Sekeping cinta LARA

1.5K 50 0
                                    

Hanya ada di Karyakarsa.

Warna putih asap rokok mengepul, terlepas dari bibir laki-laki yang duduk di ujung ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna putih asap rokok mengepul, terlepas dari bibir laki-laki yang duduk di ujung ranjang. Tangan laki-laki itu bertumpu di paha, dengan satu kaki bersila. Di belakangnya, seorang wanita terjaga, bersandar di ujung ranjang sambil mengamati dalam diam gambaran siluet tubuh besar itu di tengah lampu temaram kamar.

Isi otaknya berisik, menuntut perhatian.

Keheningan malam menemani dua manusia berbeda kasta itu, saling mendiamkan padahal ratusan menit sebelumnya saling menyebut nama dalam geraman penuh dosa. Tidak ada yang berbicara, seakan keduanya memberi waktu agar sepi mendominasi. Hanya ada suara lirih kipas angin yang terpasang di plafon kamar, dan lalu lalang kendaraan yang tak cukup ramai di luar sana.

"Mau ... menginap?" tanya si wanita ragu. Terlihat dari manik matanya, ia menyesali kalimat itu setelah mengucapkannya. Tak sampai satu hela nafas, wanita itu menekuk wajah merutuki kebodohannya sendiri.

Pertanyaannya terlalu berani.

Laki-laki yang memiliki warna rambut tembaga itu tak memberi jawaban, sedang menikmati batang rokoknya yang sudah hampir habis dimakan api, sambil tetap memperhatikan malam gelap dari jendela kamar yang terbuka. Tubuhnya ada di sini, tapi entah dengan pikirannya yang berada di mana.

"Aku di sini cuma 'pakai', bukan untuk menginap apalagi tinggal," jawab laki-laki itu singkat, tanpa berniat memperlembut kalimat yang ditujukan untuk perempuan di belakangnya.

Lara kembali menurunkan arah bola mata, ke selimut bermotif hello kitty yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Jawaban laki-laki tadi menamparnya telak, menegaskan di mana tempatnya berada. Rasanya sakit, ngilu, meskipun sebenarnya, sakit itu dia sendiri yang menggali.

Matanya kembali naik saat mendengar pergerakan di ujung ranjang. Laki-laki itu berdiri, masih dengan tanpa busana, di balik cahaya bulan yang menggambarkan siluet hitam itu berjalan ke tengah ruangan. Tepat berdiri di depan Lara, di tempat dimana tadi mereka melepas pakaian secara tergesa. Gerak tubuh elegan laki-laki itu mengenakan kembali pakaiannya, celana bahan dan kemeja navy yang sama saat keduanya berada di kantor tadi pagi.

Melihat pemandangan itu dengan seksama, Lara menguatkan genggaman di selimut yang menutupi dada. Hampir setiap hari saat mereka bersama, Lara tak pernah luput mengagumi laki-laki itu. Tidak ada yang sulit, mengagumi sosok sempurna seperti dr. Aksa Al Fayaadh, seorang dokter ortophedi sekaligus menjabat sebagai direktur utama di rumah sakit tempat Lara bekerja. Laki-laki yang memiliki darah timur tengah, jambang tegas yang rapi di sekitar dagu. Ketika tidak sengaja bagian itu menyentuh kulit sensitifnya, Lara seakan dibawa melayang.

"Aku sudah transfer, aku tambah dari biasanya. Rawat tubuh dan belilah pakaian yang bagus, kamu semakin kurus, dan aku tidak suka."

Tapi sayang, laki-laki itu bukan kekasih Lara, melainkan seorang laki-laki yang melabeli dirinya sendiri sebagai 'pemakai' tubuh Lara.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang