakukan semua hal yang belum mereka kenal dengan baik. Yang lebih jelasnya, karena mereka seperti pada dasarnya, dikatakan belum mendapatkan jati diri sesungguhnya.

Di kelas XI MIA-2, para murid yang dikenal
baik penilaiannya di mata para guru sekarang tengah menikmati kebebasan mereka. Bukan seperti apa, namun karena guru yang harusnya mengajar pada mata pelajaran pertama sedang berhalangan hadir, maka mata pelajaran mereka di pagi hari ini kosong.

Hal itu membuat kelas itu nampak sangat ramai. Para muridnya mulai melakukan aktifitasnya sendiri-sendiri, mulai dari bercerita bersama teman sebangku, membaca novel dalam kesendirian di pojok kelas, menonton film, dan bermain game online.

"Punya gue yang itu, setan!" seruan bernada kesal itu terdengar dari depan papan tulis. Di sana terlihat banyak anak laki-laki yang duduk bermain bersama.

"Lah? 'Kan, tadi gue pilih pion gue yang warna hijau. Kenapa sekarang jadi punya lo? Ngaco banget, anjir!" balas salah satu diantara mereka yang ikut kesal. Ia dengan segera mengambil "pion hijau" yang dimaksud tadi.

"Eca, otak kukang! That's mine. Lo kebanyakan nonton film blue, kali, ya, makanya pikun gini." Tatapan Aksa tajam mengintimidasi, jarinya menunjuk salah satu pion. "Punya lo ini, yang merah!"

Saat ini, permainan ular tangga seakan kembali populer untuk mereka-para kaum adam di kelas itu. Mereka duduk melingkar, memegang pion masing-masing dan menunggu giliran kapan akan mulai. Namun, seperti awal permainan, mereka kembali mendapat hambatan karena pertengkaran kecil antara dua anggota inti ABRIGAR, yakni Ersya-Sang Wakil, dan Aksa, salah satu Inti penyerang utama.

Ersya terdiam sejenak. Ia nampak berpikir. Sedetik kemudian kepalanya menggeleng kuat. "Gak! It-"

"Ersya Altheris, gak ada satupun anggota ABRIGAR yang menjadi penipu hanya untuk sebuah permainan bodoh!" sahutan menyela ucapan Ersya seketika membuat tubuh Ersya menegang. Ia lupa jika sang Ketua tengah bergabung bersama mereka.

"Punya lo warna merah. Saat lo sadar kalo itu sebuah kesalahan, mending jujur. Kebohongan bisa membunuh secara langsung," lanjut Arzy.

"Sorry," ucap Ersya. Bukan pada Arzy, melainkan pada Aksa, lawan debatnya tadi.

Aksa tersenyum tipis. Ia lalu menepuk pelan bahu Ersya.

"Ca, remember that? Honesty is more important than anything," kata Aksa yang membuat Ersya ikut tersenyum.

ESMERAY : Fatum CalculationWhere stories live. Discover now