48. Tak Bisa Melawan

6.8K 221 0
                                    


Rania terbangun karena merasa dadanya sesak dan juga pengap. Rasa pusing langsung mendera kepalanya dan kian terasa seiring dengan kesadarannya yang semakin terkumpul.

Namun bukan hanya itu, tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan lengan yang memeluk pinggangnya dari belakang. Rania membulatkan matanya kemudian menoleh dan langsung syok mendapati Arga tiba-tiba sudah disisinya.

Belum selesai dengan kekagetannya, Rania harus merasa mual dan mendorongnya langsung menyingkirkan lengan Arga dari pinggangnya dan kemudian berlari ke kamar mandi.

"Rania," ujar Arga yang kemudian terlihat bangun karena pergerakan dari Rania.

Pria itu dengan sigap bangkit dan mengejar Rania ke kamar mandi. Seperti sedang ketakutan kalau istrinya itu kabur lagi.

Flashback

Malam itu, Arga masih belum bisa tidur dan terus-terusan memikirkan Rania. Sampai kemudian dia mendapatkan email tugas yang dikirimkan beberapa mahasiswanya termasuk Rania, segera setelah itu dia membalas dengan menyuruhnya pulang dan mengancamnya.

Sayang sekali tindakan Arga tak membuahkan, tapi di lain hal asisten pribadinya tiba-tiba saja mengirimkan informasi mengenai keberadaan Rania.

Arga setelah tahu lokasi Rania dan beberapa informasi lain segera bergegas tanpa menunda lagi.

"Buka apartemen mu, Melati!" tegasnya dengan geram setelah dengan nekat mendatangi kediaman mahasiswanya itu.

Rupanya Kevin asistennya itu juga memberitahu dengan siapa Rania terakhir dan siapa saja yang membantunya. Orang tua Melati, awalnya syok dengan kehadiran Arga, tapi setelah dengan cerdasnya dia memberikan penjelasan, kedua orang tua Melati segera paham dan bahkan entah bagaimana bisa tak mau mendengarkan penjelasan anak mereka.

"Apalagi yang kamu tunggu Mel? Papa benar-benar tak habis pikir sama kamu, walaupun teman, tapi kamu juga nggak bisa membantu temanmu itu untuk melawan suaminya sendiri. Buka, atau uang bulanan dan mobilmu, Papa sita!" ancam Ayahnya Melati dengan geram.

Walaupun keluarga dan Melati anaknya, tapi karena apartemen putri itu jarang digunakan, jadi ayahnya Melati tak tahu menahu mengenai pinnya.

"Pak Arga ini jahat Papa. Dia sudah KDRT dan menyakiti Rania sahabat Melati," jelas Melati masih bersikeras tak mau membuka ataupun memberitahu pin apartemennya.

Sementara itu Kevin asisten pribadi Arga sedang melakukan antisipasi jika hal yang tidak diinginkan terjadi, dia begitu sigap dengan segera menghubungi petugas yang mengurus gedung apartemen yang mungkin bisa membantu.

"Berhenti berbuat masalah Melati, anak kecil seperti kamu tahu apa tentang pernikahan dan Nak Arga ini dosen kamu, harusnya kamu menghormatinya!" bentak ayahnya Melati lagi.

"Jika Papa mau menyita semua aset dan juga mobil Melati, silahkan Pah, tapi Melati tidak akan membiarkan Rania sahabat Melati disakiti lagi!" tegas Melati bersikeras.

Arga geram, tapi dia tak bertindak karena tak mau dikecam buruk oleh orang tua mahasiswanya itu. Dia pikir akan bersabar dan membiarkan ayah dari mahasiswanya itu yang akan menyelesaikan masalahnya dan juga Kevin yang bisa dia andalkan.

"Baiklah jika kamu tak takut itu, tapi setelah ini jangan anggap Papa sebagai ayahmu lagi!" ancam pria tua itu akhirnya membuat Melati tak berdaya.

Dengan terpaksa diapun memberikan akses masuk apartemennya pada Arga dan tak melakukan apapun ketika Arga membawa Rania dari sana begitu saja.

"Maafkan aku Ran!" seru Melati merasa sakit karena sudah merasa mengkhianati sahabatnya itu.

Setelahnya Arga membawa Rania ke sebuah hotel yang terdekat dan sebelumnya, kamarnya sudah dipesan Kevin selagi mereka dalam perjalanan.

Rania masih pulas saat itu dan bahkan tidak terbangun walau apapun yang terjadi. Dia tak sadar kalau tempat tidurnya sudah berpindah atau bahkan sudah bersama suaminya Arga.

Flashback off

"Jangan sentuh aku!!" bentak Rania langsung menepis tangan suaminya begitu Arga mencoba membantunya.

Arga tersinggung dan dengan egonya yang besar tentu saja dia tidak akan mengalah.

"Jangan membantah!!" balas Arga sambil mengeram dan menatap tajam Rania.

Dia bahkan sampai hati mencengkram rahang istrinya yang terlihat sudah sangat lemas itu. Memaksa Rania menurut dengan mengunci pergerakannya.

"Lepas! Aku tidak sudi kau sentuh!!" ujar Rania sambil memberontak.

Arga masih tak mau mengalah dan karena keras kepalanya, Rania yang tak tahan pun memuntahkan isi perut tepat di depan matanya dan mengenai dirinya.

Namun, bukannya marah hal itu malah membuatnya tersadar dan akhirnya melonggarkan pegangannya pada Rania.

"Kamu baik-baik saja, Ran?" tanya Arga khawatir dan dalam seketika merubah raut wajahnya. Dia bahkan sudah melembutkan nada suaranya.

"Tak usah pedulikan aku, urus saja adik kesayanganmu itu!" jawab Rania lemas, tapi memaksakan diri berkata kasar sambil membuang muka.

Menahan mualnya setelah menyeka bibirnya sendiri. Dia sungguh sangat muak melihat suami ini dan sekarang sedang tak mau melihat wajahnya.

"Jangan keras kepala!" peringat Arga ketika kedua kalinya membantu Rania.

Pria itu memaksa untuk menyeka bibir istrinya dan membersihkannya tanpa jijik. Dia bahkan tak memperdulikan pakaiannya yang kotor dan pada akhirnya Rania menyerah dan membiarkan Arga mengurusnya.

• • •

"Makan sarapanmu Rania!" tegur Arga dengan nada suara yang pelan. Kali ini dia berusaha untuk melunak dan lebih memahami istrinya.

Tak mau membahas masalah Rania kabur dan berusaha melupakan kejadian itu. Menganggap keadaan Rania yang baik-baik saja, impas melenyapkan amarahnya.

Akan tetapi Rania berbeda, hatinya keras dan lebih keras lagi saat mengingat bagaimana Arga tega memukul pipinya demi membela adik kesayangannya.

"Aku tidak mau!" jawab Rania ketus dan sampai sekarang masih belum menyentuh sarapannya.

"Jangan egois Ran, ada anak kita dalam rahim kamu dan dia butuh asupan nutrisi yang cukup. Kalau kamu tidak makan, bagaimana dia akan bertumbuh," jelas Arga membuat Rania terpaksa menurut.

Kemarahan hampir saja membuatnya lupa tentang kehadiran sesosok nyawa yang menopang tumbuh dalam rahimnya. Akan tetapi, di saat menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri, air matanya tiba-tiba saja jatuh tanpa terkendali.

Dia adalah tipikal orang yang sulit memperlihatkan kesedihan dihadapan umum, tapi anehnya belakangan ini dia malah sering kali kalah dan tak tahan sampai membuatnya menangis dihadapan Arga begitu saja.

Berat rasanya makan, dan juga sesak. Seolah dirinya sekarang sedang mencoba makan pecahan kaca. Sampai tiap kali mengunyah bukan makanannya yang koyak, tapi hatinya. Bahkan ketika dia mencoba untuk menelan itu lebih sulit lagi dan Rania kembali meneteskan air matanya.

"Kenapa menangis Ran?" tanya Arga lembut sambil dengan perhatian dia mengusap pipi Rania yang basah.

Kali ini istrinya itu tak menghindar, tapi malah menangis lebih keras lagi, dan bahkan tak lagi memakan makanannya.

"Ssstt ... apakah makannya tidak enak? Hm, ... baiklah jangan makan ini lagi, tapi berhentilah menangis Rania. Kita makan yang lain saja," jelas Arga yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Rania.

"Hiks-hikss! Ti-tidak ... aku makan ini saja," jawab Rania sambil mencoba menguatkan hatinya dan menghapus air matanya.

Wanita itu sangat terlihat jelas tertekan dan pucat, apalagi kini bibirnya juga terlihat bergetar seperti sedang menahan sakit yang entah ada dihatinya atau bahkan tubuhnya.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora