Part 18

21 14 3
                                    

Zian menghentikan mobilnya didekat taman. Ia berjalan memasuki taman.

Senyumnya terpatri saat ia melihat gadis yang ingin ia temui sudah menunggunya.

Naumi, gadis itu tampak sibuk dengan ponselnya.

"Zian!" Naumi melambaikan tangannya sembari tersenyum saat ia melihat siluet orang yang mendekat kearahnya.

Zian balas melambai. "Nom!"

"Udah nunggu lama?" tanyanya yang sudha duduk disamping Naumi.

Senyum yang tadi terlihat perlahan memudar. "Lama lah anjing! 10 menit gue nunggu." Dengan kesal ia menabok bahu Zian, agak keras.

Zian terkekeh. "Salah sendiri gak mau dijemput."

"Ya ntar Naumi tau lah, bodoh!"

"Iya juga sih."

"Oh iya lo punya utang budi—eh, utang cerita sama gue," ujar Naumi setelah mengingat tujuan awal keduanya bertemu.

"Yaelah gak sabaran amat Umi-nya Zion," celetuk Zian menggoda Naumi.

"Cukup Zion aja yang manggil gue kayak gitu. Lo gak usah," kata Naumi, memperingati.

"Iya deh iya. Panggilan dari ayang," balas Zian membuat Naumi mendelik.

"Lo bosen idup?"

Zian nyengir. "Hehehe canda."

Naumi menatap malaa Zian. "Jadi...."

"Jadi apa?" tanyanya heran.

"Ya lo sama Citra."

Zian menarik napas pelan lalu menghembuskannya. "Jadi, gue dulu sengaja buat kesepakatan sama Citra biar gue bisa terlepas dari lo."

"Kenapa? Kenapa lo mau putus dari gue?"

"Ya karena gue gak suka sama lo," jawab Zian spontan. Naumi menganga.

"Jujur banget, anjim!" sungut Naumi yang mendengar jawaban Zian.

Zian terkikik. "Gue udah muak membohongi diri."

"Bentar!" Naumi mengangkat telapak tangannya membuat Zian menatapnya intens.

"Terus ngapain lo nembak gue, bangke?" seru Naumi membuat Zian sedikit terkejut karena gadis itu meninggikan suaranya pas disamping telinganya.

Zian menatap kedepan, lalu kembali menoleh kearah Naumi dengan cengiran bodohnya. "Biar Naura cemburu."

"Eh, dia malah biasa aja. Kampret emang," lanjutnya sedikit kesal karena mengingat perilaku Naura saat dia dengan sengaja ia pamer kemesraan sama Naumi dulu. Bumannya cemburu Naura malah biasa aja. Zian 'kan kesel, rencananya tidak berjalan lamcar.

Kini giliran Naumi yang menyemburkan tawanya. "Mampus! Salah sendiri diputusin."

"Dia yang mutusin gue. Bukan gue yang mutusin dia, catet itu."

"Pftt brengsek sih lo."

"Sembarangan."

Keduanya larut dalam obrolan dan candaan satu sama lain. Rasanya sudah lumayan lama mereka tidak bercengkrama.

"Nah gitu, Gue sama Citra itu gak ada apa-apa." Naumi mengangguk-anggukan kepalanya.

"Lagian dia juga udah punya cowok," lanjut Zian.

"Berarti lo tinggal yakinin Naura aja sih," ujar Naumi.

Zian mengangguk. "Eh, iya...." ia menjeda ucapannya. Tangannya merogoh kesaku celana dan mengeluarkan kotak beludru berukuran kecil kehadapan Naumi.

"Wow apaan nih?" tanya Naumi sembari membuka kotak tersebut yang berisi liontin perak dengan bandul inisial huruf 'N' yang memperindah liontin tersebut.

Naumi tersenyum, ia yakin jika liontin itu untuk Naura.

"Titip ya buat Naura," pinta Zian, membuat Naumi yang tadinya fokus ke liontin tersebut menjadi menoleh kearahnya.

Naumi mengangguk seraya memasukkan kembali liontin tersebut kedalam kotak asalnya sebelum ia masukkan kedalam sling bag yang ia kenakan.

"Kenapa gak lo kasih langsung aja?"

"Boro-boro dikasih langsung. Baru ngomong sepatah aja udah ditinggal." Yang diucapkan Zian benar adanya. Tidak hanya sekali, dua kali sudah kerap kali ia mencoba berbicara dengan Naura tapi gadis itu sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya.

"Nom!"

Naumi terjengit kaget saat tiba-tiba Zian menarik tubuhnya sampai berdempetan dengan tubuh Zian. Belum sempat bertanya Naumi kembali dibuat terkejut juga heran saat Zian merangkul pundaknya.

"Ke-kenapa?"

"Ada Zion," jawab Zian yang membuat Naumi celingukan.

"Mana?"

"Stt dia ada disemak-semak," bisik Zian tepat disamping telinga Naumi. Posisi keduanya yang berdempetan sudah pasti membuat orang yang melihatnya akan berpikir yang tidak-tidak, jika tidak mengetahui secara langsung.

Melihat ekspresi bingung Naumi membuatnya kembali menyeletuk, "Dia ngikutin gue."

Sebenarnya sejak awal Zian sudah tau jika saudara kembarnya membuntutinya dari belakang, awalnya dia sempat heran kenapa Zion sampai repot-repot ngikutin dia bahkan sampai minjem motor tetangganya.

Ah, sekarang Zian paham. Mungkin Zion merasa heran karena dirinya kini kembali dekat dengan Naumi.

Zian terkekeh, ia yakin saat ini saudara kembarnya pasti sedang bertanya-tanya ada apa dengannya dan Naumi.

"Udah pergi," ucap Zian seraya melepas rangkulannya dari bahu Naumi saat melihat Zion sudah beranjak pergi.

"Perlu banget dempetan gitu?" tanyanya menatap malas kearah Zian.

"Biar Zion liat," balasnya sembari terkekeh.

Naumi hanya memutar bola matanya malas tak berniat membalas ucapan Zian.

Ia mengedarkan pandangannya kesekeliling taman. Sudah mulai ramai orang lalu lalang. Ya, ditaman ini semakin sore malah semakin banyak pengunjung.

Tempatnya yang strategis dan banyaknya jajanan disekitar taman membuat tempat ini cukup ramai.

"Mau jajan?" tawar Zian.

"Traktir?"

"Ya."

Naumi tersenyum lalu beranjak kesalah satu pedagang kaki lima, diikuti Zian dari belakang.

Dah dulu, babay....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZioNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang